Dulu imam masjid, muazin, penabuh kentongan dan bedug mendapatkan gaji berupa tanah bengkok.
Sedari dulu penduduk tidak berani mengadakan pagelaran wayang kulit karena dianggap hura-hura di tempat keramat, pernah beberapa tahun yang lalu pihak desa mengadakan bersih desa dengan menggelar pagelaran wayang kulit untuk mematahkan mitos, namun lagi-lagi masyarakat tidak berani melakukan hal tersebut.
Dulu tanah di desa Pulung Merdiko ini bebas pajak, namun dua puluhan tahun yang lalu orang ramai-ramai menyertifikatkan tanahnya karena takut akan hak kepemilikannya kelak.
Sampai saat ini komplek makam beliau masih terawat, asri, dan sejuk terasa damai. Peziarah selalu ingin kembali lagi untuk berziarah karena suasana yang hening dan khidmad di daerah ini.
Menjelang ujian nasional dan pedaftaran pegawai negeri sipil makam dan masjid ini juga ramai dikunjungi peziarah yang memanjatkan doa, karena tempat ini dianggap mustajab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H