Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Pada Penggembala Bebek di Prambon Nganjuk

2 Januari 2017   18:02 Diperbarui: 2 Januari 2017   18:34 3969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia berpindah-pindah, sebelum di Prambon Nganjuk ini dia dari Ngawi dan Saradan. Dia selalu tahu daerah-daerah mana yang sehabis panen. Sama dengan pak Kusiyar dia membawa bebek-bebek remaja pra bertelur. Hanya saja dia menggembalakanya pagi dan sore jadi nyaris tak memberi pakan. Pakan yang dibawanya hanya sebagai cadangan saja kalau persawahan kurang sumber makanan.

Bebek-bebeknya diberi tanda cat merah pada ekornya, dia takut tertukar dengan bebek sesama penggerakan yang sering bertemu dalam satu area.

Tiap bebek remaja dengan harga kisaran 70-80 ribu. Ketika siap bertelur keluarganya dari Jombang akan menemuinya di tempat di mana dia menggembala untuk dibawa pulang. Ditukar lagi dengan bebek remaja lagi. Begitu terus saban bulan ada pertukaran bebek.

Menurutnya harga telur bebek per biji 1500, tidak perlu menjual ke pasar karena pembeli sudah berebut datang ke kandangnya. Untuk bebek-bebek yang sudah tidak produktif sudah punya langganan untuk bebek goreng. Para pedagang bebek goreng sudah memesan jauh hari. Dan hasilnya digunakan lagi untuk membeli anakan bebek yang mendekati remaja. Dan begitu seterusnya.

“Tak takut terkena wabah penyakit menular yang bikin bebek-bebeknya mas?” tanya saya.

“Hidup itu penuh resiko, kalau tak berani ambil resiko akan tertindas jaman, kalau takut resiko semua hanya dalam angan..” jawabnya, lagi-lagi diplomatis seperti pak Kusiyar. Membuat saya geleng-geleng kepala lagi.

“Urusan berhasil dan tidak urusan Allah, saya sudah berupaya, Allah bukan menilai hasil tapi proses, kerja dan kerjakan apa yang kita bisa mas...” katanya lagi menohok.

Luar biasa...

Terima kasih pak Kusiyar, terima kasih mas Agus.

*) AM

*) PM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun