[caption id="attachment_365571" align="aligncenter" width="510" caption="dibaliksecangkirkopi tersimpan kerinduan tentang kampung halaman"][/caption]
Ponorogo, 12/05/2015
Judul ini terinpirasi dari tulisan mbak Gaganawati tentang pameran foto di Jerman. "Bersama Kampret memboyong Indonesia ke Jerman dalam sekejap". Namun kali ini saya akan bercerita tentang kopi, tentang kedai kopi yang saban harinya berjualan berbagai macam kopi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tanpa harus jauh-jauh datang ke tempat kopi tersebut tumbuh untuk menikmati secangkir kopi.
Kedai kopi Wijsoen, atau cafe Wijsoen, bahkan ada yang ektrem lagi menyebutnya kopi banci, dan tak salah sebagian orang menyebut kopi banci, karena beberapa waktu yang lalu tempat ini disewakan untuk salon dan maaf pengelolanya waria, jadi jangan kaget bila anggapan itu masih melekat sampai kini.
Wijsoen adalah kependekan dari nama orang tua pemilik kedai ini, mas Nugroho pemilik kedai ini menuturkan nama tersebut berasal dari Wiji dan Soenadji, biar lebih gaek kedainya dinamainya 'Wijsoen'.
Meski berpendidikan tehnik mas Nugroho sudah lama berususan dengan kopi, sebelum membuka kedai ini dia bekerja sebagai barista di kota besar, sehingga tak diragukan lagi kehandalannya pada urusan kopi.
[caption id="attachment_365592" align="aligncenter" width="510" caption="selain dipapan tulis didalam kedai, ditembok luarpun tercantum daftar kopi yang bisa dinikmati"]
[caption id="attachment_365595" align="aligncenter" width="510" caption="selain kopi lokal, kedai ini juga menyediakan kopi dari berbagai negara, seperti pada tilisan di tembok depan"]
Awal saya mengenal kedai ini dari teman sekantor saya yang asli dari Aceh, dia sering menceritakan bila di kedai ini kopinya mantab, bahkan dia sering mengatakan, "Minum kopi di kedai ini mengobati kerinduan saya pada emak, pada kampung halaman saya di Aceh sana...". Dia selalu memesan kopi Aceh gayo, kopi yang tumbuh subur di kampung halamannya, kopi yang menjadi andalan pendapatan keluarganya, meski dia sering mendapat kiriman kopi dari orang tuanya, namun dia tak mau repot tinggal mampir di kedai ini setiap berangkat atau pulang kerja.
Begitu juga teman sekerja saya mas Putu yang berasal dari Denpasar, meski dia sudah lebih 20 tahun menetap di Ponorogo dia masih hapal akan citrarasa kopi asli nenek mulyangnya. Kopi bali padang payung, begitu dia selalu pesan, kalau kebetulan stok kosong ia beralih ke kopi kintamani. Sayapun penasaran dengan kopi padang payung, dan akhirnya ini menjadi kesukaan saya karena mirip salah satu kopi dari kebun nenek saya dikampung, meski harumnya tak seharum ini. Rasanya yang segar, harum, dan berbau mirip cemara, dan sedikit masam, menurut saya cocok dinikmati pada siang hari, terutama ketika hari panas.
Di kedai ini bisa kita dapatkan kopi Sumatra ; Aceh gayo, Mandailing, Sidikalong. Kopi Sulawesi; Toraja kalosi, toroja marinding. Kopi Bali : balipadang payung, kintamani. Kopi Jawa ; Carlos, Blawan. Kopi Papua; Wamena, Baliem. Kopi Luwak, kopi lokal, dan kopi impor.
