Rasa lelah terbayar sudah setelah berjalan kaki hampir 1 kilo meter sambil memanggul ban dalam. Panorama alam yang indah dan udara segar membuat perjalanan tak terasa. Ban dalam bekas truk atau bus yang dipompa dan dikasih tali temali untuk pegangan harus erat dipegang karena bila lepas akan menggelinding di curamnya jalan setapak yang dilalui. Jalan yang setiap hari dipakai masyarakat mencari kayu di hutan. Dinginnya udara di lereng gunung Wilis sisi barat daya serasa tak mampu membuat keluar keringat, meski rasa pegal di tungkai sangat terasa.
Pemandu yang sedari bawah terus bercerita sambal berjalan tentang wahana tubing tiba-tiba menyuruh rombongan untuk berhenti.
“Oke stop… kita mulai dari sini saja… “ kata pemandu. Nampak sungainya lebih datar dan tak banyak bebatuan besar, begitu pula hutan di sekitanya lebih mirip ledokan (cekungan) besar yang memanjang ke arah asal sungai.
“Assalamu’ alaikum… selamat pagi, selamat datang di wahana tubing Mendak… mongo kita cek jaket keselamatan, helm, pelindung lutut, pelindung siku apakan sudah dipasang dengan benar…..” kata pemandu.
“Kita nanti mulai dari tempat yang lebih datar ini, kita naik satu persatu, ada dua pemandu yang berada di depan dan belakang, dan di setiap pos yang kita nanti ada pemandu yang akan selalu siap selalu bila ada sesuatunya. Sebelumnya mari kita berdoa dulu, berdoa mulai….” Kata pemandu.
“Berusaha menghadap ke depan apapun yang terjadi, tetap berpegangan, dan bila terjatuh segera lepaskan ban, kami nanti segera membantu…” katanya lagi meyakinkan agar peserta tidak takut.
Pengalaman yang luar biasa mendebarkan, mungkin ini yang dibilang orang jantung terasa mau copot. Dihantam liarnya derasnya sungai terlempar kesana-kemari. Terbanting ke kanan - ke kiri. Berkali-kali terjatuh dan terjebur dalam dinginya air sungai yang dibawah 8 derajat celcius. Batu-batu sepanjang sungai selalu siap menghantam kita bila lengah, tetap berpegangan dan tetap berposisi dalam tengahnya ban. Karena lebarnya ban bisa membatasi anggota badan kita yang terluar dari hantaman batu yang berada di sepanjang sungai. Jangan kaget bila ban yang kita tumpangi tiba-tiba melewati batu sehingga pantat kita berada di atas batu tersebut, ada perasaan geli terkadang nyeri bila lewatnya berada pada arus deras. Seringkali pula kaki kita tersengkut ranting atau batu dipinggiran kali, maka dari itu paling aman memakai celana tebal (jens) dan sepatu atau alas kaki yang tahan air.
Seringkali ban yang kita tumpangi tiba-tiba berbalik arah dan berputar-putar dibawa arus, sehingga kita terpisah dari rombongan. Tak jarang pula kita terlempar keluar dan terlepas dari ban, terutama pada arus deras yang mirip tangga-tanga disungai, jangan takut petuga selalu mengawasi jalur yang kita lalui. Ada puluhan pemuda pengelola tubing mendak ini yang akan membantu bila terjadi apa-apa.
Seru dan luar biasa, meski sebelumnya sudah pernah merasakan wahana sejenis seperti di Kali Oyo, Gunung kidul, Madiun. Yang membedakan di Tubing Mendak ini suasana alam masih alami, sungainya masih bersih dan jernih sehinga berkali-kali minum air aman. Airnya yang jernih ini juga diandalkan oleh warga dan PDAM sebagai sumber mata air. Banyak pipa-pipa besar di sisi kiri sungai, namun air yang diambil jauh di atas tempat start tubing sehingga tidak menganggu.
Wahana tubing Mendak ini belum genap berusia 4 bulan, namun animo masyarakat luar biasa. Lokasi wahana ini berada pada pada wilayah desa Wagir kidul Kecamatan Pulung, kurang lebih 30 km dari kota Ponorogo menuju arah timur. Yakin tempat ini kelak bisa menjadi pusat olah raga air yang extrim, seperti tubing bahkan arum jeram. Saya juga yakin investor bakalan berebut ke tempat ini untuk investasi. Tapi siapkah masyarakat sekitar menerima investor? Karena selama ini pemuda daerah sini getol mengelola dan sudah bisa diandalkan menjadi sumber mata pencaharian. Banyaknya spot sepanjang sungai dengan wahana yang sama mungkin kelak akan menjadi kendala tersendiri. Terutama bagi mereka yang sudah nyaman dengan keadaan sekarang, keadaan dimana dia bisa meraup keuntungan dan diandalkan sebagai sumber kehidupan.
Perlu keberanian untuk keluar dari zona nyaman tentunya untuk memperoleh perubahan yang luar biasa ini. Perlu kesiapan mental, kalau wisata bisa berkembang.
Ada ketakutan dari beberapa pemuda yang saban hari mengelola tempat ini kalau ada investor masuk. Terus kita nantinya bagaimana? Mungkin itu yang terlintas dalam benaknya. Tentunya investor juga akan melibatkan mereka dalam mengelola, dan tentunya saling menguntungkan. Tugas pemerintah dan para pengambil keputusan untuk mediasi tentunya.
Sarana dan prasarana perlu dilengkapi, perlu adanya team pendamping sehingga setiap bangunan tertata. Karena warga sekita sudah mulai maraj mendirikan bangunan-bangunan di bibir sungai, yang sudah menggangu keindahan sungai. Perlu team yang bisa mendampingi untuk kemajuan tempat ini. Karena wisata daerah ini sungguh menjanjikan.
Ini langkah awal, semoga kemajuan dan tertatanya tempat ini membawa berkah khususnya warga masyarakat Mendak. Perlu pengorbanan untuk meraih sesuatu yang jauh lebih baik.
*) salam jalan-jalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H