Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ritual Warga Dusun Marokan Memohon Keselamatan dan Kemakmuran

3 November 2015   17:19 Diperbarui: 4 November 2015   08:33 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Magetan, 3 Nopember 2015

Udara panas di jalanan berliku sepanjang jalan Magetan-Ponorogo terasa membuat jenuh perjalanan. Kanan-kiri tanah mengering. Tanaman meranggas. Gunung Lawu tampak kokoh di arah barat laut pada jalan yang kami lalui, kokoh gersang tampak mencokelat tak sehijau biasanya. Panasnya udara semakin jadi tatkala waktu menunjukkan pukul satu siang, nyaris tidak ada aktivitas para petani di sekitar sawah dan ladang yang kami lalui. Kami berlima (saya, dr Praminto, Shandy, Damar Sasongko, Tonang Baskoro) yang tergabung dalam Beku.

Sesampai di daerah Lembehan Magetan, ada yeng menggelitik konsentrasi saya dalam menyetir. Tampak puluhan orang berkerumun di bawah pohon besar. Mereka duduk membuat lingkaran di bawah pohon besar tersebut. Sebagian lagi duduk-duduk di pematang sawah yang merekah pecah-pecah karena tiadanya air. Sebagian lagi berjalan berjajar menyusuri pematang sambil membawa bungkusan serta mirip tampah (nampan) yang berisi makanan di atas kepala mereka. Akhirnya kemudi saya arahkan mendekat ke kerumunan tersebut. Mereka adalah warga Dusun Marokan, Desa Pupus, Kecamatan Lembehan, Magetan.

“Nyuwun sewu wonten nopo nggir kok benter-benter ngaten sami wonten tengah sabin?” tanya saya sembari mohon maaf ada kejadian apa panas-panas begini berkumpul di tengah sawah.

“Monggo pinarak Mas, monggo nderek kenduri pindah…,” ajak salah satu dari mereka mengajak kami untuk ikut bergabung dan beristirahat dengan mereka.

“Dalem pareng motret, Pak?” tanya saya meminta ijin untuk memotret.

“Pareng monggo…. Mase saking TV pundi?” tanya orang yang tadi mempersilakan kami bergabung.

“Dalem tiyang Ponorogo, saking perjalanan saking Magetan lan mangertos kempalan niki wau lajeng dalem kepengin mangertos waonten kedadosan nopo ngaten pak…,” jawab saya memperkenalkan diri, kami dari Ponorogo sehabis dari Magetan dan penasaran dengan kegiatan mereka yang berkumpul di tengah sawah di saat terik begini.

Salah satu lelaki terus memukuli kentongan yang tergantung pada pohon besar yang dikelilingi orang-orang tersebut. Kentongan ini sebagai tanda agar para warga segera berkumpul. Kentongan di daerah ini menjadi tanda informasi atau pemberitahuan kepada warga.

“Niko mbah sambong sampun dugi…,” kata salah satu dari mereka sambil menunjuk ke pematang sawah. Sambong adalah aparat desa yang ditunjuk sebagai pengatur air irigasi.

“Monggo mbah sambong sami sampun mlempak, lan niki wonten tamu ingkang mampir,” kata mbah Loso memperkenalkan kami kepada mbah sambong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun