Dimana tempat aman anak untuk sekolah di Indonesia ? Mulai dari TK sudah terkena kejahatan seksual. SD dianiaya guru. SMP tawuran. SMA/SMK tawuran + bullying. Kuliah tewas ditangan kakak senior. Tanpa bermaksud menuding kesemua pesantren, mungkin saja ketidak amanan di pesantren pun tidak kalah seramnya. Hanya saja kita tidak tahu seberapa besar dan seberapa berat tingkat kasus di bawah permukaan yang terjadi di pesantren.
Jikapun ada yang selamat bersekolah dari TK hingga kuliah, sudah pasti terkena stress bejibun karena harus bawa buku yang berat, pekerjaan rumah dan tugas yang menumpuk dalam satu hari yang sama, belum lagi drill ini itu untuk berbagai persiapan, mulai dari UTS, Ulangan Semester, Ulangan Kenaikan Kelas, dan Ujian Nasional.
Ketika kuliah, bisa saja bertemu dosen killer yang merasa lebih pintar dari Stephen Hawking, sehingga mahasiswanya dianggap tidak layak mendapat nilai A. Nilai B pun hanya untuk beberapa orang. Dosen tersebut tidak merasa bersalah bila "berhasil" memberi nilai TL untuk para mahasiswanya. Dan diantara para mahasiswa pun mulai terbiasa dengan intrik-intrik untuk mendapat perhatian dosen.
Setelah lulus  kuliah, apakah sudah tamat semua beban ? Masih belum ! Ada masa penungguan yang cukup lama untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan bisa sangat lama. Terlalu lama malah. Jika dikatakan Indonesia masih kekurangan perguruan tinggi, kenyataannya pengangguran dari lulusan perguruan tinggi mulai mendominasi.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sekolah yang masih tergolong aman. Mau aman dunia akhirat bisa mencari di sekolah berlabel agama yang bukan pesantren. Meski begitu, dapat dipertanyakan apakah otak anak tidak terkena doktrin tertentu, apalagi dalam bentuk brain washing ?
Jika benar sudah tidak ada lagi tempat aman untuk anak kita bersekolah, lalu siapa yang harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah tersebut ? Apakah orang tua, guru, pengawas, dinas pendidikan tingkat kota maupun kabupaten hingga provinsi, Menteri Pendidikan, Presiden, ataukah juga anggota DPR ?
Sampai disini, apakah peran seperangkat aturan regulasi pendidikan sudah cukup ? Apakah kurikulum sudah benar-benar sesuai tujuannya ? Apakah mata pelajaran agama dan PKN sudah benar-benar diajarkan dengan baik ? Jika sudah, mengapa malapetaka demi malapetaka dunia pendidikan terus saja terjadi ?
Mungkinkah masalah pendidikan tidak sepenting masalah politik kenegaraan ? Apakah masalah pendidikan sudah cukup diselesaikan dengan anggaran 20 % dari APBN ? Ataukah sudah selesai hanya dengan pernyataan bahwa "ini adalah tanda-tanda datangnya Kiamat" ?
Jika demikian, jangan berharap akan ada generasi emas Indonesia di tahun 2020. Karena yang ada hanyalah generasi tidak berkarakter, generasi individualis, materialistis, liberalis, dan atheis. Lihat saja sekarang, seorang bocah Iqbal baru bisa diselamatkan setelah seorang perempuan yang sangat peduli kebetulan melihatnya kesakitan.
Bocah korban JIS baru jadi perhatian setelah 5 x mengalami kejahatan seksual, dan seorang William James Vahey bisa mengajar hingga 10 tahun di JIS padahal dia adalah seorang burunan FBI ! Dan yang terbaru Dimas Dikita Handoko harus tewas dihantam para seniornya, sementara keluarganya telah mengetahui adanya penganiayaan sejak lama.
Haruskah setiap menyantap makanan sambil menonton televisi yang terdengar adalah berita suram pendidikan ? Sementara media televisi pun seakan tidak perduli, apakah acara-acaranya memberikan pengaruh negatif ataukah tidak, terlebih kepada anak-anak.