[caption id="attachment_357950" align="aligncenter" width="510" caption="Bale Batur di tengah pasar desa Ngebel, tempat jenasah Nyi Latung disemayankan, photo siang hari"][/caption]
Ponorogo, 02/04/2015
Unik pasar Bale Batur ini kalau siang menyeramkan, dan sebaliknya kalau malam ramai oleh hiruk pikuk ratusan orang bertransaksi. Mengapa demikian? Karena pasar ini buka dimalam hari sekitar jam 12 malam sampai jam 5-an pagi. Dan tepat di tengah pasar ini ada makam (kuburan) legendaris, makam Nyai Latung tokoh legenda telaga Ngebel, dan masih dalam area pagar pasar itu ada Bale Batur yang dikeramatkan (mirip balai desa) yang sudah berumur puluhan tahun bahkan bisa dibilang ratusan setelah beberapa kali mengalami perbaikan.
Pasar yang letak geografisnya di pegunungan lereng gunung Wilis ini berada pada ketinggian 750-an meter diatas permukaan air laut. Dan berada pada arah timur laut kabupaten Ponorogo. Untuk mencapai ini memerlukan kendaraan kondisi prima terlebih pada malam hari, jalan naik turun dan berliku menjadi keasyikan tersendiri.
Berikut ini keunikan pasar yang berada di pegunungan tersebut ;
[caption id="attachment_357952" align="aligncenter" width="510" caption="mirip pot raksasa diatasnya ada makam yang diyakini makam Nyi Latung, sedang kotak kotak di bawah adalah lapak dagangan, photo siang hari"]
[caption id="attachment_357954" align="aligncenter" width="510" caption="di bawah pohon beringin ini Nyi Latung dimakamkan, nisannya ikut terkubur oleh akar-akar beringin yang semakin membesar, photo siang hari"]
[caption id="attachment_357955" align="aligncenter" width="510" caption="ruangan dalam Bale Batur yang disakralkan, di atas balai-balai kayu ini bunga-bunga ditaruh, dan di ruangan ini tempat bayi atau anak sakit di medang (berobat), photo siang hari"]
[caption id="attachment_357958" align="aligncenter" width="510" caption="Pasar bale Batur di poto dari jalan, tampak bale batur dan beringin besar ditengah pasar, photo siang hari"]
[caption id="attachment_357959" align="aligncenter" width="510" caption="Pintu masuk pasar dan makam jadi satu, meski kecil ini satu-satunya pintu masuk, photo siang hari "]
Pasar ini dikala siang lengang tak ubahnya seperti kuburan, dan memang ditengahnya nampak pot besar yang ada pohon beringin yang telah berusia ratusan tahun, menurut penjual jemblem yang berjualan dipinggir sisi utara dulu ada nisan dari batu, namun bersamaan semakin besarnya pohon beringin batu-batu nisan tersebut terlilit akar beringin yang semakin membuat permukaan tanah ikut tinggi. Dan pada siang hari banyak peziarah baik dari dalam kabupaten Ponorogo maupun luar Ponorogo yang berziarah ke sini.
Sementara toko-toko dan kios berfungsi sebagai pagar pasar sekaligus pagar kuburan yang melingkari makam yang ditumbuhi pohon-pohon beringin yang berukuran besar.
Ada yang menarik di bale batur ini istilah 'medang', penjual jemblem ketika saya tanya mengatakan bahwa bila ada anak yang sakit dan tidak sembuh-sembuh orang tuanya membawa ke bale ini untuk dimedang, semacam acara adat selamatan, atau semacam nadar bila sembuh akan selamatan mengirim doa di tempat ini. Dan medang ini sudah dilakukan turun temurun sampai saat sekarang ini.
Selain medang, tempat ini menjadi pusat kegiatan adat tradisional  yang ada di desa yang dipimpin juru kunci pak Jarno.
Dan marilah kita bandingkan situasi di malam hari, seperti gambar-gambar di bawah ini.
[caption id="attachment_358774" align="aligncenter" width="510" caption="puluhan pik up bongkar muat dan parkir di jalanan dekat pintu masuk pasar (makam)"]
[caption id="attachment_358677" align="aligncenter" width="510" caption="puluhan mobil pik up parkir di luar, dan nampak pintu masuk yang sempit"]
[caption id="attachment_358678" align="aligncenter" width="510" caption="ratusan orang berjual-beli di malam hari, nuansa seram tak lagi tampak"]
[caption id="attachment_358681" align="aligncenter" width="510" caption="kebalikan sing seram kalau malam ramai"]
Perlu datang 2 kali di pasar ini, saya ingin membandingkan suasana di  waktu siang  dan saat malam hari untuk membuktikan, dan nyata adanya kalau siang menyeramkan sedang malam ramai hiruk pikuk orang berjual beli, begitu sepanjang jalan yang saya lewati menuju pasar ini di malam hari nampak para petani yang memikul dan menggendong barang dagangnya berjalan berjajar-jajar sepanjang jalan.
Umumnya yang diperjual belikan  barang sembako dari kota dan hasil pertanian berupa buah-buahan, sayuran, dan unggas hasil peternakan dari daerah Ngebel sebelah barat ini.
Pedagang dari kota membawa sembako untuk menyuplai barang kebutuhan pokok di daerah ini, dan orang-orang kota pula menjadi pengepul hasil bumi dan peternakan. Para pedagang dari kota jam 12 malam sudah tiba di pasar ini, dan jam 5 pagi kembali lagi ke kota.
Ketika saya tanyakan alasan mengapa jual-belinya malam hari, petugas bea dari desa mengatakan orang didesa ini kalau siang hari orang-orang bekerja di ladang dan hutan, dipilihnya malam hari supaya tidak mengurangi jam kerja siang harinya. Dan ini pun sudah berlangsung lebih seratusan tahun katanya. Luar biasa semangat bekerja masyarakat disini.
[caption id="attachment_358679" align="aligncenter" width="510" caption="durian, daerah Ngbel ini terkenal penghasil durian, pengepul membeli langsung dari petani"]
[caption id="attachment_358680" align="aligncenter" width="510" caption="pisang, kelapa, alpokat, nangka, rambutan dari Ngebel sudah melegenda"]
[caption id="attachment_358682" align="aligncenter" width="510" caption="manggis juga menjadi andalan di daerah ini"]
[caption id="attachment_358775" align="aligncenter" width="510" caption="penduduk asli menjajakan hasil tanamannya"]
Ada pekerjaan rumah buat pihak terkait untuk mengembangkan pasar ini, terutama pihak pertanian dan tanaman pangan serta bagian pariwisata untuk menjadikan pasar ini sebagai tujuan wisata khususnya agro wsiata buah-buahan, durian menjadi unggulan meski terkendala musim, namun buah-buahan lain akan selalu  bisa ditemui di pasar ini, manggis, alpokat, pisang, nangka, pijetan, duku, pundung, rambutan, kesemek, dan nanas.
Saya yakin bila ini mendapat sentuhan dari dinas terkait lambat laun pasti akan menjadi pusat perhatian pihak luar untuk masuk ke daerah ini. Karena selama ini yang masuk hanya pengepul dari daerah kota yang mengambil keuntungan berlipat. Seperti halnya sebuah durian di kota dihargai 80 ribu di pasar ini hanya dibandrol 20-an ribu. Seperti kemarin saya membeli sejinah (10 buah) durian dengan borongan seharga 65 ribu, padahal kalau dibeli di kota bisa mencapai 250-300 ribu rupiah. Jarak ke kota Ponorogo dan Madiun yang hanya berjarak 30-an km dengan jalan yang sudah beraspal seharusnya menjadi keuntungan, namun kendala pasar yang hanya buka pada malam hari mungkin ini yang menjadikan pengunjung berpikir 2 kali untuk datang ke tempat ini disertai jalanan yang berkelok dan naik turun menjadi tantangan tersendiri.
[caption id="attachment_358776" align="aligncenter" width="510" caption="penjual kopi dan jemblem di samping kanan makam Nyai Latung, yang banyak menceritakan keunikan pasar Bale batur ini"]
[caption id="attachment_358777" align="aligncenter" width="510" caption="hasil kerajinan masyrakat sekitarpun di pasarkan di pasar ini"]
[caption id="attachment_358779" align="aligncenter" width="510" caption="menunggu pik up yang akan mengangkutnya pulang di emper toko yang sekaligus pagar makam dan pasar"]
Selain buah-buahan pasar ini menjadi tempat penjualan hasil kerajianan masyarakat sekitar, seperti kerajinan anyaman bambu seperti gambar diatas.
Masyarakat datang kesini kebanyakan jalan kaki naik turun bukit, namun sebagian lagi yang rumahnya di lewati jalan raya memanfaatkan angkutan pik up sekaligus pengangkut barang barang mereka.
Selamat datang di Pasar Bale Batur, selamat memborong durian. Dan Ingat malam hari jangan siang hari. Dan untuk menimkmati liputan pasar lainya buka Kampret Pasar Tradisional.
*) Salam Kampret
*) Salam Jalan-jalan
*) Salam Blusukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H