Jangan kaget atau heran jika anda memasuki atau keluar dari area rumah sakit ada petugas yang mengingatkan anda.
“Selamat datang di rumah sakit ……. Jangan lupa cuci tangan dulu……..”
“Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa cuci tangan dulu sebelum bapak ibu meninggalkan rumah sakit……”
“Mohon maaf ibuk anak kecil dilarang dilarang masuk….”
“Monggo ini maskernya dipakai….. sebelum membesuk ke dalam……”
Mereka adalah petugas IPCN dan PPI yang ada di rumah sakit. Mereka menjadi garda terdepan dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. Mereka sudah dilatih dan disumpah untuk terus mengupayakan dan menekan angka infeksi nosocomial di rumah sakit. Bagi rumah sakit yang sudah terakreditasi hukumnya wajib mempunyai IPCN atau team PPI.
Orang berkunjung ke rumah sakit dengan tujuan mendapat kesembuhan bukan menambah penderitaan karena tertularnya infeksi. Baik bagi penderita, pengunjung ataupun petugas.
Ini sebenarnya masalah budaya, budaya yang harus dipupuk dan terus dijaga, budaya sehat untuk menghindari penularan dan tertularnya penyakit. Semua sepakat rumah sakit adalah tempatnya orang merawat orang sakit, orang sakit itu bermacam-macam jenisnya. Dalam hal ini dihindari menularkan penyakit dari pasien satu ke lainnya, dari pasien ke petugas, dari pasien ke pengunjung, atau bahkan dari pengunjung ke pasien atau petugas.
Ada lagi anjuran untuk selalu memakai alas kaki ketika masuk tempat perawatan, masyarakat salah kaprah selalu melepas alas kaki ketika masuk tempat perawatan. Hal inipun juga tidak salah karena dulu kalau tidak melepas akan dimaki oleh petugas, sementara si petugas tetap memakai alas kaki (seperti gambar atas). Sebagai solusi untuk tempat yang bersih (area steril) disediakan alas kaki khusu dalam sehingga orang luar tetap menggunakan alas kaki dengan menukar alas kaki dengan alas kaki yang disediakan. Budaya tersebut harus dirubah semua setara dari sudut pandang kesehatan.
Sementara untuk pengendalian infeksi ke dalam (lingkungan dalam rumah sakit), petugas IPCN atau PPI akan lebih keras lagi. Tak segan-segan ia menegur dengan keras atas tindakan pegawai yang bisa membahayakan, baik membahayakan pasien maupun dirinya, ataupun orang lain. Tak segan-segan dia langsung nunjuk sana-sini. Karena dia sudah diberi wewenang oleh pimpinan untuk itu, dan dia bertanggung jawab langsung ke pimpinan.
“IPCN merupakan motor dari pencegahan dan pengendalian infeksi terkait patient safety pada pelayanan sebuah rumah sakit.” Imbuhnya lagi.
Lebih lanjut bu Costy Panjaitan menjelaskan IPCN (Infection Prevention Control Nurse) adalah tenaga praktisi atau profesional, yang bekerja khusus dibidang infeksi atau berhubungan dengan infeksi yang terjadi akibat pemberian pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun dipelayanan kesehatan lainnya.
Bu Costy Panjaitan adalah salah satu team HIPPI yang beberapa pekan yang lalu datang di tempat kerja kami, beliau dan 5 orang lainnya (team HIPPI) dari Jakarta tersebut sengaja didatangkan oleh pimpinan tempat kerja kami, mereka adalah para tutor yang akan memberi pelatihan tentang PPI (Pencegahan dan pengendalian Infeksi) di rumah sakit dr. Harjono Ponorogo tempat kami bekerja.
Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan global issu saat ini. Dampak HAIs dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang merugikan pasien maupun rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya bahkan dapat menjadi tuntutan bagi rumah sakit.
Dalam pengarahan pimpinan kami mengatakan, “Undang-undang no. 36 tahun 2009 dan undang-undang no.44 menyatakan bahwa setiap pasien yang masuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus dapat diberikan pelayanan yang aman. Salah satunya upaya agar pasien aman dengan menerapkan patient safety.”
Tujuan kelima patient safety adalah menurunkan resiko HAIs. Pengunjung datang untuk memecahkan masalahnya, bukan mendapatkan masalah baru. Pasien pulang dalam keadaan sembuh bukan mendapatkan bonus infeksi yang jelas sangat merugikan baik secara biaya, kemampuan, dan waktu, ungkap pimpinan kami.
“Kami mengharap bisa mempunyai petugas IPCN yang purna waktu, sesuai dengan SK menkes 2007 bahwa setiap rumah sakit harus memiliki IPCN dengan perbandingan IPCN dengan tempat tidur adalah 1:100-150 tempat tidur, kami butuh 3-4 KPK dalam mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit yang saya pimpin.”.kata pimpinan kami dalam sambutan, lebih lanjut mengharap kepada karyawan yang mendapat kesempatan pelatihan untuk bersungguh-sunguh agar bisa menyerap semua ilmu, dan bisa mengajarkan pada rekan-rekan lainnya, dan setelah
Selain mendapatkan ilmu teori para peserta mendapatkan praktek klinik dan sosialisasi ke tempat-tempat yang rawan infeksi, mereka diajarkan tentang apa saja yang berhubungan dengan penyebab infeksius, media, dampak, serta pengelolaannya.
Peran dan fungsi IPCN menurut mereka adalah sebagai ;
Praktisi klinik yang tugasnya mengunjungi area klinik : Mengkaji status pasien, mengobservasi adanya tanda dan gejala infeksi, memberikan saran kepada staf sehubungan dengan adanya tanda dan gejala infeksi, menganjurkan melakukan teknik yang benar dalam rangka mencegah infeksi. Mengidentifikasi strategik PPI, memonitor dan mengidentifikasi prosedur tindakan, penempatan pasien infeksi atau resiko infeksi,discharged planning, berpatisipasi dalam memantau penggunaan antimikroba.
Surveilor yang tugasnya membuat perencanaan surveilans, membuat format surveilans, mengumpulkan data surveilens, menghitung insiden rate infeksi, menganalisis, mengintrepretasi,dan menginformasikan insiden rate infeksi. Menggunakan teknik statistik yang tepat untuk menggambarkan data rate infeksi, menggunakan tabel, graph,chart dalam pelaporan tulisan.
Investigator yang tugasnya mengidentifikasi dan menginvestigasi KLB, menginvestigasi dan menindak lanjuti staf,pasien, pengunjung yang terpapar atau tertusuk jarum tajam atau benda tajam lainnya bekas pakai
Manajer yang tugasnya merencanakan, membuat, memonitor dan mengevaluasi, mengembangkan serta merevisi program, kebijakan, SOP PPI bersama Komite PPI, mengajukan peralatan, personil dan sumber-suber untuk program PPI, menganjurkan teknik yang benar mengambil, mengirim dan menyimpan spesimen. Mengajukan kepada staf administratif tentang implikasi dalam arsitektur dan renovasi atau pembangunan gedung, menyiapkan laporan kegiatan bulanan, triwulan, tahunan program PPI. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga , pengunjung dalam usaha PPI, membangun kreatifitas dan inovasi di praktek. PPI, mempertimbangkan Cost Effectiveness dalam membuat rekomendasi PPI.
Konsultan yang tugasnya memberikan konsultasi kepada individu, staf, pasien, pengunjung tentang PPI, memberikan konsultasi tentang kompensasi staf berhubungan dengan terpaparnya infeksi. Memberikan konsultasi kepada individu, staf, pasien, pengunjung tentang PPI, memberikan konsultasi tentang kompensasi staf berhubungan dengan terpaparnya infeksi.
Advokator yang tugasnya memberi saran tentang pembatasan kerja bagi karyawan yang terpapar infeksi, menganjurkan kepada semua petugas agar melapor jika ada tertusuk jarum atau benda tajam, menindak lanjuti staf, pasien, pengunjung yang terpapar infeksi
Koordinator yang tugasnya melaksanakan koordinasi PPI dengan lintas sektoral, kolaborasi dengan dokter karyawan dalam program immunisasi staf, mengkoordinasikan dengan bagian manajemen risiko dalam investigasi pasien yang klaim dengan infeksi. Koordinator sebagai penghubung antara staf, dokter, petugas lain yang berhubungan dengan PPI, mengkoordinasikan penampilan fasilitas atau memperbaiki kualitas kegiatan sehubungan dengan upaya PPI,
Komunikator tugasnya mengkomunikasikan metode, teknologi baru dalam PPI, mengkomunikasikan sumber informasi dan akreditasi yang dibutuhkan, mengkomunikasikan penemuan baru dan anjuran Komite kepada orang yang memerlukan. Komunikator mengomunikasikan kebijakan dan prosedur tindakan PPI, mempromosikan program PPI dengan institusi lain, mengkomunikasikan teknik yang efektif dalam usaha PPI kepada staf
Motivator yang tugasnya memotivasi staf , pasien, pengunjung serta masyarakat Rumah Sakit untuk melaksanakan PPI yang baik dan benar.
Evaluator (melakukan evaluasi input, proses,out put,), melakukan pengukuran pencapaian program PPI, evaluasi lingkungan, produk, peralatan, gedung, evaluasi data entry komputer untuk program PPI, evaluasi efektifitas hasil pembelajaran PPI. Evaluator ( melakukan evaluasi input, proses,out put,), melaksanakan evaluasi dan perbaikan dalam usaha PPI, evaluasi penggunaan teknik baru dalam usaha PPI, evaluasi secara periodik keefektifan dari surveilans dan modifikasi bila perlu
Peneliti yang kewajibanya melaksanakan penelitian terhadap terjadinya infeksi, melakukan penelitian tentang upaya PPI, berpatisipasi dalam proyek penelitian PPI ataupun terjadinya infeksi,
Member yang tugasnya, berpatisipasi di berbagai profesi yang berhubungan dengan PPI, mengikuti pertemuan ilmiah profesi, berpatisipasi di berbagai organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan dan mempertahankan pengetahuan PPI yang mutakhir melalui networking, literatur, pertemuan profesi, melengkapi pengisian & mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit masing-masing, serta menyerahkannya kepada IPCN.
IPCN ataupun PPI bertujuan tidak lain untuk menjamin keselamatan pasien, petugas, serta semua yang berada di ruang lingkup rumah sakit, dan tentunya ini merupakan budaya keselamatan, budaya mutu, dan budaya kerja yang harus dipunyai dan terus dilaksanakan oleh semua yang berkecimpung dalam pelayanan dalam rumah sakit.
Sumber bacaan ;
Materi pelatihan PPI RSUD dr Harjono Ponorogo dari Tim HIPPI Jakarta.
Semua gambar koleksi sendiri
*) Salam sehat
*) Salam PPI
*) Salam Njepret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H