Mohon tunggu...
Noni Nandini
Noni Nandini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Jakarta, tumbuh di Kalimantan Timur, kuliah di Yogyakarta dan Solo, kerja di Jakarta.....(Koes Plus banget yah....) hobi membaca, menulis, nonton tv dan film, berenang dan koleksi. Tertarik dengan diving (khususnya untuk hura-hura walaupun sudah kursus diving beberapa kali), sailing (walaupun kalau ikutan regatta dapet bobbi price terus), Jepang, Korea, Manga, Dorama, Film Korea dan Jepang, cerita detektif, misteri, dokumenter dan travelling (walaupun masih sebatas pulang kampung dan sekitar Jakarta).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bedanya Susilo Bambang Yudhoyono dan Sebastian Pinera

17 Oktober 2010   01:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:22 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerja sebagai seorang Production Assistant di sebuah televisi swasta tak lepas dari yang namanya editing.  Kebetulan kemarin malam saya kena tugas mengedit, sebenarnya sumpah tugas yang paling berat karena harus melihat gambar atau adegan berulang-ulang ditambah AC ruangan editing yang "tidak manusiawi" membuat mata saya yang sudah berat bertambah berat. Walaupun begitu tugas editing juga sedikit menyenangkan, karena kami bisa bertemu dengan teman-teman dari bagian News.  Bagian saya yaitu bagian Produksi walaupun terletak satu lantai dengan bagian News, namun jarang-jarang kami bisa ngobrol lama dan akrab dengan mereka, jadi editing lah kesempatannya. [caption id="attachment_292170" align="alignleft" width="294" caption="Sebastian Pinera, Presiden Cile, Perhatikan wajah tertawa nya yang terkena lumpur setelah berpelukan dengan petambang yang selamat. Manusiawi dan menyentuh."][/caption] Ceritanya tadi malam, saya berkesempatan ngobrol santai sambil nonton TV dengan teman-teman News, salah satunya adalah camera man yang setahu saya sudah cukup mumpuni di kancah jurnalistik televisi.  Saat itu sebuah televisi swasta (bukan tempat kami bekerja) sedang menayangkan feature tentang perbandingan antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Sebastian Pinera, semua vox pop (Vox Populi atau suara rakyat) yang ditampilkan selalu menyanjung betapa hebatnya Sebastian Pinera dan betapa kurang populernya SBY dalam penanganan bencana yang menimpa negeri mereka masing-masing.  Yang membuat "dosa" SBY bertambah berat adalah stock shot (gambar) dari Lumpur Lapindo pun ditampilkan, sedangkan Sebastian Pinera diberitakan merogoh kocek sendiri untuk urunan menyelamatkan ke 33 petambang yang juga bagian dari rakyatnya. Jadi intinya hanya dengan 9 milyar rupiah Sebastian Pinera dengan mudah membuatnya menjadi "santa/dewa" dalam sanubari rakyat Cile, sedangkan SBY perlu banyak kerja keras untuk merebut hati rakyatnya. Nah, kalau pembahasan kami orang yang TV lain lagi, kami lebih bicara soal image yang dibentuk dalam sebuah gambar, karena seluruh dunia sebenarnya hanya melihat Pinera melalui kamera-kamera para jurnalis televisi ditambah dengan kamera dari jurnalis cetak dan mungkin juga internet.  Bahasa gambar yang kami tangkap antara Pinera dan SBY selama menghadapi bencana, pertama adalah Pinera dan istrinya tau menempatkan diri, Pinera dan istri memakai baju yang sederhana, jaket, helm safety dan sepatu safety seakan dia ingin menyakatakan bahwa mereka berdua adalah bagian dari rakyat Cile dan para petambang sekaligus keluarga mereka khususnya. Bandingkan dengan SBY dan Ibu Ani, SBY dan Ibu Ani walaupuni hanya menggunakan rompi dan sepatu [caption id="attachment_292175" align="alignright" width="236" caption="Lihat ketika SBY berkunjung full pengawal dan rombongan sedangkan rakyat nun jauh disana."][/caption] boat karet, namun orang-orang sekelilingnya memakai baju resmi aaaaiiihhhh....malah ada gambar SBY menggunakan baju safari dan sepatu pantofel ketika mengujungi korban bencana...ditambah dengan sasakan Ibu Ani, padahal istri Pinera membiarkan rambutnya berantakan tertiup angin namun dia tetap santai dan etrus mendampingi suaminya menyambut para petambang. Kedua, Pinera benar-benar berada bersama rakyatnya, tanpa ada pemisah seakan mereka membiarkan para petambang dan keluarganya lah yang menjadi bintang atau sorotan hari itu, bukan dia.  Bandingkan dengan SBY, ketika SBY memimpin do'a di Wasior, dia berdiri sedangkan masyarakat Wasior duduk di tanah...berasa jaman kompeni aja nih SBY....pribumi duduk di tanah, para wedana dan priyayi berdiri. Bukan hanya itu saja, Pinera memeluk para petambang dengan erat, hangat dan suka cita.  SBY, jangankan mendekat saya perhatikan di liputan manapun hanya bertanya dengan ada jarak dengan rakyatnya selebihnya hanya meninjau keliling, persis seperti turis-turis dadakan Lumpur Lapindo. Ketiga, yang membuat saya tambah kecewa dengan SBY adalah kedatangannya membuat pencarian korban Wasior terhenti agar dapat mempersiapkan kedatangan SBY.  Sedangkan di Cile, nyawa manusia yang terjebak di tambang selama lebih dari 2 bulan saja telah membuat Presiden mereka membatalkan kunjungannya ke Eropa dan langsung fokus pada para korban.  Bahkan saya lihat segala protokoler penyambutan Presiden banyak yang dilupakan demi menyambut para petambang naik ke permukaan bumi. Nah yang paling terakhir yang paling lucu nih, coba anda perhatikan ketika SBY memberikan kata sambutan di Wasior, perhatikan sekeliling SBY, pasti anda akan menemukan 2 - 3 orang berpakaian TNI yang sepertinya sih pengawal/ajudan Presiden.  Ok lah mereka pengawal Presiden tapi apa harus yah ikutan muncul di TV.  Kalau istilah rekan camera man tadi, menuh-menuhin tempat aja. Apa Presiden kita tidak punya kosultan imej yah??  Apa pendapat rakyatnya jika Presiden mereka dikelilingi oleg pengawal/ajudan dengan seragam resmi di daerah bencana.  Kesan saya, seakan Presiden adalah benda keramat yang tidak boleh saya "sentuh".  Padahal sebagai Presiden yang juga pemimpin kami, SBY seharusnya TAHU bahwa sekarang waktunya dia menyentuh rakyatnya baik secara fisik maupun secara mental.  Tapi jika SBY menempatkan pengawal dan ajudannya seperti itu, secara psikologis mana ada rakyat yang berani mendekat. Ditambah lagi dengan banyaknya rombongan SBYyang entah siapa merek yang dengan tega ikutan menjadi turis dadakan menikmati daerah bencana, tambah banyaklah dinding yang memisahkan SBY dengan rakyatnya. Bandingkan dengan Presiden Cile, Sebastian Pinera dan istri.  Selama mereka berbaur dengan rakyatnya, menyambut sampai memberikan kata sambutan tidak ada satupun, catat TIDAK ADA SATUPUN pengawal atau ajudan bahkan menteri dan lain-lain hampir tidak terlihat.  Sehingga membuat Pinera dan istri lebih menyatu dengan rakyatnya, bahkan yang membuat saya tambah terharu ketika dia ikut meloncat senang merayakan keberhasilan penyelamatan para petambang di tengah-tengah euforia kegembiraan di tambang tersebut. Pak Bambang, apakah anda tidak bisa membayar konsultan imej yang baik?  Yang bisa memabuat anda benar-benar berada di hati rakyat anda?  Aaaahhhh, rasanya SBY bukan lagi Presiden yang dulu saya dukung namun akhirnya menjadi bagian dari pengkultusan seorang Presiden jaman orba.  Tolong belajar lah dari Sebastian Pinera....dan please deh Fraksi Demokrat jangan bilang kalau Pinera belajar dari SBY......maaf tetapi apakah kunjungan SBY membuat rakyat tersentuh pun tidak apalagi menyelesaikan masalah. Akhirnya kami pun tertawa, mentertawakan "kebodohan" seorang pemimpin negara kami,lalu sama-sama kembali ke booth masing-masing karena masih banyak yang harus kami edit, dan memikirkan imej SBY tidak akan membantu menyelesaikan pekerjaan kami.....hehehehehe..... Sumber gambar : independent.ie dan bebasbanjir2025.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun