Menurut beliau  selain bentuk di atas juga sering dipesan  Rebana Banjar, Rebana Biang, Hadroh, Marawis, Kompang, Jidor.
Untuk tenaga kerja dibantu tetangga kana kirinya, tidak melibatkan santri karena tujuan santri datang ke pesantrennya belajar. Sehingga beliau tak ingin membebani santrinya. Peralatannya juga masih sederhana menggunakan mesin bubut rekayasa sendiri yang ditaruh di teras belakang.
Dulu yang mengawali ayahnya yaitu Kyai Kaulan, beliau hanya meneruskan apa yang telah dimulai oleh ayahnya. Sehabis kunjungan pak Camat pihak pemda sering meminjam rebananya diikutkan pameran, sehabis pameran dikembalikan lagi.
Banyaknya pondok pesantren di daerah Mlarak ataupun Ponorogo menjadikan kompangnya dikenal sampai beberapa daerah bahkan mancanegara. Karena para santri yang ada di Ponorogo kebanyakan dari luar pulau, bahkan dari Malaysia dan Brunei. Sepulang dari mondok mereka memesan alat musik tersebut, karena alat musik tersebut sangat familiar di tempat asalnya daripada di Ponorogo.
Siapa sangka pondok pesantren Darun Najaa di pinggiran Ponorogo tersebut  memproduksi alat musik berkelas dunia. Pemesannya sampai manca negara, meski di kabupaten Ponorogo seakan luput dari perhatian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H