"Dik kok mbuang sampahnya di sungai, kan di utara jembatan ada bak sampah?" tanya saya sambil berkendara.
"Oleh mama suruh buang di sungai Om...." jawabnya sambil berkendara juga.
"Sampah apa kok mama nyuruhnya harus dibuang ke sungai?" tanya saya lagi
"Pampers bekasnya adik sama pembalut bekas Om..." katanya sambil dia menghentikan motornya persis di depan bak sampah yang hanya berjarah 25-an meter dari jembatan, Dia ingin membuang sampah yang masih 1 bungkus lagi.
"Kalau yang ini sampah apa?" tanya saya penasaran lagi.
"Ini sampah dapur Om...., kalau sampah dapur mbuangnya suruh mbuang di tempat sampah, dan yang tadi suruh di sungai biar pantat adik bayi ndak panas, biar adik bayi ndak rewel kata mama....." jawabnya panjang.
Menurut Pak Sungkono, banyak warga yang percaya kalau barang daleman (pakaian dalam, barang dalam, dll) kalau dibakar pemiliknya akan sakit, kalau wanita katanya 'anu' nya akan terasa panas dan mudah terserang penyakit, begitu juga bayi yang popoknya atau kotorannya dibuang sembarangan (maksutnya di sampah umum) bayinya akan rewel, dan pembuangan di tempat bak sampah alur selanjutnya pasti dibakar di TPA. Menurutnya lagi kalau dibuang di air mereka berharap mendapat kesejukan karena air itu sifatnya sejuk dan dingin. Alasan lain lagi kalau didibuang ditempat sampah umum takut bekas pembalut atau popok bekas tersebut dikerubuti semut, ketakutan tersebut menurut pak Sungkono yang jadi alasan lain.
"La sungai ini kan kering kerontang, kalau dibuang disini kan sama saja di jemur pasti pantat si bayi dan anu si pemakai ikut kepanasen to pak" protes saya.
"Embuh mas, aku nggur tukang mulung sampah, iku cuma jarene wong wong sing saben ndino nguwang soft** nek kene...." jawab temen pak Sungkono, Dia ndak tahu lebih detail lasannya, dia hanya pemulung sampah, dia hanya dapat cerita dari wanita-wanita yang membuat pembalut di sungai ini. Soft** adalah merk pembalut yang sudah menjadi bahasa keseharian mereka. Pemulung ini saban hari mencari sampah di sekitar bak sampah dekat jembatan sehingga mereka hapal betul siapa saja dan apa saja sampah yang dibuang di sungai.
Sungai ini semakin kotor dan busuk karena saban hari ada 3-4 tangki tinja dari jasa sedot tinja yang membuang hasil sedotannya ke sungai ini juga. Nampak pipa-pipa paralon di dekat jembatan sebagai pipa sambungan dari mobil tangki. Genangan-genangan air di sungai ini ternyata air dari tangki tinja, kata pemulung yang saya temui tadi pagi.