Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rahim Melorot, Siapa yang Paling Bertanggung Jawab?

7 Juni 2015   02:53 Diperbarui: 7 Juni 2016   15:35 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14329175371065347960

[caption id="attachment_421328" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

"yang paling bertanggung jawab adalah orang yang pernah melewati"

Prolaps uteri adalah rahim yang keluar atau menonjol di vagina (jalan lahir) orang Jawa sering bilang kandungannya melorot. Dan dunia medis mengatakan prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina (derajat I), serviks berada di luar orifisium vagina (derajat II), atau seluruhnya uterus berada di luar orifisium.

Bagi sebagian orang hal ini dianggap aib yang memalukan, sehingga penderita akan merahasiakannya rapat-rapat bahkan pada pasangannya, dan biasanya baru menceritakan bila sudah terlanjur semua keluar. Rasanya seperti benda mengganjal di selangkangan, ukuran bisa sebesar gelas bahkan ada yang sebesar kepala, selain sakit pasti sangat mengganggu aktivitas. Dan kebanyakan penderita adalah usia tua atau usia menoupose, namun tak jarang pada usia produktif.

Saya tak akan membahas terlalu jauh soal hal ini, namun akan saya ceritakan pengalaman tentang hal ini yang saya lihat dan saya alami kemarin siang.

Seorang ibu usia 65 tahun, diantar putra-putri serta cucunya. Perlu cara khusus untuk memberi pemahaman tentang hal ini, di samping urusan tabu mereka tidak tahu penyebab dan harus berbuat apa dalam urusan ini.

Tindakan yang paling tepat adalah mengembalikan posisi rahim yang sudah terlanjur keluar untuk dimasukkan lagi, dengan teknik tertentu kami biasa melakukan hal tersebut, dengan pengikatan serta merapatkan jalan lahir semua bisa diatasi dengan rapi kembali.

Namun tidak semudah itu penderita dan keluarga mau menerima opsi yang kami solusikan, alasan malu, usia, pembiayaan atau siapa yang bertanggung jawab.

Seperti ibu yang saya ceritakan di atas mempunyai anak 5 yang kesemuanya sudah berumah tangga, sementara si ibu tinggal sendiri di rumah peninggalan suaminya, dan saban hari masih aktif bekerja di sawah. Menurut anaknya si ibu tidak mau mendengar anjuran anak-anaknya untuk tidak lagi mengurusi lagi sawah agar tidak jatuh sakit, anak-anaknya menyimpulkan sakit yang diderita ibunya karena kecapekan bekerja di sawah, dan si ibu sendiri mengatakan tidak mau merepotkan anak-anaknya yang sudah berumah tangga. Saling menyalahkan antara anak dan ibu.

Dalam keadaan begitu akhirnya saya ambil bicara, menjelaskan kronologis penyakit yang dideritanya. Bahwa penyebab rahimnya melorot karena pada kelahiran anaknya pertama terjadi robekan di jalan lahirnya, dan dulu tidak mendapatkan perawatan yang memadai karena tenaga kesehatan belum sebanyak seperti sekarang ini, begitu pula kelahiran anaknya yang kedua menambah robekan jalan lahir lagi yang telah mengalami robekan pada kelahiran anaknya yang pertama, begitu selanjutnya sampai kelahiran anaknya yang kelima. Selain faktor tersebut di atas ada faktor mengejan akibat bekerja keras angkat beban.

Jadi melorotnya rahim ini yang paling bertanggung jawab adalah orang yang pernah melewati, atau kepala yang pernah lewat di jalan lahir tersebut, siapa mereka? Dialah anak-anak yang pernah tiduran di dalam rahim yang melorot tersebut, dan kepala-kepala anaknya yang pernah merobekkan jalan lahir ibunya sehingga jalan lahir tersebut semakin lebar dan tak lagi mampu menyangga rahim perempuan tua tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun