Mohon tunggu...
Angga Rahad
Angga Rahad Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati isu-isu sosial

Pemerhati isu-isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wirausaha Wanita: Ambisi Besar, tapi Butuh Dukungan

17 Juli 2020   11:35 Diperbarui: 17 Juli 2020   11:33 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wirausaha Wanita (Sumber: Kemenpppa)

Kaum wanita di Asia Tenggara ternyata berambisi besar menjadi pengusaha. Menurut survei Herbalife Nutrition pada Juli 2020, empat dari lima wanita (81%) di Asia Tenggara ingin menjalankan bisnis. Angka ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata global yang tercatat sebesar 72%. Namun, ambisi besar kaum wanita tersebut perlu mendapat dukungan dari sektor swasta dan pemerintah. 

Survei di 15 negara

Kajian bertajuk "Herbalife Nutrition Global Entrepreneurship Survey 2020" ini dilakukan Herbalife Nutrition pada Maret-April 2020 di 15 negara, termasuk melibatkan 2.000 wanita di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Secara total, ada 9.000 wanita yang dijajaki pendapatnya tentang kewirausahaan. 

Jika dibandingkan dengan rata-rata global, kaum wanita di Asia Tenggara ternyata lebih berambisi menjadi pengusaha. Empat dari lima wanita (81%) di Asia Tenggara ingin menjalankan bisnis. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global yang hanya mencapai 72%. Beberapa alasan yang mendorong wanita untuk berkiprah sebagai pengusaha termasuk kebutuhan untuk menghidupi keluarga (56%), keinginan menjadi pemimpin (54%), serta mengubah karier (53%).

Menurut Stephen Conchie, Senior Vice President & Managing Director, Asia Pasifik, Herbalife Nutrition,  "Sektor publik dan swasta perlu bersatu untuk menyediakan berbagai peluang, sumber daya, pendidikan, dan pelatihan yang mendukung wirausahawan wanita." 

Sejumlah Kendala yang Dihadapi Wanita

Terlepas dari 81% kaum wanita di Asia Tenggara yang ingin menjadi pengusaha, hanya tiga dari lima wanita (59%) yang betul-betul berani merintis bisnis. Dalam survei ini, responden menghadapi sederet kendala berikut untuk mewujudkan impiannya menjadi pebisnis: 

  • Wawasan bisnis dan keuangan yang memadai (73%)

  • Tabungan atau stabilitas finansial yang memadai (71%)

  • Dukungan keluarga (64%)

  • Kemampuan untuk menjalankan bisnis dari rumah (64%)

  • Mentor yang mengarahkan mereka sebagai wirausahawan wanita (61%)

  • Kesempatan untuk menjalankan bisnis sambilan (part-time) hingga mereka siap mengelola usaha secara purna waktu atau full-time (51%)

Kiprah Wanita di Sektor Informal 

Pada periode 2019-2014, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) RI telah menetapkan fokusnya dalam pemberdayaan wanita dalam kewirausahaan. Dalam laporan berjudul "Profil Perempuan Indonesia 2019" yang dirili Kemenpppa, hampir 62% wanita yang berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia bekerja di sektor informal. 

Besarnya tingkat partisipasi wanita di sektor informal tentunya berhubungan dengan aspek pendidikan. Pasalnya, sektor informal tak terlalu menuntut kualifikasi pendidikan yang tinggi. Masih menurut laporan Kemenpppa, ada tiga lapangan pekerjaan utama yang paling banyak menyerap kaum wanita: 

  • Pertanian, kehutanan, dan perikanan: 26,62%,

  • Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil/sepeda motor: 23,71%, serta

  • Industri pengolahan: 16,45%

Kerja sama publik dan swasta

Jika kita mengaitkan sejumlah temuan tersebut,  pemberdayaan wirausaha wanita memerlukan aksi nyata yang melibatkan pemerintah dan sektor swasta, terutama di sejumlah lapangan pekerjaan utama yang banyak digeluti wanita. Model kerja sama publik dan swasta layak dijadikan acuan. Dari sisi kebijakan publik, pemerintah dapat menjalankan stimulus untuk memicu keterlibatan sektor swata dalam pemberdayaan wirausaha wanita. Insentif pajak usaha, misalnya, pantas diberikan kepada korporasi yang berhasil meningkatkan peran wanita dalam sektor perekonomian lokal.

Lewat program pemberdayaan yang mengatasi kendala-kendala spesifik yang dihadapi kaum wanita, ketergantungan terhadap sektor informal bisa menurun. Lebih lagi, para pekerja wanita di sektor informal bisa "naik kelas" menjadi pemilik bisnis, dan akhirnya merambah sektor formal. Untuk itu, program pemberdayaan wanita dalam kewirausahaan harus melibatkan sejumlah sasaran riil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun