Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memotret Mereka yang [ber]Cinta di Panggung Sirkus

10 Desember 2015   04:04 Diperbarui: 10 Desember 2015   04:44 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau kelas 3 nanti belok kiri bu terus agak naik sedikit....." kata saya sok seperti petugas.

"Gini aja buk, tiket saya yang VIP ibuk pakai saja, biar tiket ibu yang kelas 3 nanti tak pakainya....." tawar saya.

"Mesakne putrane njenengan larang-larang, regane mawon lipet ping telu...." tolak ibu ini, karena si ibu ini merasa sungkan karena harga tiket VIP 3 kali lipat tiket ekonomi.

"Sudah ndak apa-apa, pakai saja buk...." kata saya sambil menyerahkan sobekan tiket tersebut, dan si ibu pun menyerahkan, kami saling bertukar.

Saya lihat ibu dan cucunya begitu bahagia duduk di VIP, dan saya juga bisa tertawa lega bisa mencari tempat duduk di perbatasa kelas 3 dan kelas 1. Dari tempat ini kamera saya bisa leluasa tanpa halangan tinang pancang dan saluran AC. Saya tidak perlu berdiri untuk memotret, cukup duduk diketinggian saya bisa memotret sesuai cita-cita ketika duduk di kursi VIP tadi. Terkadang perlu akal dan perlu kelicikan, namun tidak boleh ada yang dirugikan, kalau bisa saling menguntungkan.

Inil adalah masalah Lingkungan Sekeliling, mungkin yang disebut oleh orang potograpy merupakan kunci keberhasilan dimana kita harus jeli sudut mana kita bisa mengambil gambar yang paling leluasa, tanpa merugikan orang lain atau bahkan menggangu pemain.

Berkali-kali saya kehilangan moment, pencahayaan yang temaram membuat kamera saya harus bekerja dengan ektra dan terasa lelet. Untuk mengatasi masalah ini ISO saya buat otomatis dengan tujuan biar gantian kamera yang berpikir.

Begitu juga kecepatan shuter saya buat 1/100, sebelumnya saya mengotak-atik mulai kecepatan diatas 1/500 dan turun-turun akihirnya saya lebih merasa pas di 1/100 atau 1/80. Karena saya tidak bisa mengandalkan lensa karena kebetulan saya cuma membawa lensa bukaan (diagfragma) besar.

Saya juga tak mau ambil pusing, saya menekan shuter seperti orang yang tentara menembak musuh, sekali menembak diatas 10 tembakan dalam per detiknya. Saya berharap tidak ketinggalan moment. Karena terkadang hsiterisan penonton membuatnya banyak gerakan yang menghalangi jepretan saya. Mungkin orang fotography menyebutnya Continus Auto atau Brust, tapi saya lebih suka mengistilahkan menjahit karena suaranya seperti orang menjahit. Wakakakakakakaka

Ada satu hal lagi saya tidak menggunakan flash, saya takut kilatan lampu saya menggangu para pemain yang bergelantungan, saya takut membuat para pemain ini silau akibat cahaya dari kamera saya.

Binatang-binatang seperti gajah, harimau, ataupun monyetpun mungkin akan terganggu dengan lampu flash. Ini alasan saya karena semenjak punya kamera belum sekalipun menggunakan lampu flash, baik flash bawaaannya sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun