[caption caption="aku tak jadi beranjak, aku terdiam di indahnya sunset Parangtritis"]
Aku pasang tripod dan menata kamera, masih keheranan karena tak percaya langit dan lautan  begitu menyala setelah matahari tertelan. Kamera aku stel di F 11 kadang F 13, ISO 100, lensa saya bikin manual dengan infenity garis tak terhingga. Sedangkan suther speed aku buat auto biar tak kehilangan moment. Sedang foto diri, aku pakai timer 10 detik biar tidak perlu berlarian menuju posisi.
Warna kuning keemasan berangsur menjadi oranye, warna oranye-nya merah bata. Hanya dalam hitungan menit pula warna oranye berangsur menjadi merah bata. Serasa lautan yang sedang tertumpah oleh minyak oleh kapal tengker. Warnanya begitu terefleksi pada pasir pantai masih basah karena diterjang gelombang.Â
Sementara berpasang-pasang muda mudi yang dilanda cinta semakin menggila di semakin gelapnya pantai.
Aku ingin menunggu 5 menitan lagi, ucapku dalam batin. Biasanya setelah warna merah bata akan berubah menjadi ungu lembanyng dan langit kembali biru bersamaan semakin dalamnya matahari tertelan samodra.
[caption caption="langit berubah ungu lembayung dan kebiruan bersamaan semakin dalamnya matahari tenggelam dalam samodra"]
[caption caption="matahari benar-benar tenggelam di Parangtritis"]
Aku segera membereskan tripod dan kameraku, aku beranjak menuju menyusuri bukit pasir yang bergelombang. Berkali-kali kaki terperosok, malam benar-benar datang. Entah kemana larinya muda-mudi yang belum pernah merasa prustasi tersebut pergi. Mereka masih di keramangan pantai Parangtritis. Berkali-kali pasangan-pasangan dari mereka tertangkap dalam bidikan kameraku.Â
"Telung ewu mas..." kata pemilik warung yang aku titip motor, dia mengatakan 3 ribu untuk ongkos parkir motor. Akupun segera pergi melewati jalan yang ditunjukan oleh pemilik warung. Jalan untuk menuju jalan besar untuk kembali ke Yogyakarta tempatku selama 2 bulan tinggal.
"Mas mampir.... nge pengaris, agi bukak dasar je...." kata perempuan setengah baya sambil merokok klepas-klepis. Aku langsung mual, berandai-andai jika bibir perempuan merokok tersebut beradu dengan bibirku. Jujur aku tidak pernah merokok. Aku terus melaju pelan, menjaga agar mereka tidak tersingung. Hanya sesekali mengangguk tiap kali ada perempuan yang berdiri di jalanan sepanjang warung menawarkan diri.
"Gak doyan wong wadon ya.... ketularan eLGeBeTe sawangane...." ledek perempuan lain di warung semi permanen di Parangkusumo tepatnya. Lokasi Paangtritis sebelah barat. Aku hanya tersenyum dan tertawa dalam hati, aku elaki sejati wakakakakakaka. Motorku pun semakin melaju begitu sampai di jalan utama antara Parangtritis ke Yogyakarta.