Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tembang Macapat dan Gong Gumbeng di Pringgitan

2 Agustus 2015   11:23 Diperbarui: 12 Agustus 2015   06:57 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sair-sair tersebut sudah disiapkan oleh paguyuban macapat yang diberi judul "Pakarti luhur wedahring nur kang wening, kidung dumadine Ponorogo", yang menceritakan babad Ponorogo mulai datangnya Raden Katong di Ponorogo sampai terbentuknya kabupaten Ponorogo. Sair-sair tersebut berasal dari kata-kata serat Babad Ponorogo Bathoro katong, dari buku karangan Purwowidjoyo dan serat Babad Patah Panembahan Jimbun.

Tembang-tembang dimulai peristiwa kekacauan di Majapahit, perintah Raden Patah kepada Raden Katong untuk memadamkan pemberontakan Ki Ageng Kutu di ponorogo, sampai keberhasilan raden Katong sampai dianugerahi penghargaan menjadi bupati pertama di Ponorogo. Berikut sebagian sair tersebut;

Sinom

Raden katong pinaringan
Pangkat dadi adipati
Seloaji pinaringan
Pangkat minangka patih
Mirah dipunparingi
Pangkat ninagka pengulu
Dene wewengkoniro
Kawasan kang wus den titi
Lawu-Wilis mengidul pantog segoro

Tembang yang berasal dari Serat Raden Patah tersebut bearti, Raden Katong dianugerahi pangkat adipati, Seolaji dianugerahi pangkat patih, Ki ageng Mirah dianugerahi pangkat kepala urusan agama, sedangkat wilyah barat dan utara mulai perbatasan gunung Lawu, timur gunung Wilis, sampai laut selatan.

Dan untuk kali pertamanya pagelaran macapat ini diiringi oleh kesenian gong gumbeng, namanya lucu padahal tidak ada gamelan yang berupa gong namun ketika dimainkan terasa ada suara mirip gong, gooonng...... gooooonggg.... yang halus. Suara tersebut berasal dari bambu panjang yang ditiup seperti gambar diatas, didalamnya ada bambu kecil lagi sehingga ketika ditiup suara menjadi menggema. Sedangkan suara melodi berasal dari 14 angklung mulai ukuran kecil sampai terbesar, yang digantung menjadi 1 pajangan mirip jemuran pakaian, yang dimankan oleh 4 orang, ditap orang memengang 3-4 angklung dan digerakan sesuai tugasnya masing-masing sehingga membentuk suara yang harmoni mirip kecapi dan kenong, ataupun kempul. Sedangkan pengendang tugasnya menjadi pemandu lagu atau nada. 

Ketika saya mendekat dan tanya gong gumbeng ini ada sejak belum adanya reyog, belum adanya kabupaten Ponorogo. Menurut sejarahnya ini adalah cara para leluhurnya yang mengalami keterbatasan dana atau situasi pada jaman intu sehingga membuat alat musik yang hasil suaranya mirip dengan gamelan yang ada pada era itu. Sungguh kreatif nenek moyang mereka.

Mereka bangga seni yang selama ini menjadi samben (sampingan) mendapat apresiasi dari pemeritah, apalagi diminta tampil mengiringi macapat di Pringgitan yang terkenal sakral dan dihadapan para pejabat Ponorogo, mereka juga bangga bisa ikut meramaikan hari jadi Ponorogo yang ke 519. Yang sedianya akan dibuka pada hari Minggu ini (2 Agustus 2015), dengan penampilan reyog kolosal (reyog masal), terdiri hampir 260-an dadag merag (reyog dadag) pada jam 15 nanti (nantikan liputanya).

 

"Selamat Hari Jadi Ponorogo ke 519"

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun