Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita tentang Kepala Sekolah

31 Mei 2015   17:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika UN SMP kemarin, seorang teman sesama pengawas mengeluarkan statement bahwa "Kepala Sekolah adalah Orang yang Paling Kejam". Kenapa ? Karena katanya bila bos perusahaan akan terlebih dulu mengeluarkan surat peringatan untuk memberhentikan karyawan, maka kepala sekolah bisa dengan mudah menghilangkan jam mengajar untuk seorang guru, yang berarti memberhentikan saat itu juga. Saya tidak bisa berkomentar banyak saat itu. Tetapi cukup menjadi bahan renungan untuk mencari makna dibalik itu semua.

Benarkah kepala sekolah adalah orang yang paling kejam ? Kepala sekolah sebenarnya semacam Chief Executive Officer, yaitu pejabat eksekutif tertinggi di sekolah. Dalam peran sebagai CEO itu, kepala sekolah harus bisa mengelola sekolah yang dipimpinnya untuk bisa menghasilkan lulusan dengan nilai yang bagus tentunya. Dan kepala sekolah harus bisa membuat perencanaan, strategi, eksekusi, evaluasi, dan sekaligus menyiapkan manajemen resiko, terhadap program yang dibuat.

Menjadi kepala sekolah sekarang ini cukup dengan mengikuti tes seleksi (bila sekolah negeri) ataupun memenuhi kriteria yang ditentukan oleh yayasan (bila sekolah swasta). Khusus di sekolah negeri, setiap guru dan karyawan di sekolah harus siap dan menerima apa adanya siapapun kepala sekolah yang diangkat dan ditempatkan di sekolah itu. Sambil tentunya berharap, syukur-syukur kepala sekolahnya orangnya baik dan bisa mengangkat kehidupan para guru dan karyawan ke arah yang lebih baik.

Tetapi bila tidak ? Pasrah dan ngedumel di belakang tentunya. Meski begitu, disetiap pengangkatan dan penempatan kepala sekolah, ada saja orang-orang yang merasa diuntungkan. Mereka mampu bertahan di segala situasi dan cuaca. Bagaimanapun caranya. Asalkan kepala sekolah yang baru tetap memihak kepada mereka.

Sudah rahasia umum dikalangan pendidikan, hampir setiap kepala sekolah harus punya "modal". Celakanya, modal itu harus balik, paling tidak impas, jangan sampai rugi. Untuk itu bendahara sekolah adalah orang yang harus didekati dan dijaga hubungan baiknya. Memang, masih banyak kepala sekolah yang bersih dan jujur. Banyak juga bendahara sekolah yang tegas dan bersih serta jujur. Sayangnya yang bersih, tegas, dan jujur itu sering harus cepat pergi dari satu sekolah ke sekolah lain. Malah dari sekolah yang favorit, ke sekolah yang gurem.

Kembali kepada pemecatan seorang guru yang menjadi wewenang kepala sekolah, hal itu adalah benar. Saya pernah mengalami di sebuah sekolah dasar swasta. Tanpa ada kesempatan untuk membela diri, kepala sekolah langsung mengatakan bahwa tugas saya sudah berakhir sesudah libur lebaran. Sebuah cerita manis yang saya kenang sampai sekarang. Tentang status dan posisi seorang bawahan yang tidak ada apa-apanya dengan status dan posisi seorang atasan.

Sekarang, yang terjadi kebalikannya. Bila seorang kepala sekolah meninggalkan tugas saat ujian nasional dan lebih memilih wawancara di sebuah televisi swasta, apakah hal yang sama dapat berlaku bagi seorang bawahan ? Kebetulan saya juga punya kenangan manis, ketika harus memilih mengawas ujian nasional di sekolah swasta daripada di sekolah negeri, padahal saya jauh-jauh hari sudah meminta izin, namun tetap dianggap sebagai pelanggaran. Akibatnya ? Saya pun diberhentikan dari sekolah negeri.

Akhirnya, saya baru bisa merenungkan makna dari balik cerita yang tidak indah di atas. Bahwa status dan posisi menentukan dibela atau tidaknya oleh pengacara. Eh, maksud saya, kalau mau dikata, apalah arti seorang bawahan yang sekalipun tidak pernah diliput media, kalau sudah dibilang salah oleh atasan, tetap salah dan harus berhenti. Beda dengan yang sering diliput media, kalau meninggalkan tugas, kan ada alibinya, begitu kata teman saya lagi, kali ini dia bukan sesama pengawas ujian nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun