Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengalaman Ziarah Ke Makam Syeh Makukuhan

28 Juni 2015   18:25 Diperbarui: 28 Juni 2015   18:25 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Temanggung wae durung kliwat mas...." jawab si sopir, mungkin jengkel karena saya terlalu banyak tanya.

 

Sesampai depan BRI Kedu kami diturunkan, segera mencari kios untuk beli air putih untuk menghalau dahaga serta bertanya lokasi atau jalan menuju makam. Kami menelusuri jalan setapak yang dikiri saya gemericik sungai kecil sedangkan sebelah kanan kami tanaman tembakau yang hidup subur. Sekitar 400 meter dari jalan raya kami sampai di gapura atas, saya segera bertanya pada seorang lelaki berkalung sarung yang duduk duduk di dibawah gapura, saya menanyakan juru kunci makam untuk minta ijin masuk berziarah. Kebetulan sekali yang saya tanya adalah juru kunci makam, lalu kami berkenalan dengan juru kunci tersebut, Sugito namanya. Ada yang janggal karena wajahnya mirip pengemudi expas yang mengantarkan kami dari Jombor sampai Secang, tapi entahlah pak Sugito ini lebih akrab dan hangat ketika diajak bicara. Hanya saja saya harus mengulang kata-kata karena 'maaf' logatnya mirip orang Purwokertonan (ngapak).

Segera kami mengambil wudlu, dan pak Sugito mempersilahkan kami masuk ke dalam cungkup makam dan dia menunggu di ruang agak bawah selatan makam.

Segera kami berdoa seperti yang diajarkan guru, doa dipimpin saudara saya, kurang lebih 2 jam kami turun ke ruang bawah tempat pak Sugito menunggu.

Pak Sugito menceritakan bahwa sore harinya ada orang dari Jawa Timur yang akan berziarah, makanya dia menunggu di dekat pintu gerbang. Padahal kami tidak menelephone, lalu siapa??

Pak Sugito menerangkan asal usul Syeh Makukuhan, beliau asli dari Tionghoa dengan nama asli Ma Kwan Kwan, dan berguru pada Sunan Kalijogo, dan oleh Sunan Kalijogo ditugaskan untuk menyebarkan agama islam di daerah Kedu dan sekitarnya ini. Keahlian belia adalah pertanian dan pengobatan. Konon belia banyak mengajarkan cara bertani dan berdagang, dan banyak orang yang berobat kepada beliau di sela dakwahnya, cerita pak Sugito.

Beliau ahli tirakat jarang tidur malam, ditiap malam beliau sering bermunajad sampai menangis, pak Sugito menceritakan bahwa yang ditangisi beliau adalah bukan takut dosa atau takut neraka, beliau selalu menangis takut kalau imannya dicabut sewaktu-waktu oleh Alloh. Dalam doa beliau selalu meminta tetep di beri iman sampai ajal menjemput. Menurut pak Sugito Alloh bisa saja mencabut iman sesorang kapan saja, dan inilah yang ditakuti Syeh Makukuhan semasa hidup.

Kira-kira jam 1 malam kami berpamitan, dan pak Sugito memberi saudara saya selembar daun tembakau, pesannya disuruh merebus dan airnya diminum untuk obat. Kami disarankan untuk menyegat bus di dekat balai desa pintu gerbang utama sebelah timur, untuk memudahkan sopir bus menghentikan kendaraanya, karena lokasi dekat balai desa ini relati lebih lapang dan terang dibanding dengan lokasi lainya. Menurutnya biasanya setiap jam 2 malam ada bus dari barat (Purwokerto) menuju Semarang. Sambil menunggu bus kami makan sahur di warung dekat pintu parkir bus peziarah sisi timur. Lumayan masakan Kedu pedasnya melebihi makanan Jogya.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun