Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ritual Warga Dusun Marokan Memohon Keselamatan dan Kemakmuran

3 November 2015   17:19 Diperbarui: 4 November 2015   08:33 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbah sambong menyalami kami, dan kami mohon ijin agak menepi biar tidak mengganggu, namun mereka ingin kami ikut bergabung mengikuti acara mereka.

Mbah Loso segera mendekat ke pohon Gayam yang besar tersebut, lalu membakar merang (daun dan pelepah padi kering yang diikat), lalu diselipkannya kemenyan yang sudah dia cuwil-cuwil kecil-kecil. Mulutnya komat-kamit seperti membaca doa. Asap kemenyan pun mengepul, wanginya menyebar ke mana-mana mengikuti angin yang secara kebetulan berhembus semakin kencang. Suasana magis meski di terik matahari. Setelah selesai membakar kemenyan, Mbah Loso menuju  lembaran terpal yang sudah ditata. Di atasnya tampak nasi tumpeng komplit dengan ayam panggang, nasi, dan sayur-sayuran, buah-buahan, jajan pasar. Tampak tua-muda, dewasa maupun balita mengitari tumpeng tersebut mirip orang yang sedang kenduri.

Nyuwun sewu poro sederek sedoyo, wonten dinten Senen Kliwon meniko niat anyedekahi ibu bumi bopo kuoso, ingkang lahir sak wat lan ingkang lahir mboten krumatan, ngurmati paro nabi rosul ingkang sampun ngajaraken kitab suci, poro wali ingkang sampun ingkah tansah nastiti, poro kyai ingkang tansah dibekteni, kaki danyang nini danyang Danyakan ingkang sampun njangkung dusun Warokan Pupus mriki, mugi disedekahi mugi Gusti tansah paring kawelasan lan keslametan dating poro pamong ingkang rino wengi tansah ngayomi wargo Warokan. Makaten ugi ngurmat mbok Dewi Pertimah ingkang sampun njagi pantun lan tetaneman sainggo wargo Warokan tansah pinaringan kemakmuran, nderek ngurmat dateng qodam dusun kiblat sekawan, nderek ngurmat ugi dateng petugase Gusti Allho ingkang njagi daratan lan ugi ingkang njagi tetoyan. Mugi disrengati wulan Suro niki Gusti Alloh paring kemakmuran, keamanan, keayeman, katentreman, karaharjan dateng wargo Warokan tuwin poro pamongimpun…” Mbah Loso terus membacakan doa dan harapan, oleh orang sekitar Mbah Loso sedang ‘ngajatne’ (memimpin membacakan hajad).

Setelah selesai Mbah Loso ngajatne dilanjutkan doa oleh salah satu warga yang lebih muda, doa tersebut doa selamat seperti doa selamat yang dibacakan kaum muslim.

Doa pun sudah selesai dibacakan. Dua orang di antara mereka maju ke tengah lalu membuka hidangan dan tumpeng. Mereka membagi dan meletakkan pada lembaran daun pisang yang sudah disiapkan, setiap orang yang hadir mendapatkan bagian termasuk kami. Mereka makan dengan lahapnya sembari bercanda. Ada yang aneh di dusun ini, banyak perempuan yang masih muda yang sudah mempunyai anak. Tampak mereka sambil makan menyusui anak mereka. Usia mereka sekitar usia anak SMP-SMA, tapi entahlah mungkin di lain waktu saya akan datang lagi kemari ingin mendengar cerita dan keunikan dusun ini.

Sambil ngobrol di bawah pohon gayam yang rindang dan angker ini, Mbah Loso menjelaskan bahwa kegiatan ini sudah mereka lakukan semenjak kecil, tidak tahu kapan mulainya, karena sudah turun-temurun dari nenek moyang mereka. Mereka oleh leluhurnya diajari mengolah alam, menghormati alam, dan menjaga alam sekitar yang telah menghidupi mereka. Bila alam diperlakukan dengan baik, alam akan memperlakukan dengan baik pula kepada mereka. Dan sebaliknya, bila buruk memperlakukan alam, akan buruk pula alam memperlakukan mereka.

Mereka tidak berani melanggar, mereka tidak ingin terjadi malapetaka, kekacauan dan pagebluk (wabah penyakit) di dusun mereka. Mereka menceritakan dulu menjelang peristiwa Gestapu 65 dan sekitar tahun 1997-1998 tidak mengadakan kegiatan seperti ini, dan secara kebetulan terjadi krisis yang membuat rakyat kecil seperti mereka menjadi susah. Semenjak saat itu, mereka tak mau ambil risiko lagi. Entah apa yang kata orang mereka tak peduli, keselamatan dan kemakmuran dusunnya adalah yang utama, tuturnya.

Pohon gayam ini dikeramatkan. Di bawah pohon ini dipercaya tempat bersemayam danyangan. Mereka menyebut Danyangan Dayakan. Danyangan ini adalah petugas yang bertugas menjaga Dusun Warokan. Tempat ini dia istilahkan punden (yang dihormati, yang dipuja, yang dimuliakan). Menurut mereka, tujuan selamatan ini sebagai bentuk penghormatan kepada danyangan yang telah menjaganya. Mereka disedekahi agar setahun ke depan dusun ini diberi kemakmuran, kententeraman, kebahagiaan, dan kesejahteraan baik warganya maupun para perangkat desa (pamong).

“Saben dusun danyangane benten mas, yen dusun mriki danyangane dayakan lan jenis upacarane ngenteniki, yen dusun Gayam mriku danyangane tledek, danyangane senengane tayuban, seneng omben-ombenan, mangke njenegan mampir mriko pindah amargi dinten niki wau Nggayam ngawontenaken pregetan…,” kata Mbah Loso, setiap dusun danyangannya berbeda-beda jenis upacara dan tugasnya juga beda-beda. Mbah Loso memberitahu kepada kami bahwa di dusun sebelah juga ada peringatan seperti ini. Katanya, peringatannya lebih unik karena danyanganya tledek (pesinden penari) yang kesukaannya tayub dan minum-minuman keras.

Setelah selesai kami berpamitan dan segera menuju dusun sebelah seperti yang diceritakan Mbah Loso. Nantikan cerita Tledek-an yang segera kami haturkan selanjutnya.

Kesederhanaan mereka dalam hidup, rasa terima kasih mereka terhadap petugas, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, dan ketaatan mereka terhadap leluhur, dan penghormatan mereka pada bumi baik tanah, air, dan tumbuhan yang telah menghidupi mereka adalah sesuatu yang unik untuk dikaji di jaman seperti sekarang ini. Alam mengajari mereka kehidupan dan saling menghormati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun