Saya tertarik mengomentari acara Mata Najwa kemarin yang membawa topik "Pemicu Kontroversi". Seperti telah diketahui, dan saya tulis di judul, tamunya Mata Najwa adalah Hakim Sarpin dan Haji Lulung.
Saya ingin mengomentari tamunya yang pertama dulu.
Diawal Hakim Sarpin menyatakan, "...hadir di Mata Najwa hal terberat dalam hidup saya". Seperti menggambarkan keseriusannya menghadapi tantangan mengikuti jalannya talkshow bersama Najwa Shihab. Beliau mewanti-wanti tidak akan mengomentari putusannya di pra-peradilan yang lalu. Sebetulnya, saya pikir, itulah topik utamanya. Tentang seorang hakim yang sedang berada diluar segala keformalan kegiatan pengadilan.
Juga, di bagian awal-awal saya suka ketika Najwa Shihab bilang, seperti perundangan atau produk hukum yang lain, keputusan hakim sangat boleh dipertanyakan. Saya pikir ini sangat terkait dengan Bapak Hakim Sarpin sebagai seorang Hakim, yang tentu saja telah menjalani seleksi yang tidak mudah untuk menjadi seorang hakim.
Hakim Sarpin melaporkan beberapa orang karena merasa diperlakukan secara tidak sepatutnya/ dizalimi seperti misalnya dihina.
Seperti telah saya sampaikan, Hakim Sarpin menolak mengomentari putusannya di acara talkshow. Dan Najwa Shihab berulang kali membicarakan sesuatu yang disebut Sarpin Effect.
Saya pikir menarik mendengar beragam opini dari Hakim Sarpin. Mungkin jika tidak dibatasi durasi, menarik untuk mendengar pendapat setiap orang tentang hukum sebagai sebuah perangkat dalam konsep masyarakat berkeadilan. Tapi itu mungkin bisa jadi malah akan membuat acara talkshow menjadi terlalu berat. Ini akan cukup menarik: opini Hakim Sarpin tentang lembaga KPK, yang kebetulan menjadi 'peserta' dalam sidang yang dipimpinnya. Saya pribadi juga cukup tertarik mendengar pendapat Hakim Sarpin tentang seberapa perlu KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam perjalanan Negara ini. Bagi saya, dalam acara tersebut Hakim Sarpin berhasil meyakinkan telah memimpin sidang dan memberikan putusan dengan baik dan benar. Beliau mungkin memang menguasai materi hukum dengan sangat baik.
Menarik menjadi topiknya, jika saja beliau tak keberatan dengan bahasa yang ringan, sebetulnya hal apakah yang menjadi pokok pra-peradilan kemarin? dan apa sebetulnya hal yang diputuskannya? Kiranya ini momen yang sangat baik bagi Hakim Sarpin dan kita semua selain sekedar tahu adanya proses pra-peradilan terkait penetapan tersangka oleh KPK dan 'dimenangkan' oleh Budi Gunawan. Hal yang tentu juga baik untuk disimak para pengaju pra-peradilan yang lain.
Beralih ke tamu kedua di Mata Najwa: Haji Lulung. Sebetulnya saya bukan warga Jakarta. Tapi, saya setuju bahwa lebih dari sekedar masuk akal atau tidak angka yang dipasang untuk tiap item belanja, penetapan mana yang prioritas belanja adalah topik yang lebih penting. Dan lebih dari sekedar penetapan prioritas, penyelenggaraan belanja juga sama pentingnya. Jangan sampai proyek pemerintah dianggap sebagai proyek tidak hemat/berdana besar yang berpeluang di mark-up, dan tidak memaksa kualitas atau pun kaya fitur. Kita tentumenilai juga kinerja pemerintah, baik pusat atau pun daerah, melalui penyelenggaraan belanjanya.
Dan menurut saya, inilah topik lanjutannya. Lembaga perwakilan yang menjadi pengawas eksekutif, sebaiknya tidak terlalu membicarakan list belanja. Sebagai penyeimbang pemerintah, lembaga perwakilan menilai belanja yang disusun pemerintah dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Kiranya lembaga perwakilan, salah satunya, memang ditugasi untuk khawatir jika saja eksekutif tidak cukup cerdas dalam menyusun belanja hingga gagal dalam capaian yang seharusnya. Menurut hemat saya, lembaga perwakilan hanya cukup menyetujui jika susunan belanja tersebut sudah cukup baik, dan meminta perbaikan jika usulan anggaran belanja tersebut terpikirkan akan gagal menyejahterakan dan memajukan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H