Model ventilasi juga mirip dengan gedung MPR-DPR, saluran-saluran air dan pengaturan letak bangunan sudah demikian rupa sehingga terkesan memudahkan mobilisasi para pekerja.
Mungkin karena letaknya yang berada di lereng gunung Lawu dan jauh dari hiruk pikuk politik mungkin tidak tercatat dalam dokumentasi arsitektur, atau mungkin bangunan ini berbau masalah paham kiri sehingga dianggap tidak penting, tutur mbak Yulia. Museum ini kelak juga diharapkan menjadi pusat study tentang arsitek dan tata bangun, jaman tahun 1963 sudah terpikirkan model begitu dan masih kokoh sampai saat ini. Bangunan-bangunan yang lain sangat mengundang peneliti untuk mendalami konsep arsitekturenya, gaya Bung Karno banget ujar mbak Yulia.
“Pak Karno yang pengin dimakamkan di lereng gunung Lawu ndak kesampaian, malah pak Harto yang dikubur di lereng gunung Lawu ini” Kata teman pak Maryanto.
Pak Maryanto menerangkan tanaman yang disuling pabrik ini merupakan bahan baku industri bumbu, parfum, bahan pewangi, aroma, farmasi, kosmetika dan juga aromaterapi. Yang terakhir pihak Indofood juga pernah mengambil atsiri dari pabrik yang berada di Tawangmangu ini.
Laboratorium ini selalu dikunci doble kata pak Maryanto, para pekerja yang merehap gedung dibohongi kalau ruangan laboratorium ini angker. Memang posisinya di lantai bawah dan terkesan lembab dekat toilet waktu itu. Tujuan berbohong agar koleksi yang tersisa di laboratorium tidak dijamah oleh tangan-tangan yang tidak bertangung jawab, cerita pak Maryanto sambil terkekeh.
Lokasi museum ini tepat di lereng sebelah barat gunung Lawu, dan berada di jalur utama menuju tempat wisata Grojogan Sewu, candi Sukuh, jalur pendakian gunung Lawu, telaga Sarangan serta jalur pintas Jawa Timur - Jawa Tengah (Karanganyar-Magetan) yang jalurnya sudah landai dan mulus. Udaranya yang dingin membuat tempat sekitar museum ini menjadi primadona liburan. Tanaman hijau subur tumbuh di sana sini terhampar di lereng gunung, mungkin ini yang menjadi alasan presiden Ir. Soekarno membangun pabrik atsiri di Tawangmangu, untuk lebih dekat dengan bahan baku.
Pembangunan fasilitas juga akan terus dikebut agar pengujung tak hanya berekreasi tapi juga belajar, kata mbak Yulia.
Mbak Yulia sebagai pemilik PT. Rumah Atsiri Indonesia berharap museum ini segera kelar dan bisa dinikmati masyarakat banyak, menjadi tujuan wisata pendidikan, menjadi rujukan ilmu di bidangnya, dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikan khususnya mengenai atsiri.