Saat melakukan perjalanan ternyata medan yang dilalui cukup ekstrim karena belum dilengkapi dengan sarana penunjang seperti tali yang mendukung keamanan pendakian. Hal ini kemudian tim bina desa catat untuk kemudian dijadikan masukan bagi pengelola dan pokdarwis pada kemudian hari.
Tim bina desa berjalan secara santai namun pasti dan berhati-hati dengan masih ditemani oleh seorang rekan dari pokdarwis. Alhasil kami sampai di puncak beberapa saat menjelang terbenamnya matahari di hari tersebut pada pukul 17.15 WIB.
Menunggu terlelapnya matahari saya dan rekan-rekan perjalanan lain memutuskan untuk menyeduh kopi untuk melengkapi momen yang dinanti-nanti tersebut. Sungguh pengalaman yang luar biasa untuk dapat menikmati “kopi dan senja” bersama-sama.
Saat matahari hampir menghilang sepenuhnya di ufuk saya dan teman-teman perjalanan yang lain memutuskan untuk turun kembali ke titik awal keberangkatan untuk beristirahat sejenak, makan, dan melaksanakan sembahyang. Setelah itu kami menuju babak terakhir dalam eksplorasi pesona alam Desa Sriharjo yakni untuk berkemah di Bukit Watu Manyul.
Pemilihan bukit ini sebagai lokasi berkemah atau nge-camp karena terdapatnya area landai yang lebih luas apabila dibandingkan dengan saudaranya Watu Manjung. Waktu tempuh dan kondisi rute menuju puncak Watu Manyul pun tak jauh berbeda.
Saya dan teman-teman bina desa sebelumnya menemui penduduk yang tinggal di kaki bukit untuk sowan dan menitipkan kendaraan kami. Perjalanan dimulai selepas waktu Isya.
Setelah sampai di puncak kami mendirikan tenda. Kegiatan malam sendiri diisi dengan sesi diskusi dan obrolan santai, evaluasi kegiatan, menyanyi bersama, dan dilanjutkan dengan tidur.
Keesokan paginya disambut dengan kemunculan sang fajar menjadi penutup dari perjalanan saya dan teman-teman bina desa dalam rangka eksplorasi pesona alam Desa Sriharjo dalam waktu satu hari satu malam. Sebenarnya masih ada kisah-kisah lainnya di Desa Sriharjo, namun itulah sepenggal kecil dari kisah perjalanan dalam BAB eksplorasi pesona alam...