Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dahlan Iskan Sempat Memarahi Sigun Batik karena Pekewuh

30 Mei 2022   19:01 Diperbarui: 31 Mei 2022   05:53 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guntur Sasono alias Sigun Batik (Dok Pribadi)

"Harga batik ini berapa?" tanya pak Dahlan Iskan pada Sigun Batik asal Ponorogo pada ivent 'House of Sampoerna Surabaya' tahun 2016.

"Diasto mawon.. " Jawab Sigun Batik Lukis waktu itu. Dia menjawab begitu karena bentuk terimakasihnya pada Pak Dahlan Iskan telah membuka pamerannya. Bentuk terimakasih atas fasilitas dan segala sesuatunya sehingga bisa terselenggaranya pameran di tempat bergengsi di Surabaya tersebut.

Mendengar jawaban tersebut pak Dahlan marah, Sigun Batik Lukis dianggap tidak bisa menghargai karya seninya sendiri.

"Anda saja tidak bisa menghargai karya seni anda sendiri, apalagi orang lain." Kata pak Dahlan Iskan.

Pak Dahlan Iskan dan batik yang dibelinya dari Sigun saat pameran (dok Pribadi)
Pak Dahlan Iskan dan batik yang dibelinya dari Sigun saat pameran (dok Pribadi)

"Bisnis ya bisnis, karya ya karya, persahabatan ya persahabatan jangan dicampur aduk. " lanjut pak Dahlan.

Pak Dahlan menginginkan batik yang dipegangnya, tapi tidak mau gratis.

Akhirnya perajin batik lukis yang bernama asli Guntur Sasono tersebut menghargai 500 ribu.

Pak Dahlan Iskan masih marah, menganggap masih dikasih courtingan karena telah membuka pameran. Harga 500 ribu masih dianggap sebagai gratifikasi.

Sigun bingung, gratis salah dikasih harga sebenarnya juga salah. Karena harga segitu sudah lebih dari cukup buat dia, sudah balik modal. Biasanya orang membeli karyanya 200-300 an ribu.

Sigun Batik menjelaskan pada pak Dahlan Iskan harga sebenarnya dan biasanya karyanya dihargai orang segitu. Akhirnya pak Dahlan membeli 4 lembar kain batik lukis karya Sigun dengan membayar 2 juta.

Bagi pak Dahlan murah banget, beda bagi Sigun sudah berhasil jual mahal banget. Apalagi sebagai penglaris, orang Jawa biasanya menyebut untuk orang pertama sebagai pembeli. Ada kepercayaan ada masalah pada penglaris akan terjadi banyak masalah pada pembeli berikutnya. Hal ini bagi orang Jawa sangat diugemi (dijaga) agar pembeli pertama atau penglaris atau buka dasar lancar dan mulus.

Sigun bingung pikiran dan batinnya campur aduk, apa yang salah sama dirinya? Dia sudah berhati-hati sampai ketakutan kemahalan bikin harga pada karyanya namun orang lain menganggap terlalu murah sampai memprotesnya.

Pada pameran House of Sampoerna Surabaya 2016 tersebut salah satu karya batik lukisnya laku 10 juta diambil kolektor.

Garasinya sebagai tempat berkarya (Dok pribadi)
Garasinya sebagai tempat berkarya (Dok pribadi)

Ruang tamunya disulap jadi gerai (Dok pribadi)
Ruang tamunya disulap jadi gerai (Dok pribadi)

Kolektor tersebut langsung menawar 10 juta untuk buka, berharap Sigun bisa diajak negoisasi. Bagi Sigun harga tersebut merupakan harga tidak masuk akal, sudah jauh terlalu mahal. Sigun Batik langsung mengiyakan, dan deal. Sigun takut kejadian sama Pak Dahlan terulang lagi.

Sebagai rasa terimakasih Sigun mencari panitia ingin memberikan tips, tapi panitia tidak mau dan tidak berani karena tidak boleh. Sigun bingung, pameran gratis, sewa tempat gratis, semua keperluan baik stan instalasi lampu gratis, bahkan sampai konsumsi.

Sejak saat itu Sigun Batik takut menghargai batik lukisnya.

Ada batik berupa play art dan juga fine art (Dok Pribadi)
Ada batik berupa play art dan juga fine art (Dok Pribadi)

Batik lukis kini menghidupi Sigun dan keluarganya (dok Pribadi)
Batik lukis kini menghidupi Sigun dan keluarganya (dok Pribadi)

Sigun Batik Lukis ialah seniman lukis yang karyanya diabadikan dalam bentuk batik lukis. Gerai atau rumahnya di daerah kecamatan Kauman, 4 km-an dari kota Ponorogo ke arah barat. Dia juga seorang guru seni rupa di SMA dekat rumahnya. Di rumahnya seringkali kedatangan anak magang, belajar batik lukis. Pondok pesantren Gontor pernah datang juga, seperti pada tulisan saya beberapa tahun yang lalu. 

Kejadian seperti cerita di atas terjadi lagi saat pameran seni rupa di mall Ponorogo. Saat itu kami dan Sigun sama-sama ikut pameran, Sigun Batik lukisnya sedangkan kami pameran fotografi dalam satu lokasi pada ivent yang sama.

"Mas Sigun aku nempil karya batikmu yang ini, tapi aku cuma bawa uang cash sejuta, minta nomor rekeningnya nanti aku tranfer. " kata dr Praminto teman saya sesama peserta pameran.

Lagi-lagi Sigun bingung, batik lukis dihargai 500 ribu kok dibayar sejuta masih minta nomor rekening akan ditransfer lagi. Bingungnya lagi sesama peserta pameran yang selama ini sudah akrab, sering kumpul dan ngopi bareng.

Sigun Batik, ngomong sebenarnya pada dr Praminto tentang harga sebenarnya bukan masalah pertemanan. Akhirnya deal dr Praminto memaksa agar uang 1 jutanya diterima.

Menjadi jujugan buat jajan, orang yang pulang dari Ponorogo (Dok pribadi)
Menjadi jujugan buat jajan, orang yang pulang dari Ponorogo (Dok pribadi)

Begitupun saat kunjungan menteri BUMN Erick Tohir ke Ponorogo beberapa waktu yang lalu, saat mau pulang ke Jakarta pak Menteri minta dibungkuskan 4 lembar batik lukis karyanya. Tadi siang saat saya tanya dikasih uang berapa? Sigun Batik tertawa sambil mempersilakan kopi pada saya biar tidak keburu dingin.

Orang-orang itu aneh, dia bilang apa adanya katanya ewuh pekewuh, katanya sungkan, katanya tidak enak hati pada pembelinya. Padahal dia sudah ketakutan ngasih harga segitu karena anggapannya sudah kemahalan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun