Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

[Selamat Hari Perawat] Perawat Indonesia di Ambang Perpecahan

17 Maret 2016   07:11 Diperbarui: 17 Maret 2016   09:50 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: tribunnews.com"][/caption]“Selamat Hari Perawat, buat saudaraku perawat di manapun kalian mengabdi”

Yogyakarta, 17 Maret 2016. 

Hari ini adalah hari yang membanggakan bagi seluruh perawat Indonesia. 42 tahun yang lalu tepatnya tanggal 17 Maret 1974, kumpulan beberapa kelompok perawat  dari berbagai jenis ras suku, jenis status kepegawaian, dan perbedaan lainya berkumpul. Mereka menyatukan diri menginginkan suatu wadah dalam bentuk organisasi. Organisasi yang nantinya menjadi cikal bakal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Dalam pertemuan itu mereka merumuskan kode etik dan kompetensi profesi serta mereka memperjuangkan otonomi profesi.

Selanjutnya PPNI berperan terhadap pembinaan, pengembangan, dan pengawasan terhadap mutu pendidikan, terhadap pelayanan keperawatan, dan kehidupan profesi. PPNI juga berperan sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

PPNI berfungsi menetapkan standar pelayanan profesi, standar pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesi, serta menetapkan kebijakan profesi.

Meski sebelumnya sudah terbentuk organisasi-organisasi keperawatan, namun secara nasional belum ada organisasi. Berbagai organisasi kecil ini selanjutnya menggabungkan diri dalam bentuk organisasi secara nasional yang kemudian lahirlah PPNI seperti sekarang ini.

Di usianya yang bisa dibilang sudah tua, PPNI kini dihadapkan pada masalah perpecahan, di mana satu persatu kelompok mulai memisahkan diri, bahkan menyebut dirinya bukan lagi perawat. Latar belakang pendidikan perawat yang sebelumnya telah mengantarkannya tak mereka hiraukan lagi. Lahirnya undang-undang keperawatan tidak serta merta bisa mengakomodir langgengnya suatu organisasi, justru membuat perawat Indonesia semakin terkotak-kotak.

Dalam UU No 44 Tahun 2009 tidak ada kejelasan siapa saja yang menjadi unsur keperawatan, meski keperawatan jelas menandakan bahwa itu adalah kegiatan pelayanan yang dilakukan perawat.

Setelah itu muncul Permenkes Nomor 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit. Bidan dan perawat menjadi unsur keperawatan. Sedangkan perawat gigi, perawat anestesi, refraksi optisi belum terwakili.

Muncul lagi Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014. Inilah yang menjadi biang dari perpecahan, pengelompokan tenaga kesehatan dimaknai oleh kelompok-kelompok tersebut untuk memisahkan diri. Bidan tidak lagi mejadi tenaga keperawatan, perawat anestesi bukan lagi menjadi tenaga keperawatan, begitu pula refraksi optisi.

[caption caption="sumber logovectors.net"]

[/caption]

Pembuat undang-undang seakan tidak mau menilik sejarah tentang keperawatan di Indonesia. Tahun 1990-an ada program bidan desa, di mana para perawat perempuan lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)  dididik selama 1 tahun dalam sekolah PPB (Program Pendidikan Bidan). Ribuan perawat perempuan dididik dalam progam tersebut ntuk memeuhi kebutuhan bidan yang ditempatkan di desa di seluruh pelosok desa di Indonesia. Selanjutnya para perawat perempuan ini bergabung ke induk profesi IBI (Ikatan Bidan Indonesia) dan keluar dari PPNI. Begitu pula issue terakhir para perawat anestesi membentuk organisasi sendiri yang juga keluar dari perawat. Selama ini perawat anestesi berasal dari perawat umum kemudian dikursuskan selama 6 bulan, berlanjut ada D3 Perawat Anestesi, dan sekarang berkembang menjadi D4 Anestesi. Kemudian para perawat anestesi ini menamakan diri Penata Anestesi, dan issue-nya tak mau lagi disebut sebagai seorang perawat meski mereka berangkat dari perawat dan sekolah perawat.

Berbeda dengan induk organisasi dokter, IDI begitu solid meski bidang spesialisasi terus berkembang dan bertambah mereka masih berinduk pada induknya IDI. Adanya persatuan spesialis mata, spesialis obsgyn, spesialis jantung, spesialis bedah dan spesialisasi lainnya mereka tetap menyatu dalam satu induk IDI.

Mengapa perawat suka mengotakkan diri? Mirip pepatah kacang lupa kulitnya. Pemerintah dalam hal ini pembuat undang-undang dan kebijakan seakan lupa dengan sejarah, lupa dengan kebijakan pendahulunya bukan menyatukan namun membuat kotak-kotak tersebut. Mungkin inilah perlunya nilai tawar keterlibatan perwakilan organisasi dalam pembuatan undang-undang.

Dirgahayu Perawat Indonesia

*) sedih melihat perawat indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun