Menurut paklik dulu yang babad desa ini meninggal betepatan pada hari Jumat Wage, dan hari itu dianggap hari naas untuk segala kegiatan atau keramaian. Selain hari naas desa jurug ini juga meyakini adanya larangan menanam kedelai, dan memiliki kendaraan berwarna hijau, ataupun cat rumah warna hijau.Â
Untuk orang yang asli daerah Jurug akan mematuhi sampai sekarang, dan hanya pendatang yan tidak mengetahui akan hal tersebut yang akan melakukannya.
Dulu sebelum tahun 80-an seringkali truk angkutan yang berwarna hijau akan mogok di batas desa ketika akan memasuki desa Jurug, namun sekarang entahlah sampai sekarangpun jarang ada truk warna hijau yang berani masuk desa. Konon warna hijau adalah warna ageman (pakaian) Ki Juru Mertani yang babad (penyebar agama Islam) di desa ini.
Sampai kapan desa ini akan mempertahankan kepercayaan tersebut?? Menurut cerita yang berkembang pada masayarakat desa Jurug ini merupakan penghormatan kepada Eyang Wireng Kusumo yang telah babad desa serta menyebarkan agama islam di desa ini, dulu sebelum beliau datang desa ini tidak bisa ditanami padi, dan berkat kegigihan beliau membuat saluran irigasi sehingga bisa mencetak sawah-sawah, dan beliau adalah punggawa dari Mataram sebagai Juru Mertani (mungkin kalau sekarang jabatan buat ahli pertanian dan semacamnya), beliau juga lebih dikenal dengan sebutan Mbah Gedong, karena makamnya dipagari tembok tinggi mirip gedong.
Entahlah seringnya kejadian celaka dan sial ketika melanggar menjadikan kepercayaan tersebut dipegang sampai kini.
Â
*) Selamat hari lebaran
*) Salam jalan-jalan
*) Salam Kampret
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H