Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tersangka Korupsi di Makam Sunan Pandanaran Tembayat, Apa yang Dicari?

20 April 2016   22:13 Diperbarui: 21 April 2016   04:15 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oww sama-sama Jawa Timur... ternyata" kata mas yang berbadan tegap tersebut.

Hampir setengah jam kami ngobrol, dia belum juga mengatakan nama daerah di Jawa Timur tempatnya tinggal, seakan ada yang ditutupi. 

[caption caption="teras mushola komplek makan Sunan Pandanaran, tempat kami bercerita"]

[/caption]"Mad... aku tak ke makam lagi ya mumpung sepi.." kata lelaki yang usianya jauh diatas kami, dia berpamitan dengan lelaki tegap yang sedang gobrol dengan saya.

"Injih bapak..., siap saya nunggu di sini" jawabnya sambil berdiri dan menganggukan kepala memberi hormat. Sayapun diam tak banyak bicara lagi pada lelaki tegap yang berada di samping saya. Saya mulai meraba-raba siapa dia, dia mirip ajudan atau pengawal ang mengawal lelaki berpeci yang berjalan ke arah makam utama.

"Maaf mas dia tadi atasan saya, kami sudah 3 hari ini di makam Sunan Pandanaran ini, insyaalloh malam ini juga kami balik ke ------- Jawa Timur" katanya mengawali pembicaraan setlah terdiam semenjak lelaki berpeci tadi berpamitan ke arah makam utama. Saya cuma mengangguk, sambil melihatnya seksama ada yang mau dibicarakan namun terlihat ragu.

"Atasan saya tersangkut masalah korupsi, meski beliau tidak korupsi namun sebagai pimpinan beliaulah yang bertanggung jawab, ada persekongkolan anak buahnya dan pejabat atasan piminan kami, dan beliau ditelikung...." ceritanya.

"Atasan saya stress luar biasa, harus berurusan dengan pihak kejaksaan, berkali-kali datang pergi ke kantor kejaksaan, belum lagi cap koruptor dari rekan kerja,keluarga dan lingkungan, dan hal itulah yang membuat pimpinan saya minta diantar ke makam Sunan Pandanaran ini...." ceritanya panjang, saya hanya manggut-manggut serasa ikut merasakan betapa susahnya pimpinan lelaki yang ada di depan saya.

"Sudah habis puluhan juta bahkan ratusan juta, ke sana ke mari untuk urusan ini berapa dukun dan kyai yang didatangi, dan seminggu yang lalu ada Kyai di derah Nganjuk sana yang menyarankan untuk pergi ke makan Sunan Pandanaran ini..." ceritanya lagi memelas.

Menurutnya pimpinannya sekarang sudah bisa menerima keadaan, dan malam ini mengajaknya pulang. Belajar pada Sunan Pandanaran yang merelakan jabatan, kebangsawanan, kemewahan demi menjadi rakyat biasa karena perintah gurunya Kanjeng Sunan Kalijogo.

"Tadinya tidak punya, tadinya bukan apa-apa, kalau toh sekarang Alloh mau mengambil semua beliau sudah siap..." cerita nya lagi. Menurutnya lagi jabatan secara tidak langsung bersinggungan denganpolitik mau tidak mau resiko tersebut harus beliau tanggung. Beranai menjadi pejabat harus berani menggung resikonya, ceritanya lagi. Seandainya saja kondisi terburuk terjadi (dipenjara atau dipecat) sudah siap. Hati dan tekadnya sudah mantap, semua berasal dari Alloh dan semua akan kembali ke Alloh, bila Alloh sudah menghendaki. Di luar sana masih banyak orang susah yang susahnya melebihinya, ceritanya lagi.

Mungkin hikmah itulah mengapa kayai di Nganjuk sana menyuruh berziarah ke makam Sunan Pandanaran ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun