Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Risau, Banyak Warga Menjual Tanah Pantai ke Orang Luar Pacitan

1 Desember 2015   07:44 Diperbarui: 1 Desember 2015   09:03 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Bukit ditimur pantai Klayar, di belakang bukit ini tanahnya sudah milik orang luar Pacitan"][/caption]

Pesona bumi Pacitan dengan ribuan keindahan. Tanah tandus berbatu sepanjang perbatasan Jawa Tengah sampai perbatasan Trenggalek tersebut menyimpan pesona keindahan yang luar biasa. Pantai-pantai yang masih perawan sampai pantai yang sudah dikelola, baik yang masih dikelola warga hingga yang sudah dikelola pemerintah daerah. Puluhan gua yang tersebar dari titik paling barat sampai paling timur, gua yang masih di lahan pribadi maupun gua yang sudah menjadi aset pemerintah daerah.

Pemerintah daerah bersama masyarakat terus berbenah menyuguhkan keindahan tersebut dalam proyek-proyek wisata, sarana dan prasarana disiapkan, jalan-jalan diperlebar diperhalus. Pantai-pantai baru yang selama ini sulit diakses semakin mudah diakses dan dinikmati. Wisatawan baik lokal maupun dari manca negara terus berdatangan. Paket-paket wisata terus dikembangkan, promosi-pun gencar dilakukan sehingga Pacitan menjadi sosok kabupaten yang mempunyai ribuan daya tarik dan menjadi salah satu tujuan pavorit di jalur lintas selatan.

Dibalik kesuksesan itu ada sesuatu yang sangat mengawatirkan, orang berlomba-lomba membeli tanah di area-area tempat yang menyenangkan banyak orang ini. Orang luar Pacitan bahkan kabarnya orang manca negara terus memburu tanah-tanah anugrah tersebut.

Seperti kejadian seminggu yang lalu ketika saya menerima telephone dari pak Sadi (nama samaran) keponakan mbah Sandimoen), kami sudah akrab dengan dia karena saban ke Klayar (pantai) saya sering menitipkan kendaraan didepan warungnya ketika malam hari. Saya selalu makan di warungnya ketika ke pantai Klayar ini. Saya sering menelephon tiap kali akan datang ke tempat ini untuk mememesan penginapan di home staynya mbah Sandimoen lewat dirinya.

“Mas nglajengaken rembag ingkang kolo emben, sitine tamtune peripun? Sampun to mboten usah menggalih pekawis balik nama mangke kulo bantu….” Katanya dari ujung telephone, dia mengatakan meneruskan pembicaraan yang tempo hari dimana dia menawarkan tanah yang berada disisi barat parkiran pantai Klayar, dia mengatakan juga jangan kawatir soal balik nama kepemelilikan tanah nantinya, dia akan membantu.

Sekitar sebulan yang lalu saya mampir di warungnya, keakraban yang terjalin selama ini sehingga saya ditawari tanah yang berada di sisi barat tempat parkir, tanah tersebut menghadap ke barat laut pantai Klayar. Tanah tersebut masih berupa sawah dan sawah tersebut berada di ketinggian, meski jalannya setapak keistimewaan tanah tersebut berada di atas pantai dan berada dicekungan sehingga bisa menyaksikan laut dari ketingian. Dia juga menceritakan di cekungan tersebut ada gua kecil yang masih berupa batu berserakan. Dia menawarkan tanah tersebut dengan harga umumnya di Pacitan, waktu itu dia menawarkan dengan harga per ru (ukuran 1 X 14 meter).

Ketika saya total harga tersebut mencapai 400-an juta. Istri saya waktu itu bersemangat ingin membelinya, dan mungkin dari itu pak Sadi menelephon. Katanya tanah tersebut sudah pernah ditawar orang dari Solo dan Jogja namun sampai saat ini belum menghubungi lagi. Dengan orang Solo hampir mencapai kesepakatan ceritanya, orang Solo tersebut akan menghargai tanahnya seharga mobil dan ditambah dengan uang 50-an juta. Ketika saya tanya apa jenis mobilnya, dia menjawab mobil toyota inova. Gagalnya transaksi dengan orang Solo itu menurut ceritanya, dia ingin menjual tanahnya buat modal anaknya bukan membeli mobil. Yang artinya dia tidak mau kalau dikasih mobil tersebut dan ditomboki 50 juta. 

Sampai saat ini saya belum mengiyakan atau belum menolak, tak mengiyakan karena saya belum mempunyai sejumlah uang 300-400 juta tersebut. Tidak menolak karena seandainya saja ada saudara atau teman saya yang mau membeli. Menurutnya orang sekitar pesisir pantai lebih senang menjual kepada orang luar Pacitan karena harganya jauh lebih baik.

Mbah Sandimoen pemilik homestay langganan saya juga menceritakan katanya di sebelah timur bukit di Klayar ini juga sudah dimiliki oleh orang asing, katanya orang asing tersebut membeli melalui perantara penduduk lokal. Entah bagaimana perjanjianya namun tanah tersebut milik orang luar Pacitan. Ada cerita simpang siur lagi katanya orang asing tersebut mengawini orang Pacitan terlebih dahulu. Terlebih lagi di daerah pantai Watu Karung dan Srau yang kini menjadi syurganya para peselancar. Tanah-tanah di tempat ini harganya juga lumayan menggila.

[caption caption="Pantai Buyutan dijepret dari tanah milik Den Mase, istilah orang Buyutan untuk seseorang yang terkenal]
[/caption]

Beda lagi dengan cerita salah satu perangkat desa di daerah pantai Buyutan, yang kalau itu sedang memimpin pelebaran jalan menuju pantai Buyutan. Katanya tanah tempat parkir kendaraan kami adalah milik “Den Mase”. Tanah tersebut luasnya mulai tempat parkir kami sampai perbatasan Jawa Tengah. Siapa “Den Mase” ? Ketika ditanya perangkat desa ini menjawab.

“Insyaalloh tanpa disebut sampeyan sudah pirso…..” jawabnya, tanpa ditanyakan pasti semua sudah tahu katanmya. Entahlah saya juga tidak mau bertanya lebih jauh. Dia Cuma nitip pesan pada saya untuk ikut menyebar luaskan pada kalayak tentang keindahan pantai Buyutan yang masih perawan, yang masih dikelola warga desa ini. Dia berharap semakin ramainya kunjungan ke pantai Buyutan ini akan membawa dampak positif pada warganya sehingga taraf hidupnya jauh lebih baik.

Semoga cerita yang tidak bermutu ini menjadi perhatian pemerintah daerah Pacitan agar kekayaan alam dan budaya yang ada di sana tidak dikuasai orang luar. Mohon maaf bila tulisan ini tidak berkenan, tiada lain hanya berharap demi kebaikan Pacitan ke depan yang terkenal dengan Kota Seribu Goa, Pacitan dengan Seribu Pantai.

 

“Lestarikan Alam-ku, Aku Cinta Pacitan”

 

*) Salam njepret
*) Salam Hunting, tetep hunting meski bini muring

 

Foto Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun