Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Racun Kopinya Nugroho Wijsoencoffee

3 Maret 2016   13:34 Diperbarui: 4 Maret 2016   06:11 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Secangkir Kopi di kedainya mas Nugroho Wijsoen"][/caption]Hujan yang tak kunjung henti membuat saya dan Shandy semakin terkurung di kedai kopinya  Nugroho Wijsoen. Mau nekat pulang pasti basah, bila hanya badan dan pakaian yang basah tidak jadi soal. Sore itu saya dan Shandy sama-sama bawa kamera, kamera yang hampir selalu kami bawa kemanapun saja. Kami tak mau ambil resiko kamera kami basah kehujanan. Sepinya kedai karena hujan membuat kami dan pemiliknya gayeng (leluasa) saling cerita.

Beruntungnya lagi kopi yang disajikan digratiskan. Kata  Nugroho ada varian kopi baru sekalian disuruh mencoba. Mungkin sekalian tester. 

"Aman mas meski gratis tidak dikasih racun..." katanya sambil bercanda. Maklum masih hangat-hangat berita tentang kopi beracun.

Dia menyajikan dengan alat press kopi. Ada 3-4 varian kopi yang disuguhkan kesemuanya tanpa gula. Saya diberi kesempatan pertama untuk mencicipi secangkir kopi kecil yang telah didtuangkan oleh  Nugroho.

"Ayo mas rasakan, ada aroma apa selain kopi, atau apa yang mas dapat ceritakan dari kopi yang mas minum..." kata Nugroho. 

Perlahana saya angkat cangkir kecil tersebut, saya bau dulu dari uap kopi yang keluar dari dalam cangkir.  Lalu saya incipi perlahan. Air kopi hangat yang berwarna coklat kehitaman tersebut mengalir dari ujung lidah, tengah lidah sampai pangkal lidah. Ketika berada di pangkal lidah yang posisinya mepet dengan cethak (langit-langit mulut) terasa pahitnya mulai menghilang berbarengan masuknya air kopi ke kerongkongan. Yang tersisa seperti aroma jeruk lemon. Mirip habis minum air jeruk lemon yang diperas.

Perasaan tersebut langsung saya utarakan pada mereka yang sedang menunggu komentar saya sehabis menyeruput kopi. Nugroho hanya tertawa sambil memuji pinter, katanya.

Giliran teman saya Shandy untuk menyicipi jenis kopi lain dari pot press kopi yang berbeda. Perlahan dia menghirup aroma kopi yang telah dituangkan, lalu ditelan perlahan-lahan. Agak lama dia terdiam untuk bercerita.

"Pahitnya dari ujung lidah sampai pangkal lidah, pahitnya agak lama hilangnya, ada aroma buah anggur di langit-langit mulut...." kata Shandy. Nugroho pun hanya tertawa, sementara hujan di luar semakin deras.

[caption caption="Giliran Shandy mencicip kopi gratis yang disajikan Nugroho Wijsoen"]

[/caption]

[caption caption="Nugroho Wijsoen mengajari kami cara menikmati kopi di kedainya"]

[/caption]Nugroho membenarkan apa yang saya utarakan dan yang diutarakan Shandy setelah meminum kopi. Memang benar ada aroma lemon dari kopi yang saya minum, dan ada aroma buah anggur yang diminum Shandy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun