di pasar tradisional pembeli diajarkan pinta dan jeli memilih barang, seperti halnya memilih kelapa yang terbungkus batok kelapa
barang baru, karena di pasar tradisional tidak ada media penyimpanan seperti di pasar modern
Di pasar tradisional orang dipaksa pintar dalam memilih, beda di pasar modern orang tak ada pilihan. Mbah Painah selalu memilah dan memilih jenis kelapa apa yang akan diperlukannya. Buat santan kelapa yang tua dengan batok kelapa yang berwarna coklat, kelapa muda untuk botok dengan batok kelapa yang coklat muda. Untuk daging buah dia memastikan dengan ketukan pada batok kelapa, bila redup bisa dipastikan daging buah tebal. Untuk kelapa yang ua airnya sudah kocak, untuk yang muda tidak bisa dikocak-kocak dan lebih terasa berat. Menurut mbah Painah kelapa yang sudah dibelah harus dibeli apapun kondisinya, maka dari itu dia harus pandai-pandai memilih.
Begitu pula mbak Parti harus jeli untuk mendapatkan ikan tongkol dia punya tips untuk memilih ikan. Kalau salah ikan tidak bisa dimasak alias busuk. Ikan di pasar tradisional menurutnya lebih fresh tanpa pengawet dan tanpa pendingin yang berlebihan. Barang tidak sebanyak di pasar modern, saat itu juga ikan harus habis. Dia lebih memilih membeli agak siangan sedikit menjelang pasar tutup karena harganya lebih murah dibanding awal-awal pasar buka.
jariaritmatika?? perlu diajarkan lagi di pasar tradisional agar tidak mengandalkan kalkulator
Dulu orang pasar tradisional pintar-pintar dalam berhitung. Belum ada kalkulator atau komputer, dulu memakai sempoa kayu atau dihitung memakai kertas lusuh. Namun sekarang sulit kita dapatkan lagi, mereka sangat tergantung pada mesin hitung.
"Ikan tongkolnya 7 reyek, per reyek 6 ribu..." Kata penjual ikan tongkol, sambil menerima uang 50 ribuan. Bukannya segera memberikan kembalian namun si penjual masih memenceti kalkulator, sehingga kena protes pembeli.
"Oalah pak 50 ribu dikurangi 42 ribu kok pakai kalkulator segala..." Protes perempuan pembeli itu sewot.
Perempuan tadi sambil menerima kembalian sambil ngomel-ngomel, perlu pelajaran sempoa pada orang pasar gerutunya.
bank thithil ciri khas pasar tradisional, penyokong permodalan pedagang meski bunga mencekik
Ada yang menarik di pasar tradisional yaitu keberadaan
'bank thitil', mereka orang yang meminjamkan uang berbunga. Angsurannya setiap hari ketika pedagang berjualan. Meski sudah ada bank yang lebih murah bunganya namun pedagang lebih mengandalkan bank thitil ini. Simple, cepat, tanpa mengurus administrasi, tanpa anggunan, tak perlu datang ke bank untuk mengangsur. Inilah potret orang Indonesia yang tidak mau ribet birokrasi dan tak suka antri. Dinamakan bank thitil karena hari ini hutang besoknya sudah ditagih angsuran, dan angsuran setiap hari. Kalau barang
dithitili sedikit demi sedikit.
Gampang untuk menemukan bos bank thitil, pakaiannya.menyolok, dengan perhiasan yang banyak, selalu bawa buku kecil, tas dan pastinya dikerumuni orang banyak seperti gambar di atas.
kumuh, kotor, becek adalah salah satu kelemahan pasar tradisional
Paling suka ketika tiba waktu sholat, begitu adzan dari masjid pasar berkumandang  sebagian besar pedagang segera meninggalkan dagangan begitu saja.
"Nitip ya yu..." kata pedagang cabai tersebut kepada pedagang tempe di sebelahnya.
"Yo wis tinggalen, Kowe disiko mengko gentian..." jawab penjual tempe, memersilakan penjual cabai untuk sholat subuh lebih dulu dan nanti gantian menjaga.
Lihat Humaniora Selengkapnya