Tanggal 17 Maret 2019 kemarin perawat Indonesia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-45. Hari ulang tahun yang tak semua perawat Indonesia ingat hari jadinya. Tema tahun ini "Keluarga dan Masyarakat Sehat Bersama Perawat"
Hari jadi di tahun politik yang penuh hiruk pikuk persiapan pesta demokrasi yang sangat rawan dengan gesekan.
Siapa perawat? Bagaimana perawat? Mau dibawa ke mana perawat? Adalah pertanyaan klasik yang seakan tidak pernah terurai sedari dulu dan tak pernah terjawab.
Pada debat calon Wakil Presiden masalah kesehatan disinggung. Meski tidak spesifik tenaga perawat disebutkan, tapi ada arah ke sana. Kyai Ma'aruf Amin menyebutkan tentang pembangunan kesehatan yang luas tak hanya terfokus pada pengobatan (kuratif).Â
Preventif, promotif, kuratif, dan kurang rehabilitatif yang belum disebut. Senada dengan tema hari jadi perawat, jika keluarga dan masyarakat menjadi fokus dalam pembangunan kesehatan.
Kesemuanya adalah bidang garap perawat. Perawat dipersiapkan untuk hal itu. Kuratif lebih banyak dilakukan di rumah sakit. Sedangkan preventif, promotif, dan lebih banyak diaplikasikan pada masyarakat.
Tenaga kesehatan 60 persen adalah perawat. Mereka bertugas 24 jam per hari, tujuh hari per minggu dan tidak terbatas pada geografi. Mulai perkotaan, kecamatan, desa, sampai pegunungan.
Dulu Gubernur Jawa Timur Sukarwo pernah mencanangkan satu desa satu perawat melui program Poskesdes, Pondok Kesehatan Desa. Menurut Gubernur Sukarwo kala itu, Ponkesdes sangat penting dalam rangka meningkatkan upaya preventif dan promotif.Â
Menurut Pakde Karwo jika pola kesehatan preventif, promotif bisa berjalan diharapkan bisa mengurangi beban BPJS yang lebih mengcover kuratif. Dengan adanya Ponkesdes, masyarakat jadi tenang merasa dekat dengan pelayanan kesehatan.Â
Kembali pada profesi keperawatan yang sedang berulang tahun menjelang pesta demokrasi. Majunya sebuah profesi ketika mendapatkan pengakuan baik secara subtansial maupun secara profesional. Baik secara hukum maupun secara kelembagaan.
Menjelang tahun politik begini sudahkah perawat terwakili? Adakah para calon-calon legislatif maupun utusan ada keterwakilan perawat? Atau paling tidak memikirkan nasib perawat?
Perawat harus bersatu padu, bergandengan, saling topang dan berusaha untuk memikirkan nasibnya. Wadah organisasi harus diperkuat, tak lagi menjadi obyek tapi sudah waktunya menjadi subyek.
Bagaimana caranya? Dengan memasukkan sebanyak-banyaknya perawat ke dalam unsur pemerintahan (birokrasi), baik eksekutif maupun legislatif.
Seperti berkejaran dengan waktu, pesta demokrasi semakin dekat. Induk organisasi harus bergaining, sesekali harus mengaum, bosanlah mengembik.
Perawat tidak boleh buta politik, perawat tidak boleh apatis politik, apalagi fobia politik. Siapa lagi yang akan memikirkan perawat kalau bukan perawat sendiri.
"Selamat Hari Jadi Perawat, Selamat Berjuang dan Mengabdi Dimanapun Anda Berada"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H