Menurut mereka batik Ponorogo mempunyai ciri khas perpaduan Solo-Jogja, yang lebih sering disebut batik Mataraman, warnanya kalem tidak menyolok. Perbaduan warnanya unik dan hanya dimiliki oleh daerah Ponorogo dan ini merupakan ciri khas dan budaya setempat.
"Para UKM seperti inilah guru sebenarnya pembatik, karena di kampus hanya selintas teori, dan di UKM inilah tempat praktek permanen yang tiada henti da terus menemukan inovasi." kata salah satu tamu tersebut.
"Banyak hal baru yang kami temukan, dan jauh lebih berkembang dengan pelajaran dan pembelajaran di kampus...." katanya lagi.
Dia mengaku beruntung bertemu dan selalu di suport oleh mas Soni pemilik gerai Batik Lesung, lewat mas Soni inilah dia sering dikenalkan pada orang-orang batik, pernah suatu saat diajak pameran di Bali dan Solo. Sebagai hasilnya banyak pesanan dari luar daerah yang meningkat. Untuk daerah lokal Ponorogo antusias terhadap batik lokal belum begitu diharapakan, keluhnya.
Selain batik modern dia juga sedang menggarapa batik lasik, batik yang pernah trend di ponorogo puluhan atau ratusan tahun yang lalu, dia mengaku mempunyai refereninya dan tak sabar ingin segera menyelesaikannya.Â
Mas Soni mengatakan dia merasa kewalahan melayani pesanan dari lura daerah, pesanan dari Jakarta bulan ini lumayan banyak begitu juga dari Surabaya. Selama ini dia rutin menyetok toko-toko besar serta mall di daerah Solo dan Jogja. Awalnya psimis untuk melempar karyanya ke daerah Solo-Jogja karena daerah terkenal sentranya batik, namun begitu bisa memasuki pangasa pasar di kota tersebut dia mengistilahkan Solo Jogja itu pasar, tempat memasarkan, batik apa saja bisa ditemukan di 2 kota tersebut, batik bentuk apa saja laku di kota tersebut. Batik Ponorogo sudah bisa merebut hati para pecinta batik, katanya. Ciri khas nya sulit didapakan dari batik lain. Corak dan wana hitam dan ungu menjadi warna yang sudah turun temurun katanya.Â
"Ini adalah kebangkitan batik Ponorogo, saya sangat berterima kasih kepada KIBAS yang telah meluangkan waktu jauh-jauh datang kesini, saya yakin untuk kedepannya jalan untuk bangkit kembalinya batik Ponorogo semakin lebar" harapannya.
Ke-emasan batik di Ponorogo dulu karena mulai pemilihan bahan, pengerjaan, pemilihan warna, sampai pemasaran dilakukan oleh orang satu yaitu pemiliknya, bentuk rumah-rumah besar dan berpagar tinggi merupakan bukti keseriusan dalam berusaha batik. Jadi tidak heran kota sekecil Ponorogo ini dulu mempunya 2 pabrik mori. Hancurnya batik di Ponorogo karena pengerjaan patik serta pengelolaan batik dikerjakan oleh banyak orang sehingga konsentrasi dan ciri khas, serta mutu menjadi memudar, kata mas Soni.
Semoga harapan mas Guntur, mas Soni, dan KIBAS menjadi kenyataan, batik tetap lestari, dan batik tetap menjadi kebanggaan dan primadona negeri ini, sekaligus menjadi Pesona Indonesia.
"Salam dari Ponorogo kota budaya"