Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sate Ayam Ponorogo Dibanjiri Pemudik

26 Juli 2015   20:09 Diperbarui: 26 Juli 2015   20:09 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ponorogo, 26/07/2015

Memasuki hari terakhir liburan lebaran hari ini tempat-tempat penjaja makanan khas di Ponorogo dibanjiri para pemudik yang akan kembali ke kota tempat mereka bekerja atau tempat mereka tinggal. Seperti halnya di pojokan jalan Gajah Mada Ponorogo ini, mirip pembakaran hutan di daerah Sumatra sana hanya saja yang membedakan asap di Ponorogo ini tidak pedih di mata, baunya tidak apek namun gurih yang bikin perut keroncongan, asap hasil pembakaran sate mengepul sampai membumbung tinggi bahkan menghalangi pandangan para pengendara yang akan melewati jalan sekitarnya, banyak mobil berplat nomor luar daerah berjajar-jajar sepanjang jalan Soekarno-Hatta sampai pojokan jalan Gajah Mada untuk mengantri membeli sate untuk oleh-oleh pulang ke daerahnya.

Karena ramainya tempat ini polisi lalu lintas merekayasa jalur kendaraan agar tidak macet di daerah ini, kendaraan yang biasanya dari alun-alun (jalan Jendral Sudirman) langsung ke jalan Gajah Mada selama menjelang dan sesudah lebaran ini kendaraan harus memutar masuk ke jalan Soekarno Hatta dulu baru masuk ke jalan Gajah Mada.

Sebenarnya banyak tempat sentra penjualan sate di Ponorogo, namun di pojokan jalan Gajah Mada ini (Ngepos) sudah terkenal sejak tahun 50-an, karena dulunya tempat ini bekas teminal lama. Strategisnya tempat jualan menjadi jujugan para pengunjung, pengunjung tinggal memarkir kendaraannya di jalanan dan tidak perlu masuk gang seperti tempat-tempat sate lainnya.

Di tempat ini dulunya paling terkenal adalah sate Pak Bagong, namun karena tempat ini dibangun oleh pemiliknya yang baru membuat nilai sewa naik 5 kali lipat, sehingga membuat Pak Bagong berpindah jualan ke arah jalan menuju Madiun. Namun kesempatan ini digunakan oleh teman-teman Pak Bagong yang tak mau pindah, mereka saling berpatungan untuk menyewa tempat ini, dengan begitu keuntungan masih ia dapat, dan tak perlu babat (merintis) lagi karena tempat ini sudah terkenal dan menjadi tujuan para pengunjung luar kota.

Keempat tukang sate ini masih bersaudara, sesama tetangga, jarak mereka jualan cuma 2 meteran, meski modal mereka sendiri-sendiri tapi mereka kompak.

Jenis dan rasa satenya juga mirip, resepnya juga sama dari kakek-nenek mereka, mereka berasal dari Pubosuman yang citra rasa satenya agak berbeda dengan sate ayam ponorogo lainnya, bumbunya sama-sama kacang namun terkesan segar dan manis, sementara ukuran satenya tidak memanjang seperti sate di sentra Gang sate (tempat terkenal lainnya di Ponorogo). Mereka saling mengambil dagangan mentah (sate yang belum dibakar) bila kehabisan sate, atau mengalihkan pembeli ke saudaranya agar tidak terlalu mengantri, toh mereka datangnya juga bersama-sama dan pulangnya pun berbarengan.

Di Ponorogo sendiri ada beberapa jenis sate ayam, yang tiap daerah (tempat) mempunyai kekhususan sendiri, Sate Purbosuman, Sate Nologaten (gang sate), sate Pasar Pon (kota lama), dan sate-sate ayam di pedesaan yang rata-rata mirip sate kota lama.

Mereka berjualan mulai pukul 7 pagi sampai pukul 7 malam, rombong dan peralatannya ditinggal dan dimasukkan ke dalam kios, mereka datang cuma membawa bahan mentah, yaitu sate yang sudah disunduk, bumbu, sambal, dan lontong.

Untuk lebaran ini Pak Darmanto dalam sehari menghabiskan beras 125 kg beras buat lontong (1,25 kwintal beras) dan ayam sekitar 150-200 ayam, begitu juga dengan adik-adiknya yang berjualan di tempat ini. Mereka mempekerjakan para tetagganya serta saudaranya yang di kampung untuk memenuhi permintaan yang membengkak hampir 4 kali lipat dibanding hari biasa.

Untuk sebelum lebaran orang cenderung makan di tempat, mereka adalah para pemudik yang melintasi atau mampir di tempatnya jualan. Sementara setelah lebaran para pembelinya adalah orang-orang yang akan kembali ke kota tempat asalnya yang membeli sate untuk oleh-oleh. Rata-rata para pembeli memborong dalam jumlah banyak minimal 200 biji (20 jinah) yang diwadah besek (wadah kotak terbuat dari anyamam bambu) gratis sebagai wadah. Dan nyaris setelah lebaran hanya pembeli yang membungkus sate yang ramai, sehingga nampak di dalam kiosnya yaitu tempat makan pembeli relatif lengang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun