Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beku, Ditodong Menjadi Guru Dadakan Fotografi

24 September 2017   08:06 Diperbarui: 24 September 2017   08:08 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hall PCC menjadi tempat kami berbagi

Antusiasme pengunjung tidak surut meski beberapa hari lagi pameran berakhir. Pengujung paling ramai saat jam belanja dan jam pulang sekolah. Terlebih ketika sinemax bioskop Ponorogo City Center (PCC) berakhir. Para penonton bioskop yang didominasi muda-mudi terutama anak SMA yang masih berseragam sekolah.

Pintu lift yang berdekatan dengan stan pameran fotografi membuat kebanyakan dari mereka langsung berhambur ke stan pameran yang berada dalam satu gedung di mall PCC.

Rasa ingin tahu mereka tinggi, bertanya tentang apa saja yang berhubungan dengan fotografi.

Mereka kebanyakan menanyakan tehnik memotret, kamera yang dipakai, apakah kamera handphone bisa dimaksimalkan seperti foto yang dipamerkan.

"Mas punya waktu untuk mengajari kami?" kata Nelly. Dia spontan menodong. Terpaksa mas Sigid dan mas Shandy kebetulan jaga harus menjadi guru dadakan. Yang satu rombongan diajari, rombongan lain datang minta diajari, begitu selanjutnya.

Belum lagi serombongan siswa yang datang bersama gurunya juga memohon untuk diajarkan.

mas Eric pengelola Mall PCC memfasilitasi kami untuk saling berbagi
mas Eric pengelola Mall PCC memfasilitasi kami untuk saling berbagi
Hall PCC menjadi tempat kami berbagi
Hall PCC menjadi tempat kami berbagi
Biar tidak kewalahan akhirnya kami putuskan mberikan pelatihan singkat fotografi secara berkelompok. Paginya mas mas Shandy dan mas Sigid mendatangi sekolah mereka. Tepatnya di MAN 2 Ponorogo.

Sambutan hangat dari mereka, antusias dan rasa ingin tahu besar sekali.

Besoknya lagi datang rombongan dari SMK Negeri 02 Ponorogo bersama bapak ibuk gurunya. Beruntung mas Eric pengelola mal PCC memfasilitasi, kami diberikan tempat di hall depan kami pameran. Kursi dan snak disediakan oleh anak buah mas Eric, begitu pula alat peraga yang kami perlukan.

Fotografi adalah seni cahaya, seni membekukan cahaya kata mas Sigid. Untuk menghasilkan sebuah foto yang bagus ada beberapa syarat. Syarat yang paling utama adalah ada pencahayaan, tanpa cahaya atau pencahayaan yang baik akan terlalu sulit untuk menghasilkan foto yang bagus.

Syarat kedua menurut mas Sigid, adalah orang yang memotret. Harus mengerti seni, tehnik, dan punya kreatifitas.

Syarat ke tiga adalah harus ada kamera. Kamera tak harus DSLR atau mirorrles yang lagi ngetrend, kamera handphone bisa dimaksimalkan terlebih handphone keluaran baru dilengkapi kamera yang mumpuni. Jangan berkecil hati memotret memakai handphone, kata mas Shandy. Untuk foto yang diupload di media sosial dirasa cukup kalau memakai handphone keluaran sekarang.

dr Praminto dan mas Sigid (berjaket) selalu dimintai foto bersama selesai memberi materi
dr Praminto dan mas Sigid (berjaket) selalu dimintai foto bersama selesai memberi materi
Baru aksesoris seperti flash, lensa tambahan, tripod bisa belakangan. Yang penting tahu tehniknya. Menurut dr. Praminto komposisi sangat menentukan foto itu menarik atau tidak.

Pada kesempatan tersebut adik-adik dari SMK Negeri 02 Ponorogo berkesempatan praktek. Memotret memakai handphone dengan media lampu.

Lampu tak harus mahal, bisa memanfaatkan lampu belajar. Biground bisa memakai kertas putih atau hitam yang dibikin melengkung. Ada kelebihan memakai lampu dari pada memakai flash yang ada di handphone, kata mas Sigid. Menurutnya obyek yang dipotret tidak memantulkan cahaya, dan tidak terlalu silau sehingga foto yang dihasilkan tidak pucat.

Beku sendiri awalnya terbentuk dari obrolan warung di warung kopi. Nama Beku juga sepontan ketika saya disuruh mengistilahkan foto. Foto adalah membekukan momen, ataupun membekukan sesuatu. Membekukan bisa diartikan mengawetkan biar bisa dinikmati orang lain yang mungkin jauh di sana atau bahkan generasi setelahnya.

Beku tidak punya kantor, tidak punya sektretariat. Tapi sudah 5 tahun belakangan ini Beku diminta oleh pemerintah daerah Ponorogo lewat dinas pariwisata untuk melaksanakan pameran fotografi tentang Ponoragan. Hal-hal tentang Ponorogo baik wisata, budaya, ekonomi, sosial, adat istiadatnya terutama untuk promosi kepariwisataan. Bahkan pernah disponsori kementrian pariwisata dengan tema Pesona Indonesia beberapa tahun yang lalu.

Foto-foto beku juga menghiasi baliho baliho di jalanan Ponorogo, meski gratis kami bangga ibarat pameran foto ditonton ribuan orang saban hari sampai berbulan-bulan.

Beku sendiri beranggotakan bermacam profesi, ada dokter, orang cetering, wiraswasta, orang sastra, seniman, pegawai PLN, perawat, karyawan dieler, bahkan pelajar dan mahasiswa. Semuanya punya hoby sama memotret, punya kamera, wajib setor karya waktu pameran. Beku mandiri semua alat pameran sudah milik sendiri seperti stand, pigora, peralatan, sampa LCD.

Bahagia bisa berbagi, dan bahagia menjadi bagian sejarah. Terima kasih teman-teman Beku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun