Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bercerita Lewat Layang-layang

29 Agustus 2015   22:27 Diperbarui: 29 Agustus 2015   22:35 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala naga tersebut meliuk-liuk sulit dikendalikan meski 4 orang berusaha menaklukannya, salah seorang berusaha mendekat ke arah kepala, sementara tiga lainnya menarik tali yang sudah diikatkan pada leher naga tersebut, bukannya diam naga tersebut semakin liar seakan mau menelan 4 orang yang akan yang berusaha menaklukkannya, kepalanya yang sangar sebesar kepala reyog thik (kesnian jaran kepang), lidahnya menjalar-njalar, giginya tajam dan siap menerkam, sementara badannya memanjang hampir 200-an meter, sampai-sampai luas lapangan Mborang tak mampu menampungnya. Dan anak-anakpun berebut ingin mendekat melihat apa yang terjadi, bahkan para orang tuapun berjajar dipinggir lapangan, mungkin takut kena kabrukan sang naga. Maklum berpuluh tahun hidup di Ponorogo baru kali ini melihat sesuatu yang beda dari biasanya, layang-layang berbentuk naga yang besar dan panjang dengan warna yang indah luar biasa.

Selama ini di Ponorogo hanya layang-layang dari kertas minyak atau kertas gedok, dibikin seperti perisai dan lebih sering disebut layangan tanggalan (kertas bekas tanggalan/ kalender). Tidak ada perlombaan atau sejenis festival, dulu hanya sekedar suka disaat kemarau, disaat tanaman sudah dipanen, dan disaat angin Agustus datang. Jenis permainannya saling bertutan (diadu dengan benang yang dikasih bubukan kaca) saling ditautkan antar layang-layang yang diadu, siapa yang putus dia yang kalah, bahkan dulu sering dibumbui dengan perjudian mirip adu ayam jago.

Mas Fajar bersama-sama rekannya yang tergabung dalam GUMELANG (Guyup Mergo Lanyangan), rukun karena layang-layang, sore tadi mengadakan latihan di lapangan Mborang timur kota lama Pasar Pon, latihan itu mereka gelar untuk persiapan perlombaan di Surabaya bulan depan, meski masih barang asing di Ponorogo namun mas Fajar dan teman-temanya sudah lama bermain-main dengan hoby baru ini, mereka sering ikut festival setingkat nasional, yang terakhir waktu di Parang Tritis 1-2 bulan yang lalu, tuturnya.

Selain berlatih mereka ingin mengenalkan layang-layang hias jenis beginian di kota reyog, dan ingin mengenalkan reyog lewat layang-layang, ingi menceritakan bumi reyog lewat hobynya.

Menurutnya kelompoknya sedang medesain layang-layang dengan kepala harimau atau reyog yang dihiasai bulu merak sebagai ekornya, dia yakin konsepnya ini akan menarik perhatian juri atau penonton di festival, dan paling tidak bangga bisa mementaskan reyog dalam bentuk layang-layang. Menurutnya butuh dana banyak untuk hal tersebut, dan unuk mengakalinya dia bersama kelompoknya saling patungan agar terwujud impiannya.

Untuk jenis naga ini dia menghabiskan dana 3 juta untuk naga yang warna merah, dan 4 juta untuk naga yang hijau. Bahan dari kain parasit yang membuat pengeluaran paling banyak. Menurutnya mereka sendiri yang membuat desaian dan pengerjaannya, paling lama proses menjahitnya, karena harus satu persatu ruas demi ruas dan sekian panjangnya. Untuk satu layang-layang butuh waktu sekitar 2-4 bulan pengerjaan, dan tergantung kerumitan desainnya.

Mas Fajar dan kelompoknya berharap masyarakat Ponorogo bisa menikmati, dan setelah menikmati timbul ketertarikan untuk bersama-sama ambil bagian dalam permainan ini.

Sehingga di Ponorogo bisa muncul group group lain penghoby layang-layang, dan berharap desain dan modelnya mengangkat tema tentang ciri khas kesenian atau ikon pariwisata di Ponorogo. Untuk tema naga menurutnya karena bentuk naga unik, panjang, dan diilhami kesenian jaran kepang (jarang thik) jenis kensenian yang banyak di lestarikan di Ponorogo selain seni reyog dadag. Untuk kedepannya Ponorogo bisa menjadi tuan rumah festival layang layang baik tingkat regioanal maupun nasional.

Semoga cita-cita mas Fajar dan Gumelang bisa terwujud sehingga menambah kasanah budaya dan pariwisata di kotanya.

 

*) salam njepret
*) salam kampret
*) salam budaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun