Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cerita Secangkir Kopi

15 Juni 2016   09:51 Diperbarui: 15 Juni 2016   13:06 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Tekluk, legenda Ponorogo

Di tempat kami hitamnya kopi dianggap benda suci; santri bahkan kyai ketagihan kopi, jadi sarana mengaji dan menyebar kitab suci

Di tempat kami kopi identik dengan lelaki;  bangkitkan nyali, nambahin konsentrasi,  dan jimat menaklukan istri

Di tempat kami pahitnya kopi dianggap karya seni; penggiat seni menimba inspirasi, banyak pelaku seni menjajakan diri

Di tempat kami getirnya kopi menjadi simbol demokrasi, para politisi obral janji, legislatif gali aspirasi

Di tempat kami secangkir kopi dianggap biang keladi;alat negoisasi, konspirasi, kolusi, bahkan awal dari korupsi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun