Ponorogo, 2 Agustus 2015
Luar biasa kejutan yang dibuat panitia hari jadi Ponorogo yang ke 519 kali ini, lebih 200 reyog tampil bersamaan, menari bersamaan memenuhi alun-alun Ponorogo sore kemarin. Dari semua kecamatan yang ada di Ponorogo dibatasi 10 dadag merak, karena kalau tidak dibatasi bisa mencapai 500-an lebih kata mas Jarno pembarong dari Sukorejo, menurutnya dia bersama 9 pembarong lainya yang masih satu kecamatan ditugasi dari kecamatan Sukorejo untuk membawa dadag reyog dan menarikannya di alun-alun, dia datang naik pik-up untuk membawa dadag meraknya yang besar dan berat tersebut. Menurutnya lagi rata-rata di setiap dusun mempunya reyog, dan rata-rata setiap desa mempunyai 3-4 group reyog dan tinggal mengalikan jumplah di kecamatan atau sekabupaten kalau ingin mendapatkan angka kasar jumlah reyog di Ponorogo. Kesemua pengin keluar, pengin tampil unujk diri dalam rangka peringatan hari jadi Ponorogo kali ini. Suatu kebanggan bisa tampil spektakuler begini, imbuhnya. Mereka sudah siap 2 jam sebelum acara dimulai, bukan halangan bagi meskipun cuaca panas pekerjaan keseharian di sawah terpanggang matahari membuatnya terbiasa.
Dalam sambutannya kadis pariwisata  mengatakan, hajatan ini dilakukan dalam rangka memperingati hari jadi Ponorogo ke 519, parade reyog masal ini sebagai kebangkitan insan reyog untuk mencintai seni reyog agar kejadian sengketa reyog dengan negeri lain tidak terulang lagi. Kali ini seni reyog sudah mendapatkan pengakuan dari kemenhum, dia berharap mendapatkan pengakuan dari UNESCO dan semua persyaratan sudah dipenuhi tinggal menunggu semoga dalam waktu dekat sudah mendapakan pengakuan tersebut. Lebih lanjut dia memaparkan selain parade reyog masal ini masih ada kegiatan lain di hari jadi kali ini, pemilihan thole genduk, festival reyog mini setingkat SD-SMP, kirab budaya, dan pameran seni khas Ponorogo lainnya. Dan acara ini berlangsung seminggu kedepan, dia berharap semoga bisa menjadi hiburan dan motivasi untuk masyarakat Ponorogo dan sekitarnya.
Para penari warog segera menengah dan dan menari mirip para jagoan yang sedang bertempur adu kesaktian antar warog satu dan lainya, panasnya lapangan dari paving tak dirasa oleh kaki mereka meski tanpa pakai pengalas, begitu juga penari ganongan menari berjumaplitan seperti akrobat, salto sana sini menunjukan kelincahannya sebagai telik sandi seperti cerita awal reyog diciptakan.
Sementara penari jathilan lemah lembut, ditarikan remaja-remaj putri yang ayu rupawan yang sedang mengawal klono sewandono, tariannya pun atraktif meski penarinya perempuan. Peluh mengalir dari rias pipinya maklum panas masih dirasa meski jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Tarian semakin jadi ketika gamelan ditabuh semakin kencang dan rancak membuat para menari meningkatkan tempo tarian. Sorak sorai penonton yang dipinggir semakin menyemangati mereka. Luar biasa penonton dan para pengambil gambar kali ini lebih teratur, mungkin pagar pembatas yang ditempatkan memutar seluar tempat menari membuat penonton tertip. Besar kecil, tua muda, lelaki perempuan tumplek bleg di alun-alun, mereka tidak mau ketinggalan moment langka ratusan reyog menari bersama.
Pada akhir acara, bupati Amin yang telah 10 tahun memimpin Ponorogo dan menjelang mengakhiri masa jabatanya periode kali ini, diangkat dan didudukan diatas kepala reyog dan diarak ketengah arena untuk ikut menari bersama ratusan penari.