Daun daun berluluhan bening embun berbulir
jernihnya menyapa jiwa mengajak serta bersenandung di taman kerinduan yang terhampar citra keindahan...
desau angin berdengung talu canda riuh pusaran angin tersirap melaraskan sketsa kidung cinta yang bertalu
sayup rintih samar terdengar menyesakkan dada
melunglaikan degub binal keakuan dirajaku...
dalam simpuh pekat sesal ini tersungkur
genangan peluhpun mengalir melintasi jejak gilas bentangan waktuku yang berurai arang gulana kusut masai pengobar tungku durjana pelumat perisai nurani...
masih dalam gilasan bentangan
aku terdampar di kesenyapan menyeringai lenguh menggeram diterawang fajar kehidupan
tatap nanarku bertumbuk berarak senyum kecut pada wajah wajah yang ku berasingkan
bergelut dingin bertelanjang dada mengurai simpul waktu berburu permata manikam simbol kebanggaan gembong gembong latar keduniawian...
galau aral melarutkan dendangan
melarung di nuansa gemulai langit malam ini yang merekah dengan pancaran cahaya gemilang bulan separo menerangi...
wahai bulir embun ijinkan aku menopang pada jernihmu yang memagut rindu di setiap pucuk pucuk hijau syukur hamparan rerumputan kalbu...
ijinkan aku takjub dalam keterpesonaan di kerajaan awan kala engkau terangkat surya atau lebih dari pada itu...
hmm...
semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H