"Full ya mas...." kata saya pada petugas SPBU.
"Tiga lima ribu mas, uang pas aja..." kata petugas SPBU. Saya langsung tancap gas.
Sambil melirik arloji di pergelangan tangan kiri saya lihat jam menunjukkan 04; 10 menit. Kunci kontak langsung saya posisikan on, lampu motorpun langsung nyala, nyalanya terang berwarna putih, cek lampu jauh dan lampu dekat, ketika lampu jauh di-onkan lampu dekat tetap menyala, sehingga terangnya bertambah. Jarak dekat terterangi dan jarak jauhpunsemakin terang. Â Ketika tombol start saya pencet suaranya halus terdengar saat mesin 150 cc hidup, namun lebih halusan sedikit suara Vario 125 cc.
Keadaan jalanan masih sepi, trek lurus jalan aspal jurusan Ponorogo-Badegan masih lengang. Gas saya gember, kira-kira hanya butuh waktu 5 detik jarum speedometer sudah menunjuk di angka 60 km/jam. Gas terus saya gember tak butuh waktu 20 detik jarum speedometer sudah menyentuh angka 100 km/jam. Kondisi motor masih stabil  saya mencoba menambahi kecepatan sehingga jarum menyentuh angka 115 km/ jam, motorpun masih stabil namun saya tak berniat menambah kecepatan lagi dan berusaha stabil di kecepatan 100 km/ jam sampai menjelang pasar Sumoroto.  Begitu keluar lampu merah perempatan Sumoroto yang barat gas saya gember kembali. Gila bener jarum speedometer menyentuh 120 km/ jam, sementara bila ditambahi lagi jarum masih akan bergeser ke angka yang lebih tinggi. Laju kendaraan baru saya kurangi ketika masuk Badegan, jalan-jalan yang berkelok sepanjang Badegan-Purwantoro.
Luar biasa trek lurus dan tikungan berhasil saya libas sempurna, begitu pula tanjangkan di 'angka 8' (nama tikungan dan tanjakan di timur Purwantoro.
Memasuki kota Wongiri kaki sudah mulai pegal dan tangan geringingan, mungkin tinggi saya yang 178cm belum menyesuikan diri dengan Honda Vario 150 eSP. Kaki saya injakan pada pustep (pijakan) penumpang belakang. Pas dan nyaman serasa menaiki motor sport dan badan sedikit bisa membungkuk waktu tangan memegang stir.Namun dalam posisi berhenti kedua kaki saya bisa nok (pas) menginjak tanah. Perlu keseimbangan bagi mereka yang tinggi badannya di bawah 155cm kayaknya, karena harus jinjit kaki.Â
Gemberan demi gemberan terus saya lakukan ketika ada kesempatan, ketika jalan sepi dan ada kesempatan untuk melaju. Â Combi Brake System halus tidak menyentak sangat bisa diandalkan ketika harus mengerem mendadak atau dalam jalanan basah karena hujan. Sebelum jam 7 pagi saya sudah sampai di RS Mata Yap Yogyakarta, lebih cepat dari perkiraan.
Bila boleh saya simpulkan Honda Vario 150 eSP dalam trek perkotaan atau trek datar luar biasa tenaganya, serasa mengendarai motor lakik. Type dan cc mesin yang sejajar dengan kompetitor maotor laki. Mirip Bertenaga Lelaki Bertubuh Wanita. Satu kekurangannya menurut saya, tatkala menghadapi jalanan yang bergelombang dan berlobang shok depan terasa agak keras. Mungkin ini yang menyebabkan tangan geringgingan. Mirip setingan shok beker motor sport, dan untuk mengakalinya tekanan ban depan sayakurangi dikit, meski hal ini sangat berbahaya.
Hampir 2 minggu saya melaju Ponorogo-Yogyakarta bersama Honda Vario 150 eSP. Bantul, Imogiri, Temanggung, , Tembayat, Parangtritis, Gunung Kidul saya jelajahi. Di sela kegiatan di RS Mata Yap, saya menyempatkan berkeliling menyelusuri jalan untuk menuruti hobby saya sebagai penggila photograpy.
Iritnya bahan bakar luar biasa, Ponorogo-Yogyakarta hanya butuh uang 29 ribu, entah berapa kalau di kruskan dengan harga pertalite. Berangkat saya isi penuh, dan begitu sampai Yogyakarta saya isi penuh habis segitu.