Dan tentunya setiap pengunjung di kedai ini mempunyai pengalaman masing-masing, begitu pula dengan saya
[caption id="attachment_365572" align="aligncenter" width="510" caption="mas Nugroho dan asistennya meracik kopi, dan dibelakangnya tanpak tulisan berbagai macam kopi beserta asal kopi didatangkan"]
Pengalaman saya di kedai ini, kedai ini ibarat miniatur kebun kopi dikampung saya tempat saya berasal, dulu kakek sebagai pegawai perhutani/ perkebunan yang membawahi perkebunan kopi di daerah Jember-Banyuwangi, dan dikebun peninggalan kakek tersebut ada berbagai jenis kopi yang dulu ditanam di perkebunan yang diawasi kakek.
Meski saya tak hapal namanya saya sangat hapal rasanya, kopi yang berpohon pendek yang tumbuh di sebelah timur rumah rasanya seperti rasa tanah, pahit dan nyethak, pohon kopi yang tinggi dan berdaun lebar di barat dapur rasanya segar dan mirip kopi bali padang payung, kopi dibelakang rumah buahnya besar-besar rasanya segar seperti buah nagka, sedangkan buah kopi yang di halaman rumah sisi barat rasanya masam tapi pahit. Nenek selalu menyendirikan panenan kopi berdasarkan jenis pohon. Selain begitu nenek dulu dalah pedagang kopi yang saban hari selalu jalan kaki antara Ponorogo-perbatasan Madiun (perkebunan kopi Gondosuli), jadi nenak saya sangat hapal tentang jenis-jenis kopi. Bahkan pernah saya membawa sample ke kedai ini, jenis kopi yang yang terbanyak dikampung saya berjenis kopi ekselsa katanya dan katanya lumayan laku banyak, hanya saja pasokan tidak lancar karena kwalitasnya rendah karena ulah petani yang sering mencampur setiap panenannya dalam satu tempat, sehingga jenis kopinya tidak jelas, selain itu cara pengeringan serta pemrosesannya kurang benar, maklum saja kopi dirasa tidak menguntungkan dan banyak petani menebanginya karena dianggap kurang menghasilkan, seperti yang pernah saya tulis kopi di jawa 10 tahun lagi punah
[caption id="attachment_365588" align="aligncenter" width="510" caption="kopi dalam kaleng kacap kedap udara, berdasar asal daerah dan jenis"]
[caption id="attachment_365605" align="aligncenter" width="510" caption="peralatan meracik kopi, diantaranya"]
[caption id="attachment_365606" align="aligncenter" width="325" caption="penggiling kopi lama, koleksi kedai"]
[caption id="attachment_365607" align="aligncenter" width="510" caption="santai di depan kedai, bercanda, bercerita apa saja dengan teman atau keluarga"]
[caption id="attachment_365608" align="aligncenter" width="510" caption="mas Nugroho melayani dengan setulus hati (mirip slogan polri)"]
Di kedai ini pengunjung bisa menambah wawasan tentang kopi, banyak alat dan perkakas yang berhubungan dengan kopi baik baru atau kuno yang menjadi koleksi mas Nugroho yang disimpan di kedainya. Selain itu banyak buku-buku bacaan tentang kopi dari berbagai pengarang, baik buku lama atau cetakan baru yan mirip perpustakaan di kedai ini.
Kita bisa belajar sejarah kopi, jenis-jenis kopi, pabrik-pabrik legendaris kopi, negara-negara penghasil kopi, serta cara meracik kopi, dengan sabar pemilik kedai akan menjelaskan di sela-sela ia melayani pelanggan.
Selain kopi dari luar daerah atau impor, dalam kedai ini juga menyediakan kopi lokal, kopi yang asli tumbuh di Ponorogo, pemilik kedai ini dikala senggang hunting kopi ke desa-desa untuk ekploitasi kopi lokal yang layak jual, dan luar biasa banyak kopi lokal yang bisa diunggkulkan berkat pencariannya, hanya saja perlu motivasi kepada petani untuk lebih serius mengembangkan dan membudidayakan kopi unggulan tersebut.
*) salam kopi
*) salam njepret
*) salam kampret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H