Topikpun berganti dari fotografi menjadi menulis, saya berhasil mengalihkan isu pembicaraan. Peserta semakin antusias terlebih beberapa peserta sudah mulai membuka IG, FB dan akun Kompasiana milik saya. Dari situ mereka mulai tahu kebiasaan dan hobi saya.
Saya ceritakan motret itu biasa anak kecil saja bisa, begitupun nulis juga biasa anak TK saja bisa. Yang luar biasa kalau kita bisa motret sekaligus bisa menulis. Menulis apa yag kita potret, atau sebaliknya memberikan potret pada tulisan kita.
Pada sesi tanya jawab, luar biasa hampir separuh mereka berebut bertanya. Bagaimana mengawali nulis, bagaimana tulisan yang bisa dimuat di Kompasiana, bagaimana membuat akun di Kompasiana, bagaimana tentang plagiat, bagaimana kalau tulisan kita dikomplain pembaca, bagaimana ada yang membaca tulisan kita, bagaimana kita bisa menulis dan dipilih oleh admin sebagai tulisan yang layak, bagaimana membagi waktu antara pekerjaan dan waktu untuk menulis ataupun memotret.
Satu per satu saya jawab langsung. Saya ajari buka akun Kompasiana, gampang bisa lewat email ataupun akun FB. Untuk awal menulis pelajari tentang peraturan menulis yang ada di Kompasiana, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh begitu pula foto yang dicantumkan.
Anggap saja Kompasiana adalah buku harian kita, tulis apa saja asal tidak melanggar konten. Anggap saja Kompasiana adalah ibu ataupun sahabat dekat yang kita curhati kapan saja dan dimanapun kita berada. Anggap saja Kompasiana adalah gudang penyimpanan segala suka duka kita, yang kapan saja bisa kita buka untuk nostalgia. Ada beberapa kanal di Kompasiana terserah suka yang mana, atau bebas sesuai apa yang akan ditulis.Â
Jangan menulis SARA atau politik dulu saran saya bila kita tak cukup ilmu untuk itu, intinya jangan mengundang kontroversi. Yang suka galau dan suka caption tulisan-tulisan yang selama ini ditaruh di FB dan IG bisa dialihkan di kanal Fiksiana, imbuh saya. Tulisan reportase harus jujur, pahami kaidah tulisan ataupun foto yang melanggar terutatama soal pornografi, asusila dan kekerasan.
Bagaimana bisa menulis dan bisa dibaca banyak orang? Banyak membaca, dan pelajari tentang tulisan yang banyak dibaca orang. Untuk awal jangan terlalu banyak berharap dulu, tapi rajinlah banyak membaca terutama apa yang banyak dibaca orang.
Semakin siang semakin seru, untung saja suara orang sholawatan di masjid Kyai Ageng Besari sudah terdengar melalui speaker masjid. Pertanda 15 menit lagi kumandang adzan dhuhur, ini yang menolong saya dari serbuan pertanyaan adik-adik peserta pelatihan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Millah RM Â IAIN Ponorogo. Saya berjanji bila diperlukan kapan saja bisa menularkan apa yang saya punya, bahkan kalau perlu nanti saya menghubungi pihak Kompasiana khusus datang ke kampus untuk memberikan pelatihan khusus tentang tulis menulis dan fotografi jurnalistik.
- Foto itu tanpa dipublikasi hampa
- Tulisan tanpa foto kurang mengena
- Seorang jurnalis itu tak hanya pintar memotret, tapi harus pintar menulis
- Seorang jurnalis harus tajam nalurinya, harus cepat membaca persoalan, harus bisa merepresentasikan hasil peristiwa yang direkamnya
- Foto jurnalis sering didapatkan dari peristiwa yang tak terduga.
- Foto jurnalis mampu berbicara beribu makna sehingga pesan mampu ditangkap oleh para pembaca
- Jurnalis foto tidak perlu ribet mengatur setting-an kamera, setting otomatis. Momen akan terlewatkan bila terlambat
- Seorang jurnalis menyukai perjalanan karena beribu momen indah dan unik akan hadir dengan cuma-cuma jika mampu memanfatkan
- Jika anda ingin melihat luasnya dunia maka membacalah
- Jika anda ingin dikenang dunia maka menulislah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H