[caption id="attachment_357199" align="aligncenter" width="504" caption="berjualan memakai obrok sepeda dan motor"][/caption]
"Pasar kuwi ora iso digawe lan pasar kuwi ora iso dipateni"
"Pasar kuwi ono selagine menungso ijik enek ing ndonya"
Ponorogo, 24/03/2015
Kadang saya bingung dengan kata-kata mertua saya tersebut, "Pasar itu tidak bisa dibuat dan pasar itu tidak bisa dihancurkan, pasar akan hadir dari selama dunia masih ada manusianya". Mungkin begitu maksutnya, dan tugas pemerintah  memfasilitasinya. Karena tidak ada manusia yang akan bisa membuat pasar. Mertua saya dulunya kepala bank pasar, dan pensiun tahun 90-an. Makanya beliau sangat detail tentang seluk beluk pasar. Namun bila menilik berdirinya pasar jajanan di barat Tambak bayan ini kata-kata mertua di atas ada betulnya.
Saban hari sehabis subuh jalan Trunojoyo barat perempatan Tambak bayan ini sudah ramai, hiruk pikuk pedagang, pembeli, serta motor atau sepeda yang di bagian belakangnya dibikin sedemikian rupa supaya bisa mengangkut jajanan. Saya berani menyebutnya pasar karena di situ ada pembeli, penjual, transaksi, dan barang yang dijual. Entah orang lain ataupun pihak pemda yang terkait. Tak kurang 40-an gerobak (motor dan sepeda) yang berjajar di kiri jalan dari arah timur menuju kabupaten Wonogiri ini.
Jajanan yang diperjual belikan rata-rata jajanan basah, seperti lemper, nogosari, onde-onde, jenang grendul, jadah uren, wajik, klepon, sus, perkedel, mendut, sampai jajanan yang mirip roti seperti donat, lapis legit, dan masih banyak lagi.
[caption id="attachment_357200" align="aligncenter" width="504" caption="Sekarang hampir 40-50 obrok yang melakukan jual beli disini, lokasi ini sangat strategis menuju arah Wonogiri, Magetan, Madiun, Trenggalek, Pacitan, dan berbagai kecamatan di Ponorogo"]
Saya sangat hapal daerah sini karena dekat dengan rumah, dan hampir saban hari melewati tempat ini bila mau berangkat kerja atau ke pasar. Sebenarnya  pasar dadakan ini tidak jauh dari pasar induk pasar Songgo langit (pasar Legi).
Pasar dadakan ini baru ada sekitar 5 tahunan terakhir, menurut pak Harjo salah satu pedagang jajanan munculnya pun tidak sengaja, dulu ketika ia sepulang belanja jajanan di pasar Songgolangit ban motornya bocor dan dia tambalkan didaerah sini, sambil menunggu tambalan dia minum kopi di warungnya mbah Dah (sayang Mbah Dah langganan saya ini sudah meninggal, tapi kini diteruskan oleh anaknya). Dan ketika menunggu ini ada orang yang beli jajanannya dan kala itu lumayan laku banyak. Dan keesok harinya dia selalu mampir ke warungnya mbah Dah untuk ngopi dan sampai saat ini orang-orang hapal kalau subuh membli jajanan di tempat ini. Dan Akhirnya banyak temannya ikutan jualan disini, bahkan pedagan yang berada di dalam pasar Songgolagit banyak yang pindah ke sini.
Di tempat ini pembeli lebih mudah memilih jajanan, dan tidah perlu masuk ke pasar yang becek, langsung bisa membeli jajanan dari atas motor atau mobil.
[caption id="attachment_357201" align="aligncenter" width="504" caption="jaman modern ini masih pakai sistem barter? disini buktinya mereka saling bertukar dagangan"]
Uniknya di pasar dadakan ini yang jualan adalah penjual dengan penjual, penjual membuat jajan dari rumah dan akan diedarkan lagi ke daerah langganannya masing-masing. Tempat ini tempat bertemunya puluhan obrok (penjual keliling) yang kan berjualan keliling ke daerahnya masing-masing.
Unik karena rata-rata setiap obrok mempunyai 2-3 jenis jajanan yang dibuat dari rumah, dan ditempat ini diambil oleh pedagang lainnya biar jajanannya lengkap, ada yang kontan, tapi lebih sering barter saling tukar. Suatu misal 20 lemper ditukar dengan 20 kue lapis, dan pemilik lapis juga menukar 20 lapisnya ke pedagang martabak, dan pedagang martabak bertukar dengan pedagang martabak tukar dengan pedagang klepon. Begitu seterusnya tergantung kebutuhan dan kesepakatan para pemilik obrok pedagang kelilingan tersebut. Makanya harga jajanan di sini hampir seragam 750 rupiah.
Dan jam 6:30-an keramainan ini sudah buyar, karena masing masing obrok harus berkeliling untuk menjajakan dagannya yang sudah komplit ke masih masing areanya.
[caption id="attachment_357202" align="aligncenter" width="504" caption="lokasi ini akan sepi ketika hariu menjalang terang, karena para pedagang kelilingan ini harus segera menjajakan dagangannya"]
[caption id="attachment_357203" align="aligncenter" width="504" caption="jajanan tradisional, komplit dengan harga yang seragam untuk semua jenis jajanan"]
[caption id="attachment_357204" align="aligncenter" width="504" caption="dipinggir jalan menuju ke arah Wonogiri"]
Tak melulu transaksi antara pemilik obrok dengan pemilik obrok, di tempat ini sekarang sudah menjadi jujugan para penyuka jajanan (kudapan), orang yang mempunyai hajatan sering pesan dan belanja di tempat ini. Strategisnya tempat ini yang berada di jalur utama Jawa Timur menuju Jawa Tengah menjadi ampiran para pengemudi atau penumpang yang penasaran melihat pasar dadakan ini.
Tak hanya pedagang dari Ponorogo saja, pedagang dari Wonogiri, Magetan, Madiun, dan perbatasa Pacitan dan Trenggalek bertransaksi di tempat ini. Dan saya yakin 2-3 tahun lagi pasar dadakan ini akan menjadi sentra jajanan, kudapan, kuliner yang harus diperhitungkan oleh pemda pihak terkait.
Dan tentunya ini akan mempengaruhi transaksi jajanan di pasar induk Songgo langit, namun siapa yang bisa melarang? dan mengapa di larang? Unik ternyata pasar bisa mati tapi tidak bisa dimatikan, pasar tidak bisa dibuat namun hanya sepele saja awalnya.
Dan untuk melihat liputan unik tentang pasar buka Pasar tradisional
*) Salam jalan-jalan
*) Salam kuliner
*) Salam Kampret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H