Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

dr Gunawan Ponorogo, dan Dokter-dokter Gunawan dari Ponorogo

29 Agustus 2021   08:44 Diperbarui: 29 Agustus 2021   13:37 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monitor di ruang ICU


"Apakah yang aku alami kemarin mirip Deddy Corbuzier?" Tanya temanku.

"Mungkin, bisa jadi lebih dari dia." Jawabku.

"Dapat obat-obatan seperti yang diberikan dokter Gunawan pada Deddy Corbuzier juga?"

" Iyaa... dan semuanya gratis ditanggung pemerintah." Jawabku. Bahkan mendapatkan obat-obatan pengencer darah untuk mengatasi darahnya yang terlalu pekat. Agar tidak terjadi sumbatan.

Temanku seorang nakes, sudah dapat 2 kali vaksin, jalani protokol kesehatan, olahraganya baik, kondisi tubuhnya selalu diupayakan prima.

Entah dari mana paparan virus covid masuk rumahnya, bisa dari dia yang nakes yang saban hari berjibaku orang terpaapar covid, bisa juga dari anaknya yang sudah remaja, bisa juga dari pembantunya yang saban sore pulang ke rumah.

Seisi rumah terpapar,  bapak-ibu mertuanya, budenya, dia dan anak istrinya.

Bapak mertuanya masuk RS duluan, dia beranggapan bapak segera mendapatkan pertolongan di RS sementara dia bisa mengcover keluarganya yang di rumah.

Minggu ke 2 minggu yang tak terlupakan bagi dia, bapaknya aman, keluarganya yang lain aman.

Dadanya mulai terasa penuh, berjalan ke kamar mandi sudah megap-megap.

Saturasi semakin turun di bawah 90. 

Lewat telepon dia masih bertahan dirumah belum mau ke RS

"Cepet masuk, nanti aku jadikan sekamar dengan bapakmu." Kataku pagi itu. Tapi dia belum masih bersikeras bertahan.

Siangnya istrinya telepon, kondisinya makin drop.
Koordinasi dengan puskesmas dia dikirim ke RS, dan kordinasi dengan IGD dan ruang mana nanti dia akan dirawat.

Langsung ditangani rekan-rekan IGD, dan dilakukan scan thorax.

"Bek mas, putih brih." Kata temen radiologi mengenai hasil scan thoraxnya.
Yang artinya mengalami pneumonia bilateral, kanan kiri sudah penuh putihnya.

"Masuk ICU mas, gak mungkin di ruang biasa." Kata dokter IGD.

"Antisipasi kegawatan, dan pemberian steroid tinggi yang hanya mungkin diberikan di ICU." Imbuhnya

Beruntung ada tempat tidur kosong di ICU buat dia, mau tidak mau dia manut.

Dokter punya pertimbangan matang, dari pemeriksaan bisa diketahui situasi dan  keadaan pasien, dan bagaimana kegawatan yang dihadapi bisa berujung kematian.

"Manut, yang terbaik." Kataku, kataku pada keputusan dokter IGD.

Temanku juga tak punya pilihan selain pasrah, sebagai nakes dia banyak tahu hal yang mungkin akan terjadi.

"Ngeri yaa, bersyukur pada keputusan team IGD dan RS yang begitu cepat ambil keputusan. " Kata temanku.

"Ngeri orang datang, mati silih berganti didekatku di IGD dan ICU, bersyukur aku bisa melewatinya katanya berkaca-kaca.

"Luar biasa banyak dokter Gunawan - dokter Gunawan di Ponorogo." Pujinya, dan beruntungnya lagi semua obat-obatan ditanggung pemerintah termasuk tranfusi plasma Convalesen-nya. Yakinlah semua dokter akan berbuat hal sama demi pasiennya seperti yang dilakukan dokter Gunawan yang asli Ponorogo.

Dia masih muda, tak punya comorbird, dapat vaksin 2 kali, rajin olahraga, menjadi modal awal untuk melawan COVID-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun