Wisnu kegirangan, kebahagiannya tidak bisa ditutupinya. Sambil menuruni anak tangga dari lantai atas, lantai tempat para managemen berkantor dia bergegas mendekati saya.
“Pak Kumis... Pak Kumis aku diijinkan njemput istriku… kita jadi berlibur ke Bali…,” kata-katanya nerocos mengisyaratkan kegembiraan.
Ini adalah bulan kedua bagi saya mengikuti pelatihan magang di salah satu rumah sakit khusus di Yogyakarta. Untuk hal itu, selama tiga bulan saya harus meninggalkan kantor, teman, anak, dan istri. Rasa jenuh dan kangen terkadang tak bisa saya sembunyikan. Bermalam di rumah Wisnu adalah hiburan bagi saya. Kebetulan selama tiga minggu belakangan ini istri Wisnu yang asli Bali sedang menjenguk orangtuanya di Bali. Kesempatan mendapat izin cuti meski hanya satu hari merupakan hal langka bagi Wisnu. Karena 3 minggu sebelumnya dia sudah mengambil cuti tahunan guna mengantar istri dan anaknya ke Bali.
Beberapa hari yang lalu Wisnu menawari saya ikut ke Bali menjemput istrinya sekaligus mengajak saya berlibur. Dia tahu kalau kegemaran saya memotret dan menulis.
“Beres Pak Kumis, 1 juta saja kita sudah bisa berlibur ke Bali…,” katanya kapan hari ketika saya menginap di rumahnya di sekitaran Terminal Giwangan Yogyakarta.
Sebenarnya saya ragu dengan uang satu juta kok bisa berlibur ke Bali karena Wisnu menyemangati dan tidak usah memikirkan ongkos tiket pesawat. Yang penting berangkat, semua nanti dia yang urus katanya. Dia pernah cerita kalau dia pernah memiliki pengalaman sebagai agen perjalanan yang sudah mapan dan sukses. Waladalah, soal ticketing dia juaranya. Pertama saya bingung bagaimana bisa dia mendapat harga ticket yang selalu murah. Ternyata dia rajin banget browsing di internet dan ketemu di AirAsiaGO.Ini toh rahasianya, eh ternyata di situs itu ada diskon terus, sekarang mumpung lagi promo booking selama 5 sampai 18 September 2016, makanya boleh langsung disikat lagi, lumayan bisa disimpen buat penerbangan selanjutnya. Lumayan kan 5% buat penerbangan 1 Oct 2016 - 4 Jan 2017 sama 10% OFF for travel between 5 Jan - 28 Oct 2017.
Lanjut lagi, sehingga di perjalanan kali ini tidak perlu memikirkan ongkos, bujuknya. Tiket sudah dikirim kode booking, saya tak perlu khawatir katanya. Wah, kita jadi manusia doyan promosi.
Saya pun akhirnya nekat ikut Wisnu ke Bali, dengan izin sehari seperti Wisnu dengan konsekuensi mengganti hari yang saya pakai libur. Sabtu-Minggu libur dan ditambah Senin bisa total 3 hari. Lumayan sudah bisa putar-putar Bali, janji Wisnu.
Berangkat dari Bandara Yogyakarta menuju Bandara Ngurah Rai di Bali, perjalanan yang hanya sesingkat pikir saya. Perjalanan yang lebih pendek waktunya dibanding perjalanan saya pulang ke Ponorogo yang hampir 5-6 jam. Sampai Ngurah Rai, adik ipar Wisnu, istri, dan anaknya sudah menunggu. Langsung meluncur kekediaman mertua Wisnu. Sore harinya saya dipuas-puasin keliling Bali menikmati panaroma, budaya, adat istiadat Bali seperti janjinya dengan gratis seperti kata-katanya tempo hari.
“Pak Kumis sore nanti kita ke Pantai Kuta dulu, kita puas-puasin di sana, puas-puasin menjepret nanti saya tinggalin di sana, dan bila sudah puas nanti tak jemput,” katanya.
Kami pun meluncur ke Pantai Kuta. Sayang hari agak mendung dan jalanan macet. Saya berharap menjelang senja sudah ada di Pantai Kuta untuk menikmati matahari terbenam. Was-was menghantui karena jalanan macet. Akhirnya saya dicarikan ojek biar dapat jalan pintas. Sesampai di tepi pantai, saya berlarian. Sambal berlarian, saya menyetel tripod. Dan segera menyiapkan senjata saya. Beruntung meski sebelumnya mendung, menjelang gelap angin laut menghalau mendung pekat tersebut. Rona merah akhirnya keluar. Meski tidak mendapat matahari, saya masih beruntung mendapat semburatnya.
Membuat cara agar foto menarik adalah akal tukang foto. Dalam situasi yang darurat, saya harus bisa mendapatkan komposisi foto. Karena hari semakin gelap, foreground orang atau benda sulit saya dapatkan. Ahirnya saya membuat kubangan pasir. Saya keruk pakai kaki sehingga mirip kubangan mainan anak-anak. Maksud saya agar foto tidak monoton.
“Gimana Pak Kumis? Dapat matahari tenggelam,” tanya Wisnu.
Saya menggelengkan kepala, ada rasa kurang puas.
“Jangan khawatir masih ada hari esok. Senen sore kita baru pulang Jogja,” hiburnya.
Esok harinya saya diajak menikmati tarian khas Bali. Sanggar Tari Uma Dewi di daerah Kesiman Denpasar menjadi tujuan kami. Tepatnya di Jalan Waribang No 21.
Kebetuan ada rombongan besar yang datang dengan beberapa bus, jadi semacam patungan. Karena kalau penontonnya hanya sedikit, pihak sanggar akan merugi, katanya.
Hari masih terlalu siang untuk pulang, perjalanan dilanjutkan ke area pegunungan. Ketika saya tanya, Wisnu hanya tertawa.
“Tenang aja, pokok puas… jangan takut aku jual Pak Kumis…,” katanya meledek.
“Kita akan mendatangi tempat yang ada di gambar uang 50-an ribu, Pak Kumis…,” kata Wisnu sambil terus melaju.
Gila…. Tanpa perencanaan saya bisa berada di Danau Beratan Bedugul yang terkenal tersebut. Gila... sambil mengeluarkan uang 50-an ribu saya mencocokkan sambil memotret. Rasa tak percaya bisa sampai di sini.
Menurut mas Agung dia datang dari Malang mengadu nasib di Bali ini, dia sudah hampir 3 tahunan bekerja di konveksi yang memproduksi kaos. Kaos-kaos ini sudah menjadi pesanan toko besar. Kalaupun kepingin membeli hanya di batasi satu sampai dua saja, karena sudah orderan. Beruntung harganya juga lebih murah dibanding ketika sudah masuk di gerai. Lumayan tenaga kerja lebih dihargai di Bali ini, ceritanya. Seneng bisa mendengarkan cerita semangat hidup orang seperti Mas Agung.
Tak jauh dari konveksi tersebut ada toko besar yang menyediakan cinderamata khas Bali, seperti pakaian, kerajinan, serta pernak-pernik khas Bali. Ini kesempatan membelikan oleh-oleh buat keluarga dan teman-teman kantor.
Senin malam kami sudah bersiap meninggalkan Bali, kami sudah harus kembali. Kembali pada rutinitas. Harus kembali sesuai janji kami pada yang memberi cuti meski sehari.
Beruntung ada promo, kami bisa berlibur ke Bali, meski tanpa perencanaan sebelumnya. Uang sejuta membawaku ke Bali. Beruntung berlipat, dapat izin, bisa liburan, dapat promo, dapat gratisan lagi. Untung mertua Wisnu memiliki pengalaman bekerja di biro perjalanan, maka dari itu darah promonya bisa berjalan menurun, dan memanfaatkan bahkan meminimalkan ongkos perjalanan.
Ini cerita traveling-ku yang nekat, travelingyang mengandalkan promo dan kebaikan orang. wakakakakakaka tunggu cerita travelingyang gila selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H