Mohon tunggu...
Burhan Alawie
Burhan Alawie Mohon Tunggu... -

Santri Pesantren MIDANUTTA'LIM

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup, Untuk Apa?

20 Januari 2014   07:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Allah mewajibkan  kepada kita untuk memahami kehidupan ini dengan benar, mempunyai para digma, memppunyai pemahaman hakekat dalam kehiadupan ini dengan benar dalam segala hal.  Kesalahan paradigma, kesalahan pemahaman kehidupan ini mengakibatkan sesuatu yang fatal dalam menjalani  kehidupan ini.

Ketika orang bertanya, sesungguhnya kehidupan ini apa? Dunia ini apa? Pertanyaan yang paling mendasar ini harus difahami oleh setiap orang dengan pemahaman yang betul-betul benar. Ketika orang salah memahami dan salah memberikan jawaban terhadap sesuatu pertanyaan yang sangat mendasar ini, maka tentu akan menjadi kesalahan-kesalahan yang sangat runtut.

Al Qur’an memberikan konsep ad dunya atau biasa difahami dengan mazroatul akhiroh sesuatu yang ad dary yang dekat, yang hina, yang adna yang rendah. Hal ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari kehidupan yang kita lakoni sekarang ini. Ketika orang memahami bahwa kehidupan ini adalah sesuatu yang digunakan sekedar untuk mata’, mata’ dalam pengertian adalah kesenangan maka tentu dia akan memfilosofikan hidup bahwa kehidupan itu adalah kesenangan. Sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kebenaran itu adalah suatu yang senang dalam hidup saya, itulah adalah sebuah kebenaran. Ini karena terjadi paradigmatik, rosululloh telah memberika penataan pada kehidupan kita bahwa kehidupan ini adalah sebuah perjalanan yang pada ahirnya akan sampai pada titik ahir. Pada titik ahir itulah akan menjadi penentu yang seseorang itu akan sa’idun am saqyyun apakah dia akan mendapatkan prestasi dalam hidup ini yang disebut sa’iidun kebahagiaan yang sesungguhnya am saqyyun pada ahirnya akan mendapatkan kenistaan, mendapatkan celaka, mendapatkan kesengsaraan yang luar biasa. Jadi hidup adalah proses perjalanan untuk menuju pada sebuah pilihan dan pada ahirnya kita akan dihadapkan pada dua pilihan yang ekstrim : anda akan menjadi orang yang bahagia atau anda akan menjadi orang yang celaka.

Ketika kita memahami hidup seperti ini maka Insyaalloh  kita akan menjalani kehidupan seperti ini dengan cara yang benar. Cara yang benar itu tidak harus dengan cara yang sengsara, tidak harus kemudian menjadi tidak nikmat, tidak harus kemudain menjadi tidak enjoy, lalu kemudian tidak senang, justru ketika kita melakukan hidup ini dengan cara yang benar, cara yang benar itulah yang akan menjadikan kenikmatan. Orang yang didalam kehidupan ini tidak meenjalani hidup dengan benar tidak sesuai dengan norma tidak sesuai dengan kehidupan yang digariskan dalam Al Qur’an, bisa jadi pada tingkat awlnya ia menempuh  perasaan yang hebat perasaan yangbenar, perasaan yang nikmat, tapi sesungguhnya itu adalah sesuatu yang sangat tidak haqiqi, pada ahirnya dia akan mendapatkan dan akan menemukan kesengsaraan dan akan sendapatkan kegelisahan, ketidak tenangan.

Setiap bentuk pelanggaran mesti akan menjadi seperti itu. Maka oleh karena itulah yang harus kita lakukan adalah harus ada muhasabah harus ada peristiwa dalam diri kita untuk merenung untuk mengefaluasi diri menghitung-hitung kembali apakah saya sudah benar memahami kehidupan ini. Begitu pula dalam segala hal, ketika orang bekerja dia terjadi paradigma tentang bagaimana sesungguhnya untuk apa kerja itu, tentu akan melakukan kerja itu berbeda, orang yang melakukan pekerjaan untuk ibadah maka dia akan melakukan itu dengan sungguh-sungguh, akan melakukan tugas itu dengan baik. Kalau dia melakukan segalahalnya disandarkan sebagian dari proses kehidupan yang menjadi tugas dia yang sebagai kholifatulloh fi al ardl sebagai seorang abdulloh hamba Alloh maka tentu melakukan aktifitas apapun pekerjaan apapun tugas apapun untuk siapa pun, ketika dia memahami dengan benar posisi dirinya maka di akan melakukan itu dengan sebaik-baiknya.

Ketika terjadi kesalahan paradigma memahami untuk apa dia melakukan kerja itu maka dia akan cenderung melakukan kesalahan-kesalahan atau penyaimpangan, cenderung melakukan rekayasa rekayasa, dalam bahasa Al Qur’an disebut dengan iftiro’ rekayasa nadalah melakukan sesuatu dengan tidak kesungguhan artinya orang yang melakukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan secara rekayasa penuh dengan kebohongan maka dalam Al Qur’an istilah rekayasa kehidupan, hidup yang serba pura-pura yang serba tashonnuk yang serba tidak dengan kesungguhan, yang tidak semestinya  dan serba pura-pura itu akan ada sebuah kecenderungan untuk melakukan sikap yang disebut dengan sikap istiro’ yang itu akan membuat orang itu lelah. Sebagaimana seorang itu harus merekayasa sebuah jabatan, kalau perlu melakukan kriminalisasi terhadap orang lain supaya dia eksis, supaya dia hebat, kalau perlu dia menciptakan orang lain menjadi jahat. Kalau dia menciptakan kontra introjec, menciptakan situasi seakan-akan orang melakukan kejahatan dan lalu kemudian orang tersebut tersetigma, terlabeli bahwa dia adalah seorang penjahat itu namanya istiro’an ‘alallohi kadziba . faman adzlamu ‘lallohi kadziba, kata alloh tidak ada kedzoliman dalam kehidupan ini yang sangat dzolimnya mimaniftaro ‘alallohi kadziba katimbang wongaseng ngelakoni iftiro’ pada kebohongan didalam kehidupan dirinya sendiri. Bisa saja orang itu sesungguhnya tidak baik, tidak bener, tidak hebat tapi dia ingin menciptakan citra diri yang hebat itulah lalu kemudian terjadi iftiro’ kebohongan orang yang sesungguhnya tidak baik disulap menjadi seperti baik.

Sesungguhnya kehidupan seperti ini akan menjadikan orang itu lelah karena dia akan hidup senantiasa dalam situasi dimana sia harus mengikuti apa yang menjadi perhatian orang , apa yang menjadi kata orang. Tidak akan menciptakan suatu kehidupan yang tidak sesungguhnya yang tidak haqiqi dalam kehidupan ini.

Oleh karena itulah maka kita perlu melakukan muhasabah atau efaluasi diri, mari kita fahami dengan sesungguhnya hakikat kehidupan ini dari pemahaman dan dari paradigma yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun