Namanya Puren, singkatan dari "putih" dan "orange". Nama Puren diberikan oleh Raka, anak pertamaku. Dia hanya seekor kucing kampung biasa. Tetapi bagi kami dia sangat berarti lebih dari seekor kucing. Bagi kami Puren adalah juga "malaikat" yang memberikan kebahagiaan, hiburan, optimisme, kebersamaan, dan kecukupan, ditengah terpaan badai keterpurukan yang menimpa kami sekeluarga.
Dokumentasi Pribadi
Puren tepat hadir di awal Ramadhan tahun 2013. Aku yang semula bersikeras tidak mau merawat seekor kucing pun, tiba-tiba saja harus berhadapan dengan seekor kucing berbulu putih dan jingga yang berlindung di bawah mobil di garasi. Ya, waktu itu kami masih mempunyai sebuah mobil MVP. Akan tetapi seiring memburuknya keuangan keluarga, suami yang sedang menganggur, membuat kami tidak bisa membayar angsuran rutin per bulannya. Dan di bulan Ramadhan itu, adalah penentuan mobil mau tidak mau terpaksa harus dijual.
Dalam kesedihan dan keputus asaan karena hutang yang semakin menumpuk, perhatianku tertuju kepada Puren. Aku mulanya jengkel karena sebelumnya sering ada kucing datang ke teras rumah lalu menaruh sampah plastik atau apa saja berisi sisa makanan. Entah potongan tulang, serpihan daging, ataupun kulit dan lainnya. Semua itu ditinggal begitu saja dan terpaksa harus aku bersihkan setiap menyapu di pagi hari.
Aku juga tidak suka setiap kali ada 2 ekor kucing ribut bertengkar (benar-benar bertengkar). Bulu-bulunya sering beterbangan dimana-mana. Maka ketika dalam rasa duka yang dalam, aku kerap mendengar suara 2 ekor kucing bertengkar sampai ke teras rumah, aku buru-buru keluar untuk mengusirnya. Namun lama-kelamaan aku mulai berpikir, mengapa hanya kucing yang berbulu putih dan jingga saja yang dianiaya ? Kucing yang berbulu putih dan jingga itu juga sering bersembunyi di bawah kolong mobil. Atau kalau tidak dia berbaring manis, entah di atas kursi di teras rumah ataupun tembok pembatas teras dan taman.
Anakku yang kedua sempat mengabadikan Puren yang bersembunyi di bawah mobil yang kemudian mengunggahnya ke akun Youtube miliknya. Ini dia penampakannya :
Uniknya, setiap aku menyapu, kucing itu seperti tahu apa yang aku minta. Dia yang semula berbaring di lantai akan menghindar dan pindah ke tempat lain. Kucing itu juga suka mendekati kalau aku mengaji di teras sehabis sahur. Dan dia selalu membersihkan bulu-bulunya kalau sudah datang ke rumah kami. Aku juga perlahan tertarik dengan ekornya. Ujung ekornya seperti bengkok, dan ekornya seperti hidup sendiri. Maksudnya suka mengibas-ngibas sendiri meski si kucing sedang tertidur.
Anakku yang kecil memang pernah meminta izin kepadaku untuk bisa merawat seekor kucing. Waktu itu aku tidak mengizinkan, karena aku tidak mau kalau nantinya aku yang harus merawat segala-galanya si kucing. Aku malas seperti masa kecil dulu, sering mengurus kucing liar kesayangan emak, nenekku. Lucunya, di satu malam ketika anak-anakku memberi makan Puren dengan teri, aku serasa didorong untuk mengambil alih merawat Puren, kucing kesayangan anak-anakku. Pertama sekali aku memberinya makan sepotong tempe, aih ternyata dia tidak suka. Ulahku tentu saja ditertawakan anak-anakku.
Aku tidak kehabisan akal. Aku ingat apa yang dilakukan emak dulu. Esok harinya aku menyisihkan uang untuk membeli sebungkus ikan Cue, itu lho ikan tongkol yang sudah dipindang. Aku lalu menggorengnya sepotong dan mencampurkannya dengan sekepal nasi di sebuah wadah. Setelah tercampur aku pun memberikannya kepada Puren berserta semangkok air untuk minum. Luar biasa, Puren memakan habis makanan pemberianku. Aku dan anak-anakku sangat senang melihatnya. Sejak saat itu aku memberi makan Puren dengan menu yang sama sehari 3 kali.
Hingga saatnya mobil berpindah tangan, Puren tidak bisa lagi berlindung di bawahnya. Aku yang sudah jatuh kasih dan sayang kepadanya lalu mengizinkan Puren untuk tidur di dalam rumah. Sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Puren pun menikmati setiap sudut rumah. Mulai dari sofa dekat televisi, kursi makan, lantai dapur, hingga ke tempat tidur !