"Orang Jawa Timur ya mas....." Tanya pengemudi truk pengangkut sapi di tempat makan di warung makan lesehan di dekat terminal Klaten seminggu sebelum saya berangkat ke Kalimantan.
"Bener mas saya dari Ponorogo Jawa Timur...." jawab saya.
"Kok tahu mas? Dari plat kendaraan ya?" tanya saya penasaran.Â
"Dari cara nyetir mas kelihatan orang Jawa Timur.." kata si sopir yng sama-sama makan.
Saya baru nyadar dia adalah pengemudi truk yang sejak dari perbatasan Ngawi-Sragen tadi saling menyalip. Ketika saya menyalip kendaraan di depan saya truk tersebut selalu ikut diikuti 4-6 kendaraan dibelakang saya. Namun ketika dia sudah berkesempatan mendahului kendaraan saya, saya memberi kesempatan pada dia dan juga diikuti rombongan truk di belakangnya. Ketika moot saya kembali saya gantian menyalip rombongan truk tersebut. Hanya bedanya ketika mereka menyalip saya tidak ikutan menyalip, dan ketika saya menyalip mereka ikutan menyalip.
Pengemudi tersebut menjelaskan perbedaan sopir Jawa Timuran dan sopir Jawa Tengah ke barat. Sopir Jawa Tengah-an dan Jawa Barat kalau yang depan mendahului yang belakang ikutan mendahului, kendaraan yang berlawanan sudah paham dan memberi kesempatan. Katanya mirip konvoi. Sedangkan sopir Jawa Timuran kalau mendahului induvidualis hanya menyalip untuk dirinya sendiri, begitu juga kendaraan yang berasal dari arah berlawanan hanya memberi kesempatan pada 1-2 mobil saja.
Pengemudi tersebut juga menambahkan, itu ndak mesti terjadi begitu masuk wilayah Jawa Tengah sopir-sopir dari wilyah timur langsung beradaptasi. Begitu juga sopir-sopir dari barat (barat Jawa Timur) juga langsung beradaptasi ketika memasuki wilayah Jawa Timur.
"Harap waspada sering kendaraan tanpa lampu sein tiba-tiba belok, mobil tanpa memberi tanda peringatan tiba-tiba nyeleonong memotong jalan." katanya.
Katanya lagi banyak truk-truk besar tidak rela kalau disalip, dia terus mempertahankan jalannya agar tidak bisa disalip. Ketika akan disalip dia malah mengambil jalur tengah, dan ketika akan diambil dari kiri dia mepet ke kiri, katanya. Truk-truk tersebut seringkali berjalan beriringan bisa mencapai  puluhan, sehingga perlu tenaga ektra untuk bisa mendahului. Truk-truk tersebut pengangkut hasil hutan dan hasil tambang. Rasa pengertian di jalan ceritanya 'maaf' jauh bila dibanding di Jawa.
Kedisiplinannya juga dinilai 'maaf' tidak seperti di Jawa, dimana jlur cepat dan dimana harus berjalan lambat. Panitiya mengatakan mungkin saja fasilitas dan sarana dan prasarana tidak sedetail di Jawa. Terbatasnya petugas lalu lintas mungkin juga menjadikan keadaan seperti tersebut di atas. Dimana luasnya area tidak sepadan dengan jumlah petugas.
"Untuk lebih jelasnya silahkan rasakan sebentar lagi..." kata panitiya sebelum memerangkatkan para risers dari deiler Samarinda.
Ternyata apa yang dikatakan oleh panitiya benar adanya, seperti gambar di atas di jalan tanjakan tidak boleh menyalip tiba-tiba mobil putih tersebut menyalip rombongan para risers. Motor melaju melewati batas marka, dan truk pengangkut bahan bangunan memarkir kendaraannya memakan bahu jalan, padahal di jalur marga garis tidak terputus dan di tanjakan.
Semua orang pasti tidak bisa berbuat begitu, terkadang situasi kondisi psikologis, latar belakang budaya, tipikal sesorang juga sangat mempengaruhi sesorang dalam berkendaraan. Intinya kita harus berhati-hati, kalau kita sudah berhati-hati dan masih terjadi sesuatu itu sudah menjadi nasib.
Ada cerita kalau menabrak hewan ternak di daerah Kalimantan Timur harus mengganti dengan ternak yang jumplahnya berlipat. Terlebih kalau hewan ternak tersebut betina, dengan alasan hewan ternak betina bisa beranak sampai 10 ekor. Belum lagi katanya ada penyelesaian dengan penyelesaian secara adat yang memakan waktu yang lama dan bertele-tele, kata kakak sepupuku yang bertempat tinggal di Tenggarong.
Menurut panitiya cerita dan pembekalan bukan bermaksud menilai baik buruknya daerah tertentu dalam berlalu lintas, namun bertujuan agar para risers mengetahui adat istiadat setempat termasuk styile mengemudi daerah-daerah yang di lewati. Gaya mengemudi juga merupakan kasanah budaya yang menjadi keunikan tiap daerah.Â
Kita harus bisa menyesuikan dengan daerah yang kita tempati, kita harus bisa beradaptasi dimanapun kita berada.
"Seperti di luar negeri yang jalurnya kebalikan dengan Indonesia, dimana jalur yang dipakai melaju jalur kanan, dan bila kita ngotot memakai jalur kiri seperti di Indonesia pasti matilah kita..." kata panitiya yang bikin para risers ger geran.
Cara-cara berkendaraan yang aman dan nyaman, cara berkendaraan sopan dan santun, serta aspek-aspek lainya juga diajarkan sebelum melakukan kegiatan perjalanan panjang tersebut.Â
Â
"Hormati sesama pengguna jalan, semoga selamat sampai tujuan"
Â
*) salam njalan-njalan
*) salam njepret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H