Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pembangunan Bendungan Tugu Trenggalek dan Kisah Warga Terdampak

21 November 2015   16:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:14 8315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trenggalek, 20-11-2015

Sebentar lagi Trenggalek mempunyai bendungan baru, bendungan yang lokasinya berada diperbatasan Ponorogo-Trenggalek, tepatnya arah barat laut Trenggalek. Bendungan tersebut memanfaatkan sungai besar dari aliran sungai dari daerah Sawoo (Ponorogo) dan daerah Pule (Trenggalek). Lokasi kota Trenggalek yang berada di cekungan karena dikelilingi pegunungan sering kali di musim penghujan dilanda banjir, paling parah sekitar 7 tahunan yang lalu yang mengakibatkan bandir bandang yang mengakibatkan sebagian kota terendam. Bahkan jembatan Nglonsor Tugu ikut ambrol terbawa arus, yang sampai sekarang masih memakai jembatan darurat.. Pendangkalan sungai dan perambahan hutan menjadi salah satu penyebabnya.

Kebalikannya dimusim kemarau Trenggalek dilanda kekeringan, tanah tandus karena minimnya air serta lokasi pegunungan berbatu membuat saluran irigasi berada di lembah paling bawah, sehingga air seakan terbuang begitu saja ke laut.

Mungkin dua alasan tersebut yang membuat pemerintah getol membuat bendungan di daerah Nglinggis Tugu ini. Dulu sempat mandek tapi entah mengapa pada jaman presiden Jokowi ini dilanjut kembali, Bahkan menurut pak Gombloh salah satu pekerja proyek, presiden Jokowi beserta kementrian yang terkait datang ke tempat proyek bendengan ini. Presiden Jokowi minta pekerjaan proyek ini dikebut, minimal 2017 sudah bisa kelar, ujar pak Gombloh. Tapi pak Gombloh ketika ditanya sudah berapa persen pelakasanan proyek ini? Dia menjawab 0% sambil tertawa. Menurutnya ini masih mirip pembersihan lahan dan penataan lahan, pondasi pembetukan bendungan saja belum dimulai, sambil jarinya menunjuk deretan bendera merah dari ujung jalan raya utara sampai gunung batu sebelah selatan. Bendera-bendera merah tersbut yang nantinya tempat dibendungnya sungai, bendera merah-bendera merah tersebut sebagai dam atau tanggul, jelasnya lagi. Namun begitu pekerjaan ini terus dikebut, dan dia yakin sebelum batas waktu habis bendungan ini sudah kelar pembangunannya.

Banyak cerita menarik dari para warga yang terdapak pembangunan dam raksasa ini, mereka kurang lebih 48 kk (kepala keluarga) ujar mbak Wiwik yang saban hari berjualan makanan dan minuman di lokasi proyek ini. Mbak Wiwik berjualan makan dan minuman menyediakan para pekerja proyek yang berjumlah hampir ratusan saban harinya. “Ngluroni upo ceblok mas…. Ben iso gawe nyambung dino.” katanya. Maksud peribahasanya tersebut adalah mencairi sesuap nasi untuk bertahan, bisa juga diartikan juga menggunakan kesempatan sebaik mungkin pada ondisi yang ada. Mbak Wiwik berjualan dari pagi sampai petang, kurang lebih 100-an meter dari tempat pondasi dam yang akan dibuat. Kurang lebih 10 meter dari tempatnya berjualan ini adalah bekas reruntuhan rumahnya yang terkena dampak pembebasan lahan. Rumah tersebut masih digunakan untuk singgah selama masih berjualan di sini.

Ketika ditanya kalau proyek sudah selasai akan berjualan dimana, dia hanya tersenyum sambil geleng kepala.

“Dodolan neng awing-awang….” Timpal mbah Gombloh yang asli Klaten tersebut, Lokasi tempat jualan mbak Wiwik ini ujar mbah Gombloh akan menjadi grojokan air dari dam, daerah tempat saya minum ini katanya akan menjadi daerah paling deras dilewati air.

Ketika ditanya pengganti rumah lahanya, ia menuturkan, setiap meter persegi lahanya dihargai 130 ribu rupiah. Dari uang ganti rugi itu dia belikan lahan di dekat jalan makam (5km) dari lokasi lahan yang terdampak. Dia membeli lahan tersebut 200 meter persegi, kalau dibilang untung rugi dia jelas menjawab rugi, karena selain harga lahan ditempat baru tersebut lebih mahal dia juga harus menyiapkan bahan bangunan lainnya untuk bikin rumah. Karena rumahnya yang sekarang sudah tidak layak dipakai kecuali sebagian kayunya.

Mbak Wiwik dan mbah Gombloh juga menceritakan ada yang membeli tanah sebelum ada proyek ini 200 juta rupiyah dan setelah pembebasan lahan dia mendapat pengganti 500-an juta rupiah. “Ini bukan ganti rugi mas… tapi ganti untung….” Katanya sambil tertawa.

Cerita menarik dari mbah Marlin, uang hasil ganti rugi ditabung di bank dan kebetulan kemarin dia mendapat undian dari bank tersebut mendapat mobil grand livina, kata mbah Gombloh.

“Perlu tukon mas, Gusti Alloh ora angger paring rejeki, mesti enek crito lan perjuangane….” Jelasnya lagi, perlu pengurbanan dan perjuangan, Alloh tidak sekedar memberi rejeki pasti ada cerita sebelumnya.

Menurut mbak Wiwik dan mbah Gombloh hasil ganti rugi lahannya ditabung dan sebagian dia belikan lahan didekan jalan makam untuk rumah, karena lokasi baru belum ada fasilitas, dan sebagian lahan barunya dia wakafkan untuk bikin mushola. Hadiah mobil undian ini katanya keiklasanya telah mewakafkan lahannya untuk mushola.

Beda lagi cerita dari Mbah Mariah, dia pernah mewakafkan lahan di tempat terdampak ini untuk mushola, namun ketika ada proses ganti rugi anak-anaknya juga minta ganti rugi dari tanah yang sudah diwakafkan. Semenjak kejadian tersebut mbah Mariah sakit-sakitan bahkan sakit keras. Oleh sebagian warga penyebabnya adalah tanah wakaf yang sudah diserahkan tapi ditarik kembali agar mendapat ganti rugi ini, dan atas saran warga uang dari tanah wakaf yang sudah dibelikan tanah untuk diwakafkan lagi. Luar biasa usulan warga disetujui dan ajaib sekali mbah Mariah sembuh seperti sedia kala, cerita mbah Gombloh dan mbak Wiwik.

Banyak warga yang luar daerah yang terdampak mendirikan bangunan dan warung atau rumah makan di darah jalan besar (jalur Ponorogo-Trenggalek). Mereka mempunyai modal dan mencari peruntungan untuk kedepannya, untuk kondisi yang masih tahap pembangunan saja warungnya ramai apalagi kalau bendungan sudah jadi. Pasti semakin banyak warga luar daerah yang lewat sambil piknik melihat bendungan ini.

Dari jalan besar nampak rumah-rumah warga serta fasilitas umum berupa masjid, sekolah yang sebagian sudah diratakan yang sebentarlagi akan ditenggelamkan.

Tampak pula para warga terdampak yang sedang mebanggun rumah di daerah dekat makam, mereka sebagian masih bergerombol, karena dulunya mereka masih satu RT.

Banyak pula rumah yang tidak terdampak di daerah dekat tapal batas Ponorogo-Trenggalek mulai longsor, menurut mbah Gombloh tanah diutara bendungan dikategorikan tanah labil, sudah beberapa kali lonsor sampai melorot 2-3 meter. Dulunya ketika belum ada proyek ini sudah sering dilanda longsor, bahkan pernah jalan Ponorog- Trenggalek ditutup hampir 1 minggu karena reruntuhan batu besar dari gunung di utara jalan besar tersebut.

Banyak warung-warung dan bangunan baru di sepanjang perbatasan Ponorogo-Trenggalek, mereka berlomba memanfaatkan waktu dan situasi, siap cepat dia yang dapat. Mereka berlomba untuk menyambung hidup, hidup yang lebih baik.

Ada suka ada duka, namun sebagian besar warga terdampak bisa menerima, mereka pasrah dengan program pemeritah. Tak ada pilihan bagi mereka selain menerima ganti rugi dan segera membeli lahan baru untuk memulai hidup baru. Pencairan uang ganti rugipun lancer kata sebagian mereka, tidak berbelit-belit. Mungkin hanya 48 kk yang terdampak sehingga lebih mudah mengkodisir, atau mungkin pemerintah pada dinas terkait benar-benar tidak mau ambil resiko atau main-main dalam menagani warga yang terdampak. 

Bendungan ini lebih cepat direalisasi dibanding bendungan Ngindeng di daerah Ponorogo yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat ini (1/2 jam perjalanan). Penyebabnya masih mandek karena proses tukar guling antara pihak perhutani yang sebagian hutan terpakai belum menui kata sepakat dengan pihak pembebasan lahan. 

Presiden Jokowi benar-benar memenuhi janjinya dengan membagun banyak bendungan di Indonesia. Semoga bencana elnino yang menjadi momok bisa diredam dengan cadangan iar dibanyak bendungan yang dibangun tersebut. Semoga pula pemanfaatan air bendungan bisa buat listrik, irigasi, air minum, pariwisata, perikanan, meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sehingga air tidak sia-sia langsung mengalir ke laut seperti sebelumnya.

 

“Salam jalan-jalan”

 

*) salam njepret sebelum njepret dilarang
*) salam hunting meski bini moring-moring

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun