Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rebana Lokal Tembus Mancanegara, Meski di Daerah Asal Luput Perhatian

3 Oktober 2017   18:53 Diperbarui: 4 Oktober 2017   11:01 2626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut beliau  selain bentuk di atas juga sering dipesan  Rebana Banjar, Rebana Biang, Hadroh, Marawis, Kompang, Jidor.

beda daerah beda nama, beda ukuran, beda peranngkat, serta beda pula harganya.Dokumentasi pribadi
beda daerah beda nama, beda ukuran, beda peranngkat, serta beda pula harganya.Dokumentasi pribadi
rebana per set siap kirim. Dokumentasi pribadi
rebana per set siap kirim. Dokumentasi pribadi
Menurut kyai Masbub yang menjadi kendala produksinya adalah bahan baku, sulitnya mencari kayu maoni sebagai frame dan kulit kambing dan sapi yang sulit didapatkan. Kayu maoni semakin langka untuk mengakalinya memakai kayu mangmangag mirip keras dan teksturnya. Sedangkan kulit dia memesan pada penjual gulai sate kambing dan rumah potong hewan, itupun harus berebut sama pengrajin persamaan kulit untuk sepatu.

Untuk tenaga kerja dibantu tetangga kana kirinya, tidak melibatkan santri karena tujuan santri datang ke pesantrennya belajar. Sehingga beliau tak ingin membebani santrinya. Peralatannya juga masih sederhana menggunakan mesin bubut rekayasa sendiri yang ditaruh di teras belakang.

Dulu yang mengawali ayahnya yaitu Kyai Kaulan, beliau hanya meneruskan apa yang telah dimulai oleh ayahnya. Sehabis kunjungan pak Camat pihak pemda sering meminjam rebananya diikutkan pameran, sehabis pameran dikembalikan lagi.

Banyaknya pondok pesantren di daerah Mlarak ataupun Ponorogo menjadikan kompangnya dikenal sampai beberapa daerah bahkan mancanegara. Karena para santri yang ada di Ponorogo kebanyakan dari luar pulau, bahkan dari Malaysia dan Brunei. Sepulang dari mondok mereka memesan alat musik tersebut, karena alat musik tersebut sangat familiar di tempat asalnya daripada di Ponorogo.

Siapa sangka pondok pesantren Darun Najaa di pinggiran Ponorogo tersebut  memproduksi alat musik berkelas dunia. Pemesannya sampai manca negara, meski di kabupaten Ponorogo seakan luput dari perhatian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun