Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama Artikel Utama

Resepsi Pernikahan Bernuansa Reog

19 Juni 2015   00:59 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:42 9242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ponorogo, 15/06/2015

Pementasan seni reyog adalah hal biasa, begitu juga resepsi pengantin juga hal biasa. Namun ketika seni reyog berkolaborasi dalam hajatan temanten adalah hal yang luar biasa. Dan merupakan hal baru, meski keduanya sudah ada berabad-abad .

Suara bertalu-talu dan rampak ditiap sela-sela pembawa acara membawakan acara, dan diselingi lagu-lagu campursari yang musiknya gamelan reyog, begitu juga ketika sholawatan di nyanyikan diiringi oleh gamelan reyog. Ada sesuatu yang berbeda bahkan ada nuansa baru, namun begitu tidak mengurangi kekhidmatan acara resepsi pernikahan. 

Adalah Pak Kasmuri, meski dengan keserderhanaan dia memberanikan diri untuk membuat resepsi pernikahan anak sulungnya dengan bernuansa reyog. Kalau dilihat situasi rumahnya (maaf) akan keberatan untuk menggelar hajatan semacam ini, namun dengan kiat dan upayanya semua bisa terlaksana. Mulai dari pembawa acara, penerima tamu, para juru saji, begitu pula mempelai dan ayah bundanya semua memakai baju khas Ponoragan (baju Ponogo-nan). Sampai-sampai pembawa pembaca kitab suci dan pembawa doa juga memakai baju khas warok.

Ini semua karena keinginan Pak Kasmuri (bapak) mempelai lekaki ingin menghormati tamu dan besannya yang berasal dari Kediri. Meski dengan kondisi pas-pasan dia ingin membuat resepsi pernikahan anaknya berkesan baik bagi lingkungan maupun buat besannya. 

"Kawin nggur sepisan mas, gak iso nyangoni opo-opo yen iso gawe senenge anak lan besan, ben iso gawe pengeling-eling teko mbesuk yan wis anak-anak putu." Kata pak Kasmuri, yang artinya kawin itu hanya sekali seumur hidup, bikin seneng anak dan besannya, biar bisa buat kenang-kenangan sampai besok kalau punya anak cucu.

 

Untuk satu set penampilan reyog ini dibutuhkan dana 3 jutaan, menurut pak Boiran ketua kelompok reyog yang berasal dari Desa Wotan Pulung ini. Meski tarifnya minim namun ini adalah awal yang baru, dimana ini merupakan modal awal mengenalkan tentang resepsi yang ala reyog, ala Ponoraganan. Dan Pak Boiran  yakin sehabis penampilan ini akan banyak orang yang akan menggunakan jasanya sebagai IO hajatan perkawinan model beginian. Dia mengatakan selama ini kalau diminta tampil cuma tampil menghibur tidak sampai masuk acara resepsi sedetail ini. Baginya juga merupakan hal baru, namun rasa optimis itu sangat besar sambil melestarikan kesenian reyog dan memperkenalkan reyog pada tamu luar kota seperti ini.

Bahkan pak Boiran memberikan nomer telephon bila suatu saat ada tamu yang memerlukan jasanya, dijamin lebih murah karena waktunya tidak selama resepsi pernikahan. Dan ini nomer yang bisa dihubungi 081359667958 , sambil promosi katanya.

 

Begitu tamu besan dan temamten datang langsung disambut reyog dadag dan tari jathilan di perempatan sebelum masuk ke gang sempit rumahnya, banyak tamu besan yang tertegun dan saling mengabadikan moment ini, mungkin bagi orang Ponorogo sudah biasa namun bagi orang Kediri belum tentu bisa sesering orang Ponorogo menikmati tarian reyog.

Begitu memasuki halaman dekat tarup rombongan disambut oleh warok-warok Ponorogo, meski warok namun keramah tamahan sangat kentara, sementara tabuh-tabuhan gamelan iringan reyog terus mengalun sambil diiringi sholawatan, suasana meriah namun terasa khidmad karena sholawatan dinyanyikan oleh para nayog yang biasa senggak (biduannya reyog, penggembira, backing vokal) nya reyog. 

Orang tua yang juga berpakaian Ponoragan langsung menyambut dibawah tarup dan meminumkan air suci dari dalam air kendi, begitu silih berganti dengan sesepuh adat. Dilanjutkan acara gendongan oleh kedua orang tua mempelai ke arah tempat resepsi.

Setiap pergantian acara ada alunan lembut gamelan reyog mengiringi, begitu juga tiap kali ada sambutan dan akhir sambutan alunan lembut gamelan diperdengarkan.

Ketika ganti busana, ganongan bertugas menjadi juru jalan atau pranoto laku, gerakan yang lincah, atraktip dan lucu berkali-kali bikin gemas para tamu. Sambil menunggu ganti busana para tamu dihibur dengan tarian jathilan dan penthulan.

 

Dan diakhir acara foto-foto, para penari jathilan, pembarong, warok, pengrawit, diminta kenang kenangan untu berfoto bareng mempelai. Dan begitu acara berakhir rombongan sudah menunggu di perempatan depan balai desa yang halamannya luas untuk menghibur para tamu dengan tarian yang komplit.

Luar biasa ide pak Kasmuri, saya yakin ini akan menjadi permulaan yang baik untuk mengenalkan reyog dan memadukan reyog pada hajatan temanten seperti kemarin. Dan ini menjadi hal baru bagi masyarakat Ponorogo meski reyog dan temanten sudah ada sejak berabad abad yang lalu. Dan sebagai orang Ponorogo saya bangga dengan ide brilian pak Kasmuri dan group reyog dari Wotan Pulung ini. Luar biasa inspiratif.

 

*) Matur nuwun Pak Kasmuri
*) Salam Budaya
*) Salam Njepret
*) Salam Kampret

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun