Mohon tunggu...
Noni Nandini
Noni Nandini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Jakarta, tumbuh di Kalimantan Timur, kuliah di Yogyakarta dan Solo, kerja di Jakarta.....(Koes Plus banget yah....) hobi membaca, menulis, nonton tv dan film, berenang dan koleksi. Tertarik dengan diving (khususnya untuk hura-hura walaupun sudah kursus diving beberapa kali), sailing (walaupun kalau ikutan regatta dapet bobbi price terus), Jepang, Korea, Manga, Dorama, Film Korea dan Jepang, cerita detektif, misteri, dokumenter dan travelling (walaupun masih sebatas pulang kampung dan sekitar Jakarta).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya, Ariel, Luna Maya, Ibu-ibu di Glodok dan Sebuah Kata Hati Terdalam

18 Juni 2010   16:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:27 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yup, seperti sebagian besar bangsa Indonesia saat ini saya juga punya video Ariel dan Luna Maya atau yang lebih tepatnya video-mirip-Ariel-dan-Luna Maya begitu juga part keduanya yang “dibintangi” oleh bintang mirip Cut Tary.

Dan seperti sebagian besar masyarakat saat ini, saya juga terjebak dengan pro dan kontra apakah Ariel dan Luna Maya salah atau hanya menjadi korban dari seseorang yang ingin menjatuhkan mereka.

Kebetulan saya bekerja di sebuah stasiun televisi swasta nasional dan tentu saja di tempat saya bekerja masalah itu menjadi tema untuk beberapa program di tempat saya bekerja.  Dibahas mulai dari sosok Ariel sampai ada dugaan kelainan seksual Ariel, hingga sampai Roy Suryo yang ikut-ikutan dalam konflik ini (gak jelas maksudnya apa….hehehehehehehe….).

Namun hal yang paling mengejutkan adalah ketika liputan seorang teman di Glodok yang ingin mengetahui seberapa besar pengaruh video tersebut terhadap masyarakat Indonesia dilihat dari sudut penjualan DVD-nya.  Ketika itu teman saya mewawancarai seorang Ibu yang sedang membeli DVD dan kebetulan banget kedapetan membeli DVD Ariel dan Luna Maya…dan kebetulan sekali kok Ibu-Ibunya memakai jilbab (maaf yah).

Pertama taman saya bertanya tentang pendapat dia tentang video tersebut, dengan tegasnya Ibu-ibu tersebut menjelaskan tentang keprihatinannya dan norma agama sekaligus bangsa ini (standart tanggapan masyarakat Indonesia kalau ada kasus beginian) terus ketika ditanya lho kok Ibu beli juga jawabannya “Yah, saya penasaran juga pengen tahu gimana”….asli saya langsung ngakak….yaaaahhhh ternyata………..untung setelah itu diedit abis-abisan wawancara tersebut…..hehehehehehehe….

Pulang ke rumah, saya juga tidak dapat menyembunyikan rasa pensaran saya dengan video tersebut.  Saya buka juga di laptop saya namuan entah kenapa belum sampai satu menit saya menonton, saya teringat dengan Ibu-Ibu tersebut.  Dan tiba-tiba saja saya merasa sebagai manusia munafik sedunia.  Diam-diam saya “menikmati” penderitaan Ariel, Luna Maya, Cut Tary dan seluruh orang tua, guru-guru, pendidik, tokoh agama, pemuka agama dan juga anak-anak dibawah umur yang menyaksikan adegan syur dalam video tersebut.

Saya menutup video tersebut dengan perasaan mual.  Bukan jijik dengan adegan ayur tersebut tapi saya jijik dengan diri saya sendiri, saya jijik dengan sikap saya yang ternyata sama saja dengan ibu-Ibu di Glodok yang barusan saya ketawain di ruang editing.  Atas nama ingin tahu dan penasaran saya menghalalkan diri saya untuk menonton video tersebut.  Memang saya bukan orang alim dan video begituan mah saya juga sudah menonton tapi ini beda mungkin karena saya benci dengan kemunafikan yang meliputi kasus ini dan saya benci menjadi orang munafik.

Kalau memang masyarakat ini hanya bisa menyaksikan, menghujat dan menjatuh, namun tak pernah menginstropeksi diri mereka sendiri bahwa berpura-pura “alim” dengan menghujat dan menjatuhkan Ariel, Luna Maya dan Cut Tary di depan anak-anak dan diam-diam ikut menyaksikan video tersebut sama saja bohong, sama saja dengan menyebarkan video tersebut.  Kalau memang anda semua prihatin (dan memang benar-benar prihatin) dengan nasib anak-anak bangsa ini, tidak menyaksikan adalah jawabannya walau dengan alasan apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun