Mohon tunggu...
Bayu Ramadhan
Bayu Ramadhan Mohon Tunggu... -

Menulis adalah caraku menumpahkan isi kepala ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertama Kali Menghadapi Kenyataan

7 November 2017   22:13 Diperbarui: 8 November 2017   11:00 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Le... Kalo kamu memang bener-bener mau, bapak sama mamak bisa biayain masuk kamu ke sekolah negeri, tapi gimana nanti kalau udah sekolah, gimana  sangumu, gimana adik-adikmu yang masih sekolah. Bapak sama mamak bisa biayain kamu, tapi pasti bakal kewalahan, bakal pontang-panting sana-sini. Lagipula, kalo kamu sekolah di SMA, kamu mau ngapain kalo udah lulus?". Aku masih terdiam semakin sesak rasanya, rasanya ingin sekali marah tapi saat itu juga aku mencoba menahannya aku selalu ingat nasihat Mbah Dulhadi Guru ngajiku waktu kecil, "Jangankan mbentak, ngomong ah... saja sudah durhaka, balasannya neraka", belum lagi cerita Legenda 'Malin Kundang' yang sudah kadung berakar di dalam kepalaku selama ini.

      Terlihat mamak yang sudah bersiap dengan pakaian bagus satu-satunya menghampiriku, "Le... mau berangkat gak?", katanya sembari mengambil posisi duduk dihadapanku. "Lee.. Bapak sama mamak sudah rekoso banget, kalo nyekolahin kamu ke SMA Negeri itu. Tapi, kalo ke STM tempat bapakmu kerja, kamu dapet ketrampilan dan gampang cari kerja. 

Bukannya mamak sama bapak ini gak mau nurutin kamu, tapi cuma ini cara satu-satunya supaya kamu tetep bisa lanjut sekolah." Kali ini aku benar-benar meledak, meledak bukan karena marah, tapi meledak karena keputus asaan, dan semua badanku lemas kehilangan tenaga, rasanya seperti tidak ada semangat lagi untuk hari esok. Aku bertanya-tanya apakah ini nyata atau mimpi?

      "Mak, ayo berangkat!", Ajakku sembari bangkit dari duduk dikuti mamak yang matanya mulai berkaca-kaca. Iya terus saja mngusap-usap wajah dan kepalaku sesekali aku menatap matanya dan langsung memalingkan wajahku. Jujur saja aku tidak sanggup dengan tatapan ini. Sepanajang perjalan aku hanya tidak bicara dengan mamak, aku hanya menatap keluar jendela bis melihat hamparan sawah, dengan segala kecamuk dikepalaku, "Kenapa?", kata-kata yang ku ulang terus dalam hati.

        Sore itu aku sedang bermain-main dengan pratiwi, si bontot yang masih berusia 5 tahun sedang terus saja menceritakan pengalamannya di Taman Kanak-kanak, dia sangat dekat denganku. Maklum ketika iya lahir usiaku sudah 10 tahun jadi sudah sedikit lebih dewasa. Berbeda dengan Destie yang selalu ngeyel, yah maklum dulu waktu kecil kalo mau ikut main selalu ku tolak karena cuma ngerepotin aja, belum lagi iya cengeng dan takut kalo ketemu orang asing. 

Terdengar suara motor bapak dari arah luar, dan Pratiwi yang langsung berlari  menghampiri suara tersebut. "Bapak pulang", teriak Pratiwi seperti biasa memberi sambutan kalo bapak pulang. "Tadi kenapa ndak jadi ke SMA Negeri malah belok ke STM, Kan Bapak udah kasih duitnya", kata mencoba menggodaku. Aku tetap diam, aku menidurkan badanku tengkurap. Hari ini akau sedang tidak ingin bicara, aku tidak ingin melihat siapapun.

          Suara jangkrik begitu renyah di telinga malam ini memasuki halaman rumah, setelah sholat Isya' dari masjid. aku membuka pintu dengan tertunduk dan berjalan langsung ke dalam kamar. Ku lihat Destie dan Pratiwi sedang asyik dengan mainannya. Seperti biasa aku menyalakan radio mini compo ku, kali ini ku setel denga suara keras-keras.Terdengar teriakan protes dari Destie yang merasa terganggu dengan suara radioku sekaligus teriakan mamak yang memarahi Destie untuk diam, seakan sedang membelaku. Mungkin mamak merasa bersalah telah membuatku kecewa hari ini. Hari ini aku harus gagal, gagal bukan karena aku tidak mampu. tapi aku harus gagal karena beberapa keadaan harus ku mengerti. Cara gagal yang menurutku sangat menyakitkan. Malam ini aku hanya ingin tertidur dan berharap ini hanya mimpi saja, dan esok hari aku bangun di dunia nyata. Dunia nyata yang seperti keinginanku.

Bersambung................

Penulis              : Bayu Ramadhan

Latar Cerita   : keluarga kecil di salah satu wilayah Solo tahun 2004

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun