Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ngenesan, Pantai di Pacitan Mengenaskan Seperti Namanya

10 Februari 2016   07:33 Diperbarui: 10 Februari 2016   14:31 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari di atas ubun-ubun tapi si kecil 'ngeyel' ingin mandi dipantai. Pantai-pantai sepanjang JLS (Jalur Lintas Selatan) Pacitan-Trenggalekdipadati pengunjung. Setiap kali mau masuk lokasi wisata ada tanda parkiran penuh, kalau tidak begit jalan masuk macet dan harus mengantre panjang. Begitu pula ketik akan masuk pantai Pidakan, jalan sempit hanya bisa dilalui satu jalur mobil. Karena pantai ini baru dibuka setahunan yang lalu, awalnya tanah penduduk ditepi pantai. Perjalanan saya lanjutkan ke pantai Soge yang hanya 1 km dari pantai Pidakan, tapi ramainya luar biasa dan ombaknya besar serasa tidak nyaman kalau untuk main air buat si kecil.

Saya kembali ke arah barat dengan tujuan cari makan siang, di warung bu Supat kami istirahat sambil makan. Warung bu Supat berada di tebing sisi selatan, warungnya berada di tikungan di kelililingi pepohonan yang rimbun. Saya memilih tempat pinggir selatan atas toilet, dari balik semak-semak tersebut sayup-sayup terdengar ombak yang semakin lama semakin kencang suaranya. Sayapun turun ke arah toilet yang berada menempel di tebing melewati sisi barat warung bu Supat. Luar biasa dari balik rerimbunan tersebut nampak pantai indah, pantainya landai, berada di antara pantai Soge dan pantai Pidakan. Rimbunnya pohon kelapa menutupi keindahan pantai tersebut. Bibir pantai dengan wraung bu Supat hanya 300-500 an meter.

"Bu niki pantai nopo?" tanya saya pada pemilik warung. Menanyakan nama pantai yang berada di selatan warungnya. 

"Dereng wonten jenenge mas..." jawab bu Supat, katanya pantainya belum ada namanya.

"Menawi bade dateng ngandap mriku medal pundi bu?" tanya saya pada bu Supat, menanyakan jalan ke arah pnti di balik warungnya.

"Mboten wonten margi, namun dalan dteng tegilan, dalane alit dlane tiyng ngerumput mas, niku sampeyan ngilen sekedik pas plesengn sampen mandap, tapi atos-atos dalane lunyu..." jelas bu Supat panjang. Katanya tidak ada jalan, adanya hanya jalan menuju ladang, jalannya pencari rumput, jalannya kecil dan licin, meminta saya untuk berhati-hati.

"Kendaraane ditinggal warung kulo mawon ben aman, amargi mboten enten griyo liyane mriki" kata bu Supat. Mobilnya disuruh memarkir di dekat warungnya saja karena di tempat ini sepi hanya ada satu warung yaitu miliknya.

Kami harus berhati-hati menuruni jalan kecil yang penuh dengan bebatuan, jalannya tiada beda dengan semak-semak. Kami bingung membedakan jalan. Kami hanya mencari jalan ke arah selatan, jalan yang terang dimana cahaya yang palin terang adalah arah ke pantai. Meski tidak jauh dari jalan raya kecilnya jalan dan turunan tajam membuat perjalanan terasa lama dan melelalahkan. Namun si kecil terlalu bersemangat berkali-kali hilang di balik rerimbunan yang membuat ibuknya marah, takut terperosok. Nafas kami terengh-engah seperti anak anjing yang kehabisan udara, kecuali si kecil. Ibunya dan kakak perempuannya ngomel, maunya mencari hiburan malah disuruh jalan-jalan yang melelahkan.

Tak lama kemudian kami sampai di perkebunan kelapa yang luasnya tak lebih dari 4 kali lapangan bola. Suasana terasa sejuk karena rindangnya pepohona kelapa. Tanah yang datar di sekitar pohon kelapa ini sangat cocok buat bumi perkemahan, atau homestay, bahkan untuk hotel. Dari pepohonan kelapa ini nampak bibir pantai yang cekung dari sisi barat (perbatasan pantai Pidakan) sampai timur (perbatasan pantai Soge). 

Kami semakin maju, pantai yang landai dengan pasir yang kecokelatan. Cokelatnya karena aliran sungai kecil yang membawa tanah erosi dari utara (dari jalan raya) dan endapan dari kebon kelapa yang terbawa sampai ke pantai. Saya yakin bila dibuat sungai yang permanen pasir yang berada dipantai ini kembali bersih lagi.

Sisi sebelah barat ada tebing batu, tembok batu yang terdiri darai ratusan lapisan seperti batu endapan. Saban tiap lapis mempunyai warna sendiri dan menjadi daya tarik tersendiri. Dibawah batu endapan ini mirip goa panjang yang dibawahnya ada aliran sungai. Sementara sebelah timur bebatuan besar menjorok ke arah laut, batu-batu itu mirip kapal yang kandas. Bebatuan yang bertumpuk mirip candi, namun batunya tajam perlu alas kaki tebal untuk menginjak melewatinya. Nampak pula lumut yang tumbuh di batuan pantai, baru terlihat ketika air ombak meninggalkan pantai, hijaunya lumut yang tumbuh di koral ini baik untuk spot foto terutama ketika lumpur yang menempel hilang terbawa air laut.

Kejernihan air laut nampak meski di dasarnya lumpur cokelat, karena sehabis hujan deras malam sebelumnya. Ikan kecil-kecil berenang di antara bebatuan. Kepiting kecil berkejaran di atas pasir cokelat, jumlahnya ribuan besarnya masih sebesar  jempol tangan. Udang udang kecil juga nampak menempel di bebatuan, udang-udang ini berwarna gelap kehitaman dengan sungut (belalai panjang).

Saya bermaksut naik ke tebing sebelah timur yang berada dibalik semak, beruntung dibalik semak tersebut saya bertemu dengan pak Pujo yang sedang mancari rumput.

"Pantai Ngenesan mas...." kata pak Pujo ketika saya tanya nama pantai ini. Ngenesan itu bahasa Jawa, kalau diartikan ke bahasa Indonesia 'mengenaskan'.

"Niki siti kulo, tegil kulo, kebon klopo niki gadahnae kulo, duk etan sampek duk kilen niko kadahane kulo lan kakangan kulo, tegil warisan tiyang sepuh." jelas pak Pujo. Dia mengatakan tanah ini miliknya, ladang miliknya beserta kebon kelapanya. Tanah sepanjang pantai dari barat sampai timur ini miliknya dan kakaknya. Tanah warisan dari orantuanya.

"Nate mas 3 tahun kepengker tiyang Yogya kalih bule tangklet lan nawar siti kulo, tapi kulo mboten kepengin nyade, eman-eman jimad sakit tiyang sepuh." cerita pak Pujo. Katanya pernah ada orang dari Yogya bersama bule menawar tanah warisannya, tapi dia tidak bermaksud menjualnya karena kenang-kenangan dari orang tuanya.

Keindahan lokasi ini tidak kalah dengan pantai-pantai di Pacitan. Hanya saja banyak ranting-ranting berserakan dan lumpur sehabis hujan. Menurut pak Pujo kalau sehabis hujan pantainya berubah menjadi cokelat karena endapan lumpur dari atas (dari saluran air) namun setelah tersapu ombak endapan cokelat itu akan hilang dan berganti asir putih sebelah timur dan sisi barat pasirnya berawarna hitam pekat. Pantai ini sepi tidak ada yang datang, kalaupun datang dalam sebulan sekali belum tentu ada, beda dengan pantai Soge di timurnya dan pantai Pidakan di sebelah baratnya, cerita pak Pujo.

"Mboten kepingin damel penginepan wonten mriki pak? Saget rame lo wonten pemasukan lintune kelopo." kata saya.

"Endak mas, modal saking pundi, lan mengke kulo bade mangan nopo yen kelopone ditebangi." jawab pak Pujo, dia tidak mempunyai modal, dan kebol kelapa ini merupakan sumber kehidupannya.

"Kados pantai pidakan niku mas, sing gadah siti malih kados penonton, yen pun rame dipun cepeng pemerintah, malah tegil kulo kelong." kata pak Pujo, dia mencontohkan pantai Pidakan yng mempunyai tanah berubah menjadi penonton, kalau sudah ramai dipegang oleh pemerinta, katanya rugi tanahnya sudah berkurang tidak sesuai dengan hasilnya.

Sebenarnya kalau dibangun jalan besar, tanjakan dan turunanya tidak terlalu curam, dan bila dibuat parkir bisa memuat ratusan mobil. Tidak perlu membuat jalan terlalu panjang seperti Pidakan karena pantai Ngesnesan ini berupa teluk.

"Kersane ngeten mawon mas, ingkang bade plesir nyumanggakanken gratis mboten mbayar asal mboten ngrusak kebon kulo." kata pak Pujo yang menyilakan para wisatawan datang dan menikmati keindahan pantai di selatan kebonnya asal tidak merusak kebonnya. Belajar dari Pidakan di baratnya pemilik lahan tidak mendapat porsi yang menguntung dalam pembagian, sehingga pak Pujo lebih senang kondisinya tetap seperti ini.

Pantai ini langsung berhadapan dengan lautan lepas, laut selatan. Untuk bermain air aman karena terlindung bebatuan karang yang mirip kapal terdampar. Tempatnya rindang meski di tengah hari, banyak pepohonan yang tumbuh bebas di bibir pantai. Di antara cekungan bebatuan ini pengunjung bisa bermain dan mandi air laut sepuasnya.

Tempat ini cocok untuk sunrise dan sunset, tinggal kita lari ke barat atau ke timur mencari arah matahari. Sayang kedatangan saya di tengah hari dimana foto tidak bisa maksimal karena terasa flat. Suatu saat saya akan datang kembali di pantai ini, janji saya.

Untuk menikmati vidionya buka link ini.

Selalu ada yang diuntungkan dan yang ada yang dirugikan. Tentunya hajad orang banyak yang harus diperioritaskan. Pacitan dengan ratusan pantai yang indah perlu dikelola dengan bijak agar tidak menimbulkan permasalahan. Permasalahan dengan warga lokal, pendatang, dan pemerintah dalam hal ini dinas kepariwisataan.

 

"Selamat datang di Pacitan"

 

*) salam njepret
*) salam kampret
*) salam blakrakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